Mohon tunggu...
Vanessa Aurel
Vanessa Aurel Mohon Tunggu... Freelancer - -communication studies-

HI! You can call me Aurel. I do love to learn language and culture!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengenal Industri Budaya Lebih Dalam

3 Juli 2020   16:33 Diperbarui: 3 Juli 2020   16:31 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi industri budaya. Sumber: pssat.ugm.ac.id

Menurut KBBI, industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan bantuan mesin, sedangkan budaya adalah adat istiadat, atau berkaitan dengan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah.

Melihat sejarahnya, istilah industri budaya digagas pertama kali oleh Max Horkheimer dan Theodor Adorno melalui Frankfurt School tahun 1930an di University of Frankfurt. Terlebih, fokus kajian yang diteliti Frankfurt School yakni mengenai budaya dan masyarakat. Adorno secara tegas menganalisis logika di balik produksi budaya melalui media massa, seperti film dan radio. 

Budaya dijadikan sebuah komoditas yang terus-menerus diproduksi secara massal dan didistribusikan secara luas. Sehingga, esensi dan kesesuaian budaya tersebut dengan realitas nyata tampaknya semakin lama semakin hilang. Dapat dikatakan bahwa yang muncul hanya sebatas permukaan saja dan selalu diulang-ulang karena dianggap dapat memenuhi standar nilai dalam suatu produksi.

Produksi budaya dalam suatu industri media telah lepas dari nilai seni budaya tersebut. Seperti halnya; film, musik, radio, majalah yang tidak lagi memiliki nilai seni, namun lebih kepada nilai ekonomi yang diproduksi secara massal sehingga menambah profit industri media. 

Tuntutan untuk memproduksi konten menarik yang terus meningkat memungkinkan media untuk memproduksi hal yang sama berulang kali sehingga nilai-nilai budaya yang tadinya memenuhi mempunyai standar nilai akan dikikis secara perlahan. Konsumen dijadikan sebagai ladang pertumbuhan profit, semakin banyak yang tertarik maka semakin banyak pula profit yang didapat.

Sifat ini menunjukkan bahwa media telah memproduksi budaya sesuai keinginan media tersebut, bahkan hal ini telah dilakukan sejak lama. Produk-produk budaya yang menjadi konsumsi masyarakat juga tidak lepas dari perbedaan proses produksi, lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi, hingga jumlah yang harus diinvestasikan dalam produksi tersebut. 

Semakin lama waktu dan banyaknya biaya yang dibuang, produksi nilai-nilai budaya juga semakin dipilah sehingga sesuai dengan apa yang ingin diproduksi dan dianggap tidak melebihi biaya produksi itu sendiri.

Contoh kasus yang diambil adalah film Dilan 1990 hingga muncul Dilan 1991. Dari film tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat suka mengonsumsi film remaja yang memiliki diksi memikat dan lelucon hangat serta gombalan-gombalan seru ala Dilan. Tingginya rating dalam film Dilan 1990 membuat para aktor produksi memunculkan Dilan 1991, tentunya dengan adegan yang lebih romantis dan skenario yang jauh berbeda.

Karl Marx vs Max Weber./harsanbaharuddin.wordpress.com
Karl Marx vs Max Weber./harsanbaharuddin.wordpress.com

Adapun lima gagasan Karl Marx dalam industri budaya:

  • Kapitalisme

Kapitalisme sebuah paham yang berfokus pada penguasa atau pengusaha. Para pengusaha adalah pihak tertinggi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur para buruh. Pengusaha memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sedangkan kaum buruh tidak punya sama sekali. 

Hal ini menimbulkan keadaan yang menguntungan bagi pengusaha untuk terus mengekspoitasi kaum buruh, mulai dari tenaga kerja, pendapatan, dan penumpukan modal. Contohnya, para guru honorer yang terus bekerja tanpa lelah demi mencerdaskan anak Indonesia tapi masih belum dibenahi upah yang cukup oleh pemerintah.

  • Base-Superstructure

Adanya kelas-kelas dalam masyarakat kapitalis juga menimbulkan pembagian pekerjaan. Misalnya base yang selalu berada di paling bawah sebuah proses produksi. Base diisi dengan kaum buruh yang memengaruhi jalannya proses produksi. Jika tidak ada kaum buruh, maka tidak ada yang bekerja dan tidak akan menghasilkan apapun. Sedangkan, superstructure berada di atas base dan dikelola oleh para pemilik modal. 

Para pemilik modal dapat memengaruhi hubungan produksi yang ada, seperti memberi upah pada kaum buruh, berpolitik, dan lainnya. Nilai-nilai seni dan budaya juga dipengaruhi oleh superstructure. Jika suatu seni atau budaya dianggap baik, akan menjadi terkenal, dan sebaliknya.

Contohnya, dalam industri budaya KPOP, jika tidak ada buruh (dalam hal ini composer, dancer, dan trainer), maka tidak akan ada budaya KPOP yang sedang mendunia seperti BTS. Superstructure dikelola oleh pemilik modal, yakni perusahaan atau agensi yang menaungi trainer.

  • Kelas

Kapitalisme menyebabkan munculnya kelas-kelas sosial dalam masyarakat, yakni kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas sosial ini bukan untuk mengenal satu sama lain tetapi muncul karena kepentingan bersama. Kelas borjuis mengacu pada para pengusaha yang memiliki kekuasaan tak terbatas dan dihormati oleh para pemodal. Sedangkan, kelas proletar mengacu pada kaum buruh yang terus memperjuangkan hak hidupnya agar tidak tertindas lagi oleh kaum borjuis.

Misalnya, investor yang berinvestasi di dalam sebuah perusahaan untuk memiliki kekuasaan dan uang yang lebih serta dihormati petinggi perusahaan tersebut. Sedangkan, tenaga kerja di dalam perusahaan tersebut terus bekerja keras dan memperjuangkan haknya agar mendapat upah layak.

  • Kerja

Gagasan Marx tentang kapitalisme memunculkan konsep kerja. Jika diteliti, Marx mengatakan bahwa kerja dalam sistem kapitalis telah hilang maknanya dan berubah menjadi sebuah alat untuk satu tujuan, yakni menghasilkan uang. Dalam masyarakat kapitalis, pekerja atau kaum buruh tidak melihat pekerjaannya sebagai suatu sarana untuk mengungkapkan perasaan atau makna tertentu, namun lebih kepada pekerjaan yang dilakukan secara terpaksa demi memenuhi kebutuhan para pemilik modal dan berorientasi pada upah.

Contohnya, dalam sebuah perusahaan, tenaga kerja tidak mengasah kemampuannya ketika bekerja karena keterpaksaannya demi mendapat upah. Terlebih, para pemilik modal tidak peduli tentang nasib tenaga kerja karena hanya mementingkan keuntungan pribadi.

  • Alienasi

Kata alienasi muncul karena ketidaksesuaian antara hakikat kemanusiaan dengan kerja yang memungkinkan adanya keterasingan manusia yang tidak mampu menghadapi realitas dan tidak mampu mewujudkan cita-citanya. Alienasi juga mengacu pada konsekuensi dari keberadaan dua kelas, yakni burjois dan proletar. 

Kaum borjuis yang memiliki modal bisa menikmati hasil tanpa bekerja, namun kaum proletar terpaksa melakukan pekerjaan tanpa hak asasi manusia yang layak. Hal inilah yang menjadi dasar dari keterasingan dalam masyarakat kapitalis.

William Schroeder membagi lima tipe alienasi, yakni alienasi dari hasil kerja seseorang, alienasi dari proses produktif, alienasi dari kemanusiaannya, alienasi dari orang lain, dan alienasi dari diri sendiri.

Misalnya, tenaga kerja yang sudah jenuh bekerja dan mengasingkan dirinya karena memiliki sikap atau pikiran pesimis bahwa dirinya tidak mampu menghadapi realitas dan tidak mampu mengubah nasib menjadi lebih baik lagi. Akhirnya, ia pun kehilangan semangat untuk melanjutkan hidup.

.

Daftar Pustaka

Fiske, John. (1990). Introduction to Communication Studies, Second Edition. London, UK: Routledge.

Hendrawan, D. (2017). Alienasi Pekerja pada Masyarakat Kapitalis Menurut Karl Marx, Jurnal Filsafat, Vol 6. No. 1.

Kellner, Douglas. (1995). Cultural Studies, Identity and Politics Between The Modern and The Postmodern. London: Routledge.

Mosco, Vincent. (2009). The Political Economy of Communication. London: Sage Publication.

Storey, John. (2015). Cultural Theory and Popular Culture, Seventh Edition. New York: Taylor & Francis Group.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun