Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Bijak Sayang Anak

29 Agustus 2024   21:33 Diperbarui: 30 Agustus 2024   05:55 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hati bergetar membaca berita tentang aksi para kawula muda ber-demonstrasi di berbagai media beberapa hari lalu. Mereka anak muda yang ingin negeri ini lebih adil dan memberi kesempatan yang sama kepada semua warganya untuk meraih masa depan yang cerah. 

Keinginan yang pada dasarnya juga menjadi keinginan semua orang, menyongsong hidup bahagia. Semua punya cita-cita untuk hidup lebih baik dan semua ingin memiliki kesempatan yang sama untuk meraihnya. Demikianpun orang tua, ingin anak dan keturunannya punya peluang yang sama untuk bahagia, kalau bisa lebih bahagia dari orang tuanya. 

Di manapun, tidak ada orang tua yang ingin anak dan keturunannya hidup sengsara. Kalaupun orang tuanya hidup susah, dia tidak akan ingin anak keturunnya mengalami hidup lebih susah. Kalau orang tua sudah masuk kategori hidup enak, dia ingin anak keturunannya hidup jauh lebih enak. 

Kalau dia pegawai atau aparat, ingin anaknya nanti mencapai pangkat jauh lebih tinggi. Kalau dia pendidik, ingin agar anaknya mencapai jenjang pendidikan di atas orang tuanya. Kalau dia pejabat, akan menyiapkan jalan agar anaknya mampu meraih jabatan lebih tinggi atau menjabat lebih lama.   

Orang tua berusaha mewujudkan keinginannya itu sebagia bentuk rasa sayang pada anak. Berbagai cara pun ditempuh. Tetapi tampaknya dari waktu ke waktu, pengungkapan rasa sayang orang tua kepada anak kadang kebablasan dan tak terjangkau akal sehat.   

Tidak sedikit orang tua yang memberi anaknya sepeda motor atau mobil dan mengijinkannya mengendarai meski belum cukup umur. Tak peduli belum bisa memiliki SIM, yang penting anak bahagia dan gembira ria. 

Ada juga yang membelikan handphone edisi terbaru, baju model terakhir, sepatu bagus, uang saku yang banyak dan pemenuhan kebutuhan hidup yang jauh dari kesan susah. 

Bukan hanya itu, begitu sayangnya, tak seujung pun rambut anaknya boleh tersentuh apalagi terluka. Sudah beberapa kali diberitakan orang tua yang menuntut hingga ke ranah hukum gara-gara si anak dicubit guru. 

Anak memang buah hati, lumrah kalau orang tua sangat menyayangi. Di sisi lain, anak juga generasi yang akan melanjutkan perjuangan orang tua, keluarga, lingkungan, bangsa dan Negara. Selain memiliki masa depannya sendiri, anak juga adalah masa depan bangsa. Selayaknya orang tua menyayangi mereka secara bijak. 

Cara-cara bijak diperlukan karena bumi terus berputar dan zaman pun terus berubah. Apa yang dihadapi orang tua dulu berbeda dengan yang sekarang dihadapi anak dan berbeda pula dengan yang akan dihadapi anak di masa datang. Lain zaman lain pula tantangannya. 

Menyayangi anak dengan bijak bisa dengan membekali mereka persiapan supaya kuat dan tangguh menghadapi ujian dan tantangan hidup. Tantangan itu adalah persaingan. Bukan hanya bersaing dengan tetangga, kawan sekolah dan kota sebelah, tetapi juga dengan generasi muda Negara tetangga dan Negara-negara seberang benua. 

Persaingan global. Persaingan itu pasti tidak ringan dan seiring berjalannya waktu akan terus bertambah berat dan ketat. Pemenang persaingan hanya akan diraih oleh manusia yang unggul persis seperti kata C. R. Darwin, "the survival of the fittest". 

Setelah anak tangguh, unggul dan menang bersaing, mau beli atau menyewa jet pribadi untuk pergi ke luar negeri, silahkan saja asal itu hasil usaha sendiri. Negeri ini perlu generasi muda yang tangguh, unggul dan mandiri.   

Anak tangguh dan mandiri adalah anak yang ketika suatu malam sedang belajar tiba-tiba lampu mati, dia tidak kegirangan lalu pergi tidur, tetapi bangkit mencari lilin, menyalakannya kemudian meneruskan belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun