Terdapat Empat Komisioner KPU menggelar rapat internal pimpinan, yang dilaksanakan di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 13 September 2016. KPU tengah menyelesaikan harmonisasi Peraturan KPU (PKPU) yang sebelumnya telah disepakati bersama DPR dan pemerintah, yang mana menghasilkan bahwa mulai Pilkada Februari nanti, terpidana percobaan diperbolehkan ikut maju menjadi calon kepala daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy berpendapat, yakni ada calon yang terkena pidana ringan atau yang tak disengaja, tapi ikut terganjal aturan yang melarang terpidana tersebut maju dalam perebutan kursi Kepala Daerah. Seperti contoh, pidana lalu lintas dan pidana denda, “Apakah harus kehilangan haknya dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah?," ujar Lukman.
Dengan adanya rapat ini, KPU mau tidak mau harus melaksanakan keputusan rapat dengan DPR sebelum Undang-Undang Pilkada direvisi, Rapat konsultasi dengan DPR tidak bersifat mengikat. Namun, setelah Undang-Undang tersebut direvisi, keputusan DPR ini akan mengikat. Ketua KPU, Juri Ardiantoro menyatakan bahwa, "KPU berpegang pada pasal 9 huruf A UU Nomor 10 tahun 2016 (berkaitan tentang Pilkada), bila keputusan ini akan mengikat," ucap Juri. Sehingga keputusan ini harus dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU).
Juri menjelaskan bahwa awalnya KPU sudah membuat PKPU bahwa semua terpidana apapun jenis pidananya, dilarang ikut dalam Pilkada. Hal ini berkaitan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang nomor 8 tahun 2015, tentang Pilkada yang menyebutkan, calon kepala daerah harus memenuhi syarat tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap. "KPU merasa pasal itu tidak multitafsir, sehingga KPU merumuskan bahwa apapun jenis pidananya, dia tak memenuhi syarat," kata Juri.
Maksud Juri dalam kata “Multitafsir” yakni, selalu menuai perdebatan. Banyak tafsir atau arti sehingga membingungkan, dan terdapat penyampaian yang belum sinkron ataupun masuk akal. Adapun, Revisi Peraturan KPU tentang pencalonan terpidana hukuman percobaan yang akan maju ke pilkada telah menuai kontroversi. Diantaranya, Ahmad Hanafi dari Koalisi Pilkada Bersih mengatakan, usulan sejumlah anggota Komisi II DPR ini mengagetkan dan melecehkan akal sehat. “Hal ini bertentangan dengan keinginan publik agar pilkada diikuti para kontestan calon kepala daerah yang bersih dari berbagai persoalan hukum,” ujar Ahmad Hanafi.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa pemerintah sejak awal menginginkan agar kepala daerah itu jujur, bersih dan tidak tersangkut hukum. Tjahjo mempertimbangkan yakni adanya kekhawatiran akan muncul calon kepala daerah yang tak sengaja terlibat kecelakaan sehingga harus menjadi terpidana yang menjalani hukuman percobaan. Tjahjo juga telah menegaskan bahwa aturan terpidana percobaan yang dapat maju ke Pilkada sudah final. KPU tengah menyusun Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur mengenai hal tersebut.
Ketua DPP Partai Hanura, Miryam S Haryani juga mengkritisi wacana DPR mengenai pemilihan pilkada Februari mendatang. Menurut Miryam, wacana itu harus ditolak karena akan menciderai upaya membangun demokrasi yang bersih dan berintegritas di Indonesia. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukriyanto mengatakan bahwa ia sudah jelas menolak wacana DPR yang memberikan peluang kepada terpidana percobaan untuk mencalonkan diri dalam pilkada. Dan lebih lagi kepada terpidana korupsi. Didik menegaskan, dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, ditegaskan bahwa syarat calon kepala daerah bukan orang yang terpidana ataupun pernah terpidana.
Namun, pada sisi lain Arteria mengaku heran dengan keinginan pemerintah atas aturan ini yang disebutnya melawan logika akal sehat. Yang mana, Arteria berkata dilakukannnya dengan alasan HAM. Anggota Komisi II DPR, Arteria Dahlan mengakui pihaknya tengah mengumpulkan bukti-bukti terkait adanya wacana DPR yang memberikan peluang kepada terpidana percobaan untuk mencalonkan diri dalam pilkada.
Meski begitu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tidak mau untuk mengungkapkan siapa oknum DPR yang dimaksud tersebut. Saat disinggung oknum yang dimaksud adalah Ketua Komisi II, Rambe Kamaruzaman, Arteria menjawab tidak tahu. Namun dia memastikan laporan itu akan dibuat setelah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) itu sudah ketok palu. Arteria mengaku akan mempolisikan semua oknum yang terlibat. Menurutnya, sikap oknum seperti ini dianggap sebagai mafia demokrasi. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz sebagai salah satu anggota koalisi menyebutkan wacana tersebut harus ditolak karena terdapat tiga alasan, Alasan pertama, terpidana yang sedang dalam masa percobaan dianggap tidak memenuhi syarat formal sebagai calon kepala daerah.
Syarat itu diatur dalam PKPU nomor 5 tahun 2016 tentang Pencalonan yakni Pasal 4 Ayat 1 huruf (f), yakni sedang berstatus sebagai terpidana dan secara otomatis yang bersangkutan tidak berkelakuan baik. Kedua, atas putusan pengadilan yang menyatakan seseorang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding atau kasasi maka dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Masykurudin melalui keterangan tertulis, 29 Agustus 2016. Ketiga, pencalonan terpidana hukuman percobaan dalam Pilkada menciderai upaya membangun demokrasi yang bersih dan berintegritas.
Menurut saya, dengan adanya rapat internal pimpinan, yang mana terpidana percobaan diperbolehkan ikut maju menjadi calon kepala daerah pada pilkada Februari mendatang menunjukkan bahwa Indonesia tidak ada komitmen untuk pemberantasan korupsi di Negeri kita sendiri, Karena pilkada adalah sebagai momentum rakyat dalam memilih pemimpin di suatu daerah. Hal penting yang harus dipastikan adalah integritas dari calon pemimpin tersebut. Indonesia butuh pemimpin yang bersih dan jujur untuk bisa menggerakkan perbaikan tata kelola pemerintahan di daerah mereka yang masih rawan korupsi. Seperti kita ketahui, banyak sekali bermunculan kasus korupsi yang berada di daerah-daerah Indonesia, maka dari itu, kurangilah calon pemimpin yang hebat namun korupsi, dan perbanyaklah pemimpin yang bersih, jujur, dan terhindar dari korupsi.
Referensi :
Selasa, 30 Agustus 2016 | 06:45 WIB
Selasa, 13 September 2016 - 13:42 WIB
Selasa, 13 September 2016 - 14:22 WIB
Selasa, 13 September 2016 - 16:21 WIB
https://beritagar.id/artikel/berita/dpr-buka-kesempatan-terpidana-percobaan-ikut-pilkada
Rabu , 14 September 2016
Rabu, 14 September 2016 - 20:36 WIB
Data Diri :
Nama : Sartika Dwi Rahayu Edi Putri
NIM : 07031381520074
Jurusan : Ilmu Komunikasi (A)
Kampus : Universitas Sriwijaya Bukit, Palembang
Mata Kuliah : Komunikasi Politik
Dosen Pembimbing : Nur Aslamiah Supli, BIAM, MSc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H