Mohon tunggu...
Sarwo Edhi Ubit
Sarwo Edhi Ubit Mohon Tunggu... Administrasi - PNS muda

Seorang insinyur muda dan pemerhati sosial.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jabatan Fungsional (Jabfung) Yang Tidak Profesional

29 Oktober 2021   22:05 Diperbarui: 29 Oktober 2021   22:16 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti Diklat Pengangkatan Jabatan Fungsional Teknik Tata Bangunan dan Perumahan (TBP). Setelah 3 tahun setelah pengangkatan baru kali saya disadarkan bahawa saya harus mengajukan angka kredit PAK. Betapa panik saya harus mengumpulkan berkas begitu banyak yang tercecer untuk disana-sini. Nilai PAK saya dianggap sedikit padahal ada 1 dokumen yang prosesnya dilakukan selama 2 tahun. Tapi dianggap seakan-akan saya bekerja sama dengan 1 dokumen yang bisa diselesaikan 1 hari.

Akibat peristiwa itu saya kembali mengulang ingatan perihal betapa paradoksnya jabatan fungsional. Ketika diklat itu saya mencoba menggali bagaimana teman-teman saya itu bisa mendapatkan nilai DUPAK yang banyak itu. Ternyata, yang mereka lakukan kebanyakan mengakali. Kadang-kadang yang diajukan kebanyakan mengakali, bahkan memanipulasi.

Jabfung Yang Tidak Profesional

Jabatan fungsional sering digembor-gemborkan sebagai jabatan yang mengedepankan profesionalitas. Saya sering diberi umpama bahwa dalam sebuah Rumah Sakit butuh Dokter-dokter terampil. Sepakat kita akan hal itu, tapi apakah pelaksanaan mudah? mari kita bedah.

1. Peraturan Yang Tidak Mutakhir

Kementerian PAN-RB sibuk meminta ASN lebih profesional, namun peraturan jabfung saya (TBP) masih menggunakan peraturan Tahun 1999 yang mana banyak istilah-istilahnya sudah tidak dipakai lagi. Bahkan banyak yang konyol. Misal item Audit Struktur, Analisa Struktur tidak ada namun pengujian tanah ada. Konon katanya akan ada peraturan baru  yang lebih sesuai zaman. Tapi dibalik itu, peraturan dibahas sudah bertahun-tahun. Nah bagaimana ini KemenPAN-RB, jangan hanya menyuruh ASN profesional bla ble blo tapi dianya juga lamban.

2.  Terlalu Fleksible

Dari butir-butir unsur dan subunsur yang bahasanya sulit dimengerti itu, saya melihat kecendurangan terlalu fleksibel. Ini mungkin menggembirakan teman-teman yang mana jabfungnya tidak terlalu teknis. Tapi akibatnya jabfung semakin kabur esensinya. Padahal keberadaan jabfung penting untuk mendapatkan kebijakan dan masukan yang tepat. Contoh, di TBP ada perencanaan pembiayaan (bukan RAB) tapi anehnya manajemen proyek tidak ada. Di dalam peraturan baru fleksibilitas ini untuk menampung aspirasi teman2 yang di non teknis tapi akibatnya jabfung ini semakin tidak jelas spesialisasinya. Misalnya seseorang hanya fokus di satu aspek TBP tapi tidak berhubungan dengan teknis, maka posisi jabfungnya menipu. Misalnya kerjaannya hanya urusan pengadaan tanah, maka sebenarnya dia bukan keahlian bangunan dan perumahan.

3. Menimbulkan birokratisasi baru

Ini terjadi karena demi mendapat nilai PAK yang besar, mereka akan membuat-mebuat kegiatan, pengawasan-pengawasan baru, aturan-aturan izin baru dan pedoman teknis/standar teknis yang semakin saja.

4. Jabfung Tidak Sesuai Kebutuhan

Saya bekerja di pusat melihat kebutuhan jabfung tidak terlalu banyak. Karena kita sifatnya pembuat kebijakan, strategi dan penganggaran. Memang bisa, cuma peluang menimbun DUPAK yang banyak tidak terlalu. Apalagi setelah desentralisasi, dimana hampir di pusat tidak ada lagi satker pelaksana (fisik) maka kebutuhan jabfung sedikit kecuali pengelola teknis.

5. Jenis Jabfung Perlu diperbanyak dan Bisa Ganda

Daftar Jabfung tidak sebanyak jenis Tenaga Ahli. Padahal pada praktiknya kebutuhan spesialisasi bukan hanya sifatnya teknis. Mengelola anggaran itu selain skill hhitung-hitungan tapi juga perlu pengetahuan peraturan-peraturan keuangan, aplikasi-aplikasi akutansi dll. Di Satker perlu manajer proyek, bukan manajer proyek satu pekerjaan tapi banyak pekerjaan. Ini tidak ditemukan di TBP. Kita butuh juga keahlian masalah pengadaan tanah, masalah aset/BMN dll.

6. Kecenderungan Memilih Pekerjaan

ASN pada akhirnya akan memilih pekerjaan-pekerjaan yang nilai poinnya besar. Itu karena indikator outputnya yang tidak proporsional

Kecurangan Usulan PAK

Kecurangan dalam pengajuan DUPAK justru mencederai niat baik jabfung. Kecurangannya berupa SPT bohong, mengupload kerjaan konsultan padahal dia tidak pernah terlibat, mengklaim pekerjaan anak buah yang dia sendiri tidak terlibat sama sekali dan banyak lagi. Inilah cara PNS terlalu fokus pada nilai DUPAK bukan tujuan dan aspek moral utama kenapa jabfung itu ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun