Menjalani kehidupan memang tidak selamanya indah atau lurus, ada kalanya jatuh lalu bangun dan melewati banyak belokan. Begitu juga menjalani puasa tahun ini yang bagi saya banyak ujian yang harus dilewati untuk naik ke tingkatan berikutnya. Mulai dari pendapatan yang berkurang, tidak bisa bertemu teman dan keluarga di kota kelahiran, buka puasa dan tarawih hanya di rumah.Â
Hal ini tidak terjadi pada saya saja namun juga orang-orang di sekitar saya. Tahun ini menjadi Ramadan yang penuh prihatin bagi saya, karena keuangan yang menipis namun harus tetap berjuang bertahan hidup sampai pandemi berakhir. Dulu saya pernah mengalami puasa yang sulit karena jauh dari orang tua, uang hanya sedikit dan nyaris tidak bisa mudik karena kehabisan tiket.Â
Tapi saat itu saya masih bisa menjalankan tarawih di masjid, buka bersama dengan teman dan mendapat banyak kemudahan karena bisa bekerja saat puasa. Sekarang pekerjaan mengajar harus tertunda, ada pembayaran campaign yang macet, belum bisa silaturahmi dan belum bisa sholat berjamaah itu yang membuat saya sedih.Â
Ramadan bagi saya ialah momen dimana semua terasa hidup sepanjang hari. Mulai dari keramaian sahur bareng, buka bersama, tarawih, mudik dan sholat Idul Fitri. Semua ada kenangannya mulai  dari hunting makanan untuk berbuka, menikmati sholat berjamaah di beberapa masjid, ketegangan mendaftar mudik, rasa tidak sabar menempuh perjalanan pulang kampung, rasa bahagia dan senang saat bisa bertemu keluarga dan teman lama dan rasa suka cita saat menjalankan sholat Ied di pagi hari.Â
Kebiasaan ini sudah saya jalankan bertahun-tahun sehingga ketika tahun ini berbeda maka saya pun sempat panik dan sedih. Namun ibadah harus tetap berjalan apapun kondisinya meski menimbulkan rasa tidak nyaman.Â
Saya pun belajar untuk menyesuaikan diri untuk ibadah dalam berbagai kondisi baik saat senang maupun susah. Jika dipikir kembali generasi sekarang jauh lebih beruntung karena banyak kemudahan teknologi yang membuat jarak menjadi lebih singkat dengan menggunakan internet.
Ya momen Ramadan tahun ini mengajarkan saya untuk sabar dan ikhlas. Sabar menjalankan ibadah di kondisi pandemi, sabar walaupun harus menghemat pengeluaran, sabar menghadapi berbagai informasi di media sosial dan ikhlas dengan keputusan dari Sang Pencipta untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Sebuah pelajaran hidup berharga yang saya yakin kelak akan mempermudah saya jika harus bertahan di kondisi tidak mudah.Â
Untungnya saya juga tergabung dalam grup whatsapp yang bisa saling menghibur, mendukung dan mendoakan agar semua bisa sehat dan berkumpul kembali seperti sebelum pandemi. Lingkungan yang positif membuat saya merasa berarti dan bahagia karena interaksi yang aktif antar anggotanya.Â
Mari kita sama-sama saling memberi dukungan, saling mendoakan dan saling menguatkan agar bisa ibadah dengan lancar serta bisa bertahan sampai seterusnya untuk menjadi manusia yang lebih baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H