****
Sepi. Kamis sepi. Hari ini Aurora sebenarnya ada jadwal kuliah jam ke-7 atau pukul 13.10, tapi karena ada jadwal yang penting kali ini ia bolos kuliah. Pukul 09.00. ia merapikan kamar VIP nya –yang sebenarnya kamar tamu depan TV bercampur garasi sepeda dan motor. Hehehe. Ia bergegas untuk berangkat ke kampus untuk melaksanakan jadwal pentingnya. Semuanya sudah siap.
Setibanya di kampus semua rombongan sudah siap berangkat. Tidak mau menunggu lebih lama, Kiki selaku Penanggung Jawab mengajak rombongan untuk berdoa dan segera berangkat.
Desa Bajulmati. Perjalanan yang melelahkan. Rombongan beristirahat sejenak lalu segera menjalankan tugas. Untuk kaum hawa memasak, dan kaum adam yang bercengkerama dengan pemilik rumah. Mereka disini bukan untuk berlibur, tapi untuk sedikti mengabdi. Di desa yang bisa dikatakan pelosok. Jangan harap ada signal HP disana.
Matahari yang menyengat sebenarnya ingn memberi semangat kepada rombongn Aurora. Namun, karena rombongan Aurora yang biasanya berada di bawah AC dan tempat sejuk di kota tidak memahami akan hal ini. Auora mendapat tugas untuk mengambil data di salah satu TK dan SD bimbingan Lembaga Pendidikan di desa tersebut.
“kakak,, kakak,,” setibanya di SD tim Aurora disambut ceria oleh anak-anak tak berdosa yang dengan semangat membara untuk mendapatka pendidikan. Ia tersenyum memeluk anak-anak sambil menahan tangis. Mulutnya bungkam. “Ya Alloh, dengan keadaan se-terbatas ini mereka masih semangat untuk mencari ilmu”. Bisik hatinya. Tak ingin menampakkan iba, dan juga merasa malu ia menahan air matanya yang sebenarnya sudah membendung di pelupuk mata.
Sekolah yang memiliki tiga kelas. Satu untuk TK dan dua untuk SD. Benar-benar anak ajaib. Mereka kerja bakti bersama. Membersihkan rumput-rumput liar di lapangan sekolahnya. Bercengkerama. Bermain. Melompat-lompat. Berlari-lari. Benar-benar hanya ada senyum di wajah mereka. Dengan keadaan terbatas ini, jangan menganggap kemampuan ereka dibawah rata-rata. Mereka lebih mampu dibandingkan anak-anak kota. Di usia yang belia dan dengan fasilitas seadanya mereka belajar ambil bermain. Apapun yang dapat digunakan untuk belajar mereka gunakan. Daun kering, batu-batuan, pasir, kertas bekas, dan lain sebagainya. Sangat mengagumkan ketika tidak senganja salah satu adik tingkat Aurora bertanya pada anak-anak apa warna dari kertas origami. Mereka serempak menjawab blue. Mereka pandai berbahasa inggris. Mampu menangkap apa yang Aurora dan kawan-kawan sampaikan saat itu. Mereka semangat dan tidak memilki kesedihan sedikitpun.
Setelah lama mereka belajar dan bermain saatnya untuk bernyanyi. Terlihat sangat kompak. Tidak ada yang merasa paling pandai dan paling bodoh disana. Semuanya memiliki kilau masing-masing. Mereka semua adalah mutiara. Mutiara dengan kilaunya yang mempesona. Terik matahri, tempat dan fasilitas yang terbatas, seakan saat itu sirna begitu saja. Sampai akhirnya, Aurora dan kawan-kawan harus berpamitan. Mereka berfoto bersama. Bersalaman. Memberikan kue. Siang itu benar-benar siang yang sangat hangat. Mereka melambaikan tangan sambil tertawa ceria. Sampai jumpa lagi mutiara-mutiara kecil.
Sesampainya di camp Lembaga Pendidikan, Aurora terdiam. Ia menemukan sesuatu yang membuatnya takjub. Kertas putih yang sudah kusam terlentang di dinding. Dengan goresan tangan yang jelas bertuliskan “Sekolah boleh Libur, tapi Belajar Tidak Boleh Libur”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H