Oleh Dr. Sarmini, S.Pd.,M.M.Pd
Setiap berbicara terkait media, selalu menarik karena melihat media sama saja meembuka jendela dan pintu rumah kita unrtuk melihat ke luar ada apa di sana. Apa yang terjadi, berita apa yang paling update, kehebohan apa yang berlaku, dan apa kata netizen, semua ada di media. Tinggal searching, klik, muncul semua informasi terkait apa yang akan kita ketahui. Sehingga muncul di otak kita, medialah yang menguasai dunia. Bahkan parahnya kita dapat menilai si A, si B, si C melalui media yang ada lewat akun si pemilik media tersebut. Akan tampak jelas apa kegiatan, bagaimana persepsi dalam melihat sesuatu, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mempresentasikan diri si pemilik akun.
Tapi apakah yang tersaji di media itu 100% sama dengan realita yang ada ? Apakah ada presentasi di media yang dikonstruksi sedemikian rupa sehingga desain tersebut muncul sebagai " konstruksi realita" yang akan disuguhkan kepada pengguna media ? Ya, banyak sekali hal terebut terjadi. Jadi ketika kita mengenal orang lewat media, tidak dapat kita berekspektasi terlalu tinggi padanya, karena tidak mungkin orang menuliskan keburukan atau kelemahan di akunnya. Mungkin si pemilik akun hanya membagikan bagaimana bahagianya dia, liburannya, kuliner, kebersamaan dengan keluarganya, kesuksesan karirnya, kegiatan-kegiatannya yang penuh dengan kemanfaatan untuk orang banyak dan sebagainya. Tetapi enggan untuk membagikan kesedihannya, kekurangannya dan kelemahannya di social media.
Intinya , bila ingin mengetahui kondisi dan situasi dunia saat ini sangat mudah.  Bahkan bangun tidurpun kita sudah dapat mengetahui segala macam informasi melalui Hand Phone berfasilitas internet. Media merupakan penguasa dunia saat ini. Dengan media, seseorang  akan mudah  menginformasikan  sesuatu dari persepsi penulis maka opini tersebutlah yang dibaca dan sampai kepada pembaca.
Sebuah peristiwa diketahui oleh masyarakat melalui banyak  media. Media merupakan fasilitas sampainya sebuah informasi pada pengguna berita tersebut. Berbeda dengan bila kita  menyaksikan dengan mata kita sendiri, mendengarkan dengan telinga kita sendiri dan terlebih mengalami sendiri. Maka tidak ada media sebagai fasilitator informasi, karena bersifat langsung. Namun begitu banyak dari informasi yang kita dapatkan dengan memebaca majalah, koran, internet, mendengarkan dan melihat berita dari televisi, mendengarkan radio, koran, majalah, melalui facebook, Instagram, tik tok, twitter dan masih banyak lagi media yang ada.
Media juga sangat lihai dari segala persepsi atau sudut pandang mana penulis menilai dan beropini terhadap sebuah jendela peristiwa. Politik, Industri, pariwisata, Pendidikan, Kesehatan, perdamaian dunia, dan segala yang diminati untuk diinformasikan kepada dunia melalui kacamata media, dalam hal ini penulis opini.
Karena seorang penulis di media mempunyai arumentasi kuat dari riset yang dilakukan untuk memperkuat pendapatnya tentang suatu hal/ masalah. Dengan media, pikiran oang dapat dikuasai melalui tulisan-tulisan yang kuat, yang persuasive, sehingga dapat menarik pembaca menjadi pengikut ide-ide dari penulis, atau paling tidak ikut "membenarkan" apa yang menjadi persepsi dari penulis. Sehingga tulisan-tulisan kita ditunggu-tunggu oleh pembaca. Bila sudah seperti ini maka, boleh dibilang seorang penulis dikatakan berhasil.
Begitu pentingnya media dalam era globalisasi ini rasanya kurang sah bila sehari saja kita tidak membaca berita. Validasi masyarakat terhadap tulisan di media juga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan begitu saja, sehingga keberpihakan masyarakat terhadap media menyatu dalam pola hidupnya.
Maka tidak heran bila Penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2021 diberikan kepada dua jurnalis yang terutama berjuang melawan propaganda politik yang dilancarkan pemerintahnya sendiri: Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry Muratov dari Rusia.
Terkadang pengguna media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Seluruh isi media tidak lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.