Saya percaya, sebuah keberhasilan diraih tidak dengan cara yang mudah. Saya juga sepakat pada peribahasa ''bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'', meski dalam kenyataan, sering ada yang telah ''bersakit-sakit tak sempat bersenang-senang karena mati kemudian''. Saya juga percaya, tak ada yang jatuh secara gratis dari langit.
Kalau Anda menemukan uang logam seribu rupiah, pasti itu tidak berasal dari anak-anak jin yang main lempar-lemparan koin di antara awan. Kalau pun mereka senang main lempar koin, saya tak yakin mereka doyan uang logam rupiah yang kursnya paling kecil di Asia Tenggara. Apalagi kalau mereka doyan rupiah, wah gawat, bisa-bisa jatah uang kita mereka ambil, dan kalau itu terjadi, pasti kita kesulitan meminta KPK beraksi. Hahaha. Sebab, uang yang Anda temukan itu pasti terjatuh atau sengaja dijatuhkan seseorang.
Ya, sekian lama saya yakin, kesuksesan tak bisa dicapai dengan cara iseng. Kita harus berusaha keras, diiringi berdoa khusyuk. Dan kalau segala ikhtiar dikerahkan dan doa segala doa sudah dipanjatkan tetap saja kita belum sukses, agama menyarankan kita untuk pasrah, sembari bolehlah mengharapkan keberuntungan.
Keberuntungan? Ya, kadang ia mengikuti kisah kesuksesan seseorang. Ia bisa nyamperin siapa pun. Tapi hanya berharap keberuntungan saja bukan pilihan bijak. Apalagi itu hak prerogatif Tuhan untuk diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Bahkan, di kalangan pejudi, keberuntungan umumnya hanya milik pemula. Beginner's luck. Selebihnya, mereka lebih mengandalkan kemampuan dan mentalitas seorang pejudi untuk mengalahkan bandar. Kalau Anda tak punya mentalitas pejudi, lalu iseng-iseng main black jack di Las Vegas, dan menang, saya tak yakin Anda akan terus-terusan menang.
***
JADI, sampai hari ini, saya masih percaya, kesuksesan tak bisa diraih dengan cara iseng. Bahkan, ketika beberapa bulan lalu dan berulang pekan lalu, nama Sinta-Jojo dan ''Keong Racun'' ramai dibicarakan dan jadi trending topic Twitter, diikuti tawaran demi tawaran untuk kedua gadis itu, saya masih tetap pada konsepsi yang saya percayai. Itu akan tetap berlaku andai suatu hari Sinta-Jojo benar-benar jadi duet maut penyanyi yang tak hanya mengandalkan lip-sync doang.
Benar, keduanya mengaku iseng bikin lip-sync lagu ''Keong Racun'' lewat webcam dan secara iseng pula mengunggahnya ke YouTube. Dari semata keisengan itu keduanya menangguk sukses. Tak hanya popularitas, tapi guyuran uang siap masuk rekening mereka. Mau bukti? Ada berita yang menyebutkan bahwa mereka sudah menjalani sesi pemotretan untuk sebuah majalah.
Sinta-Jojo tak perlu susah-susah ikut Indonesia Mencari Bakat, atau Idol-idolan, atau KDI, atau apa pun. Cukup main lip-sync, lalu sesame terbukalah jalan keselebritisan.
Nah, karena tak mau menganggap popularitas (bisa diartikan sebagai kesuksesan) Sinta-Jojo berasal dari keisengan mereka, saya lebih suka menyebut mereka lagi dikaruniai keberuntungan. Sekali lagi, keberuntungan itu hak prerogatif Tuhan, dan mungkin kali ini tengah diberikan kepada mereka.
Anda boleh tak setuju dengan anggapan itu. Tapi setidaknya mereka lebih beruntung ketimbang dua penyanyi China, Yin Youcan dan Fang Ziyuan, yang ketahuan lip-sync saat konser di Provinsi Sichuan pada September 2009. Aksi mereka itu didenda 80 ribu yuan atau sekitar Rp 110 juta. Alih-alih kena ''denda'', Sinta-Jojo mereka malah dapat puja-puja.
Ya, keduanya juga lebih beruntung ketimbang Momoy Palaboy yang muncul duluan. Dua pemuda kocak itu sudah mengunggah video lip-sync lagu-lagu telenovela, tapi reaksinya tak seheboh ''Keong Racun''. Juga bukan keberuntungan milik Lissa, penyanyi asli lagu ''Keong Racun'', atau penciptanya, Kang Abuy, yang mungkin hanya populer di kalangan pencinta dangdut techno.
Karena tak setiap orang bisa mendapat keberuntungan, saya tetap mengucap selamat untuk Sinta-Jojo. Meski begitu, yakinlah, untuk bisa sepopuler kedua gadis itu, Anda tak bisa melulu bermodal keisengan. Alih-alih ''keberuntungan'', mungkin Anda malah dapat ''kebuntungan''. Kalau Anda mau bikin video nyanyi secara lip-sync dan diunggah ke situs-situs jejaring sosial sih boleh-boleh saja. Mumpung MUI belum mengharamkan lip-sync . Tapi kalau tidak populer, ya jangan kecewa. Siapa tahu keberuntungan Anda bukan jualan lip-sync melainkan lipstik, asal tidak kebnyakan umbar lip service, lho. Hihihi.... (*)
Epilude, Suara Merdeka, 1 Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H