Pertanyaan ketiga, Bagaimana menginterpretasikan pernyataan Ahok di Kepulaan Seribu ?. Pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu berbunyi : “…jadi jangan percaya sama orang,kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibugakbisa pilih saya, yakan dibohonginpakai surat Al Maidah 51macem-macem itu, itu hak bapak ibu, ya. Jadi kalau bapak ibu perasaangak bisa pilihnih, karena saya takut masuk nerakadibodohinitu ya,gakapa-apa karena itu panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibugak usah merasagak enak. Dalam nuraniengga bisa pilih Ahok.
Gasuka sama Ahok. Tapi, programnyagua kokterima,gua enggaenakdong amadia, utang budi, jangan. Kalau bapak ibu punya perasaanenggakenak, nanti mati pelan-pelan loh kena struk. Jadiengg….., bukanenggak. Ini semua hak bapak ibu sebagai warga DKI. Kebetulan saya gubernur mempunyai program ini. Ya tidak ada hubungannya dengan perasaan bapak ibu mau pilih siapa. Ya saya kira itu…”
Untuk menjawab pertanyaan ketiga ini maka kita tidak bisa terlepas dari pertanyaan dan jawabab pertama dan kedua. Salah satu kajian bahasa tentang pernyaataan tersebut di atas dilakukan oleh Yeyen Maryani – Peneliti Badan Bahasa Kemendikbud, selengkapnya dapat dibaca di Begini Kata Ahli Bahasa Soal ApakahAhok Menistakan Agama Terkait Al-Maidah 51
Dalam transkrip tersebut sama sekali tidak disebut tentang subjek yang oleh MUI difatwakan sebagai (menghina) ulama. Juga disebutkan dibohongin ‘pakai’ bukan dibohongin ‘oleh’ sehingga bila dikaitkan dengan pertanyaan dan jawaban pertama dan kedua mengandung interpretasinya adalah sebagai berikut : ada orang-orang yang menggunakan/mempolitisir ayat tersebut seolah-olah sudah mutlak bahwa yang dimaksudkan Al-Maidah 51 adalah larangan memilih pemimpin dari kalangan non muslim. Jadi menurut saya tidak ada unsur menghina Al-Quran dan/atau Ulama.
Lagi-lagi, menurut saya keluarnya pernyataan Ahok tersebut bukan dilandasi oleh suatu keinginan atau rencana menistakan atau menghina agama tetapi lebih kepada ungkapan alam bawah sadar karena ada orang-orang yang menggunakan tafsiran yang debatable tersebut untuk menghambat dirinya maju pada Pilgub DKI 2017.
Ditinjau dari sisi hukum, berdasarkan hasil gelar perkara menurut salah seorang peserta yang enggan disebut namanya, bahwa dalam gelar perkara tersebut ahli pidana memperingatkan bahwa penyelidik harus membuktikan mens area (niat jahat) dalam pernyataan Ahok jika kasus ini dinaikkan ke penyelidikan. (Dikutip dari Ahok Bisa Lolos dari Jerat Penistaan Agama, Ini Sebabnya).
Menurut pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, fatwa MUI merupakan rujukan bagi umat Islam dalam menjalankan hidup. Namun, fatwa tidak berlaku dalam hukum positif Indonesia. Tidak ada satu pun aturan Indonesia memasukkan posisi fatwa. Dikutip dari Wajah Lain MUI Hadapi Kasus Ahok
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, masih pantas/relevankahkah menduga atau mendakwa Ahok menistakan agama ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H