Mohon tunggu...
sarmini Dr
sarmini Dr Mohon Tunggu... Dosen - Terus belajar dan tebar manfaat

Seorang yang akan terus belajar dan tebar manfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Darurat Kekerasan Pada Anak, Siapa yang Bertanggungjawab?

27 Juli 2022   20:54 Diperbarui: 27 Juli 2022   21:07 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Dr. Sarmini

Pada Sabtu tanggal 23 Juli 2022  lalu kita memperingati Hari Anak Nasional 2022. Tetapi mirisnya yang harusnya diwarnai cerita tentang prestasi, akhlaq mulia, kemajuan Pendidikan, atau segala tentang keceriaan anak tetapi ternyata  maraknya kasus kekerasan dan perundungan terhadap anak mencoreng catatan Hari Anak Nasional.

Bagaimana kita sangat prihatin dengan pemberitaan di media bahwa banyaknya kasus bullying, perundungan pada anak, kekerasan baik fisik, psikis ataupun seksual. Bahkan ada anak yang  di lapas meninggal karena disiksa teman satu sel nya, bahkan di berita lain ada  anak diduga depresi berat karena dirundung teman sebayanya.

Seharusnya setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Itu adalah bunyi pasal 1, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perindungan Anak

Dilansir TEMPO.CO, Jakarta, KPAI Ungkap Ada 12 Kasus Kekerasan Seksual Anak Sepanjang Januari-Juli 2022. Dari Januari-Juli tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 (25 persen) sekolah dalam wilayah kewenangan Kemendikbudristek dan 9 (75 persen) satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Dari 12 kasus itu, sebanyak 31 persen kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki dan 69 persen anak perempuan.

Berdasarkan jenjang pendidikan, kasus kekerasan terjadi dijenjang SD sebanyak 2 kasus, jenjang SMP sebanyak 1 kasus, pondok pesantren 5 kasus, madrasah tempat mengaji/tempat ibadah 3 kasus; dan 1 tempat kursus musik bagi anak usia TK dan SD. "Rentang usia korban antara 5-17 tahun."

Maka kondisi seperti ini masuk pada darurat kekerasan anak. Bagaimana tidak ? Bahkan pada beberapa kasus pelaku kekerasan tersebut pelakunya adalah orang-orang terdekat, seperti orang tua, saudara kandung, tetangga, kerabat, teman sepermainan, bahkan guru. Di mana orang -orang tersebutlah yang harusnya melindungi anak . Bagaimana bila anak sudah tidak aman bersama orang-orang terdekatnya ?

Maka apa bila kekarasan tersebut dilakukan oleh orang terdekatnya, masuk pada UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perindungan Anak khususnya Pasal 13, yaitu  (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Kondisi seperti ini sudah selayaknya kita, guru dan orang tua harus jeli dan mampu memitigasi serta menelisik lebih awal  untuk melakukan deteksi Ketika  anak memiliki perubahan prilaku. Upaya peningkatan kapasitas terkait dengan deteksi awal penting juga sekaligus untuk membangun komunikasi intensif antara guru dan orang tua murid.

Perlakuan Salah terhadap Anak (Child Abuse) adalah kekerasan juga. Suatu tindak kekerasan disebut perlakuan salah terhadap anak jika dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan dekat dengan anak, seperti orangtua, kerabat, guru, pembina kelompok kegiatan, atau orang lebih tua lainnya yang punya hubungan dengan anak. Bentuknya juga bisa secara fisik, psikis, maupun juga seksual. Disebut perlakuan salah atau abuse karena pelaku menyalahgunakan kepercayaan anak kepada dirinya, kekuasaannya atas anak, dan atau posisinya yang lebih kuat terhadap anak secara fisik, mental, maupun sosial.

Akibat dari perlakuan yang salah dan kekerasan yang diterima anak, akan menjadi pengalaman buruk yang akan sulit terhapus dari ingatannya hingga kapanpun. Semua jenis kekerasan (fisik, psikis, seksual) memiliki dampak buruk terhadap keadaan emosi dan fungsi psikis anak, dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penulis merangkum dampak negative dari kekerasan terhadap anak  adalah :

  • Trauma seumur hidupnya
  • Merasa tidak punya harga diri lagi
  • Sulit mempercayai orang lain
  • Merasa tidak mempunyai masa depan
  • Menyalahkan diri sendiri bahkan membenci dirinya sendiri selam hidupnya
  • Tidak ada semangat dalam menjalani hidup
  • Lemah fisik dan mental
  • Lebih mudah jatuh kepada hal yang menyimpang
  • Apatis
  • Dan rentan mengalami masalah kejiwaan

Luar biasa miris, maka wajib semua pihak berusaha keras untuk meminimalisir terjadinya Kekerasan Terhadap Anak. Dan menjadikan pelakunya mendapatkan hukuman berat agar menjadi efek jera bagi pelaku.

Dan untuk hal ini adalah tanggung jawab kita semua, orang tua, keluarga, sekolah serta pemerintah pastinya. Menurut penulis ada beberapa hal yang harus dilakukan orang tua sebagai mitigasi terjadinya Kekerasan Terhadap Anak :

  • Menjaga komunikasi dengan anak secara harmonis dan terbuka
  • Menghargai anak dan mendengarkan keluhan-keluhan anak apabila anak mampu bercerita
  • Mendukung dan menjadi pendengar yang baik terhadap pendapat anak
  • Melindungi anak dari segala hal yang membuat anak tidak nyaman dan terancam baik secara psikis atau fisik
  • Memberikan hak anak secara utuh
  • Memperlakukan anak sesuai kebutuhan dan kematangan umurnya
  • Menciptakan suasana yang nyaman sehingga anak merasa aman dan nyaman
  • Mengedukasi anak hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
  • Menjelaskan anak bahwa perbuatan ada resikonya dengan Bahasa yang mudah dimengerti anak
  • Tidak memeberikan label negative kepada anak
  • Menerima anak dengan kelebihan dan kekurangannya tanpa membandingkannya dengan anak lain, walaupun saudara kandung sekalipun
  • Tidak menyentuh bagian pribadi dari tubuh anak, dengan memberi pengertian yang mudah diterima anak
  • Mengedukasi anak terbuka dalam komunikasi terhadap orang tua
  • Ikut terlibat dalam kegiatan anak di sekolah dan menjalin hubungan yang baik dengan guru
  • Memberikan Pendidikan agama yang cukup dan biasakan beribadah Bersama/ berjamaah

Maka kita sebagai orang tua, pendidik, masyarakat, serta negara harus memberikan perhatian lebih pada kondisi ini. Sehingga kasus-kasus yang terkait dengan kekerasan pada anak harus diselesaikan dan pelaku diberikan hukuman yang berat sehingga menjari efek jera yang efektif. Dan menjadikan hal tersebut tak terjadi lagi di kemudian hari. Perlu hukuman yang berat dan tegas dari penegak hukum agar generasi penerus bangsa terlepas dari kekerasan fisik, psikis ataupun seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun