Mohon tunggu...
Saro Jentak
Saro Jentak Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Belajar adalah kebutuhan , mengajar merupakan pengabdian.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagi, Buku Pelajaran SD Tak Mendidik Beredar di Sekolah

10 Juli 2013   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:45 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku pelajaran tak layak pakai karena berisi materi yang tak mendidik kembali menggegerkan dunia pendidikan di Indonesia. Setelah buku pelajaran atau LKS berisi konten tak mendidik seperti kasus buku SD yang berisi cerita “Istri Simpanan” di DKI Jakarta awal tahun 2012; kasus LKS bahasa Jawa SD yang berisi resep awet muda karena memakai narkoba dan suka mabuk yang heboh di Kudus akhir 2012; atau Buku Ensiklopedia yang memuat gambar berbau porno di Kolaka Sulawesi Tenggara Desember 2012, kini kasus serupa terulang kembali.
Kali ini buku pelajaran yang berisi materi yang tak senonoh ditemukan di SDN Polisi 4 Bogor. Hal ini pertama kali dilaporkan oleh orang tua siswa yang anaknya menanyakan materi pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 6 terbitan CV Graphia Buana halaman 55-60 yang berjudul "Anak Gembala dan Induk Serigala". Cerita itu menggambarkan seorang pekerja seks yang sedang beraksi di sebuah warung remang-remang. Tentu saja dalam ceritanya banyak terlontar kata-kata dan kalimat yang tak pantas dan layak dibaca oleh anak-anak usia sekolah dasar.
Mengapa peristiwa ini terulang dan terulang kembali. Mengapa kita tak belajar dari kesalahan yang lalu?
Seharusnya pihak-pihak terkait dengan penerbitan dan peredaran buku pelajaran lebih berhati-hati sebelum memutuskan apakah sebuah buku digunakan menjadi buku pelajaran di sekolah. Fungsi pengawasan harus lebih ketat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurusi pendidikan seharusnya tidak membiarkan buku-buku pelajaran tidak mendidik seperti ini beredar. Pihak penerbit pun harusnya jangan hanya mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan konten buku yang diterbitkannya. Pihak sekolah, terutama guru, juga harusnya lebih selektif dalam memilih buku pelajaran yang akan digunakan dengan memeriksa terlebih dahulu buku pelajaran itu apakah layak atau tidak untuk digunakan. Terakhir, orang tua siswa juga membiasakan diri untuk membaca buku pelajaran anaknya agar dapat memantau anak memperoleh pendidikan yang baik di sekolah.
Semoga ini adalah peristiwa terakhir. Mari belajar dari kesalahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun