Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

PPN Naik, "Jimpitan" Jadi Katup Pengaman

27 Maret 2024   09:39 Diperbarui: 2 April 2024   03:08 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Maulana Surya via KOMPAS.com)

Apapun keputusan Pemerintah Pusat, cepat atau lambat, langsung atau tidak, pasti akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Demikian juga kenaikan PPN. Meskipun "cuma" naik dari 11% ke 12%, itu sudah cukup untuk menguji daya tahan masyarakat Ibukota hingga pelosok negeri. Tidak terkecuali daya tahan sebuah RT di salah satu kota di Jawa Tengah. 

Dihuni sekitar 89 Kepala Keluarga (KK) jika dibandingkan dengan luas area, RT ini masuk kategori padat. Tanda kepadatan lainnya terlihat dari sedikitnya halaman dan pekarangan di setiap rumah tinggal. Sisa yang sedikit itu hanya cukup untuk menanam beberapa batang bunga dan cabai rawit. 

Mata pencaharian warganya sangat beragam. Ada buruh kasar, tukang, pedagang, pengusaha, ASN, guru, karyawan swasta, aparat, pensiunan, sopir dan tentu saja pelajar dan mahasiswa. Beranekanya pekerjaan tergambar juga pada bervariasinya penghasilan warga. 

Di lingkungan ini, tidak ada konglomerat dan pengusaha besar, juga tidak ada pejabat tinggi dan tuan tanah atau petani besar. Wajar, masyarakat di sini masuk golongan berpenghasilan kecil hingga lumayan saja dengan kesenjangan yang tidak terlalu lebar. 

Beberapa warga menggantungkan penghasilan sepenuhnya dari upah hasil kerjanya sehari-hari. Besar kecilnya tergantung pada seberapa keras mereka berusaha, seberapa banyak keringat terkucur dan seberapa laku dagangannya. 

Tapi ada juga, meski tidak banyak, warga yang mampu memiliki usaha yang mampu mempekerjakan dan memberi upah para pekerjanya. Itu adalah bengkel mobil dan pengusaha penampung barang rongsok. 

Bengkel mobil, satu-satunya bengkel di sana, meskipun tidak selalu ramai, tetapi mampu menghidupi diri sendiri dan beberapa orang teknisinya. Bengkel ini bahkan menjadi tempat magang dan praktik lapangan murid-murid Sekolah Menengah Kejuruan dari wilayah sekitarnya. Sebuah bukti bengkel di RT ini cukup dikenal dan memiliki reputasi baik. 

Pengusaha penampung barang rongsok terletak tidak jauh dari bengkel. Usahanya tidak pernah kelihatan sepi. Gudangnya tidak pernah kosong dari berbagai macam barang rongsok. Selalu ada barang yang masuk, ada yang dipikul, diangkut gerobak atau mobil kecil dari berbagai penjuru tempat. 

Bersamaan dengan, itu kendaraan besar, truk, bergiliran membawa keluar barang rongsok yang sudah disortir menuju penampung berikutnya atau ke pengolah untuk didaur ulang. Meskipun "hanya" penampung rongsok, tetapi pengusaha ini tampak makmur dan menjadi sumber penghidupan bagi warga lain. 

Keberadaan usaha rongsok tidak membuat lingkungan menjadi kotor. Ada beberapa warga yang menyediakan jasa sapu bersih sampah. Warga bisa berlangganan atau dipersilahkan mengurus sampahnya sendiri. 

Kehidupan semakin lengkap oleh adanya beberapa warung sayur dan penjual mi ayam keliling. Warung sayur menjadi tempat belanja bahan makan sehari-hari. Pemilik warung dan warga yang berbelanja dan hidup berdampingan saling mencukupi dan saling menghidupi. 

Pergaulan dan hubungan antar warga sejauh ini serasi, harmonis, saling sapa dan sesekali saling kunjung. Pertemuan warga diadakan sebulan sekali di rumah warga secara bergantian sekaligus menjadi ajang silaturahmi. Di pertemuan inilah dibahas berbagai hal menyangkut kepentingan, hak serta kewajiban warga. 

Keguyuban juga terbangun di pos kamling, tempat berkumpulnya warga saat mendapat giliran ronda malam. Setiap KK mendapat giliran ronda sekali dalam seminggu. Selain menjaga keamanan, petugas ronda keliling dari rumah ke rumah memungut jimpitan. Besarnya disepakati bersama dan tidak terlalu memberatkan. 

Jimpitan inilah sumber dana utama untuk semua kegiatan RT. Dari dana jimpitan yang terkumpul warga bisa merayakan hari-hari besar, tahun baru dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Karenanya, bisa dikatakan RT ini tidak pernah sepi dari perayaan hari besar nasional maupun hari besar agama. 

Bahkan dari jimpitan ini, kelengkapan olahraga pun mampu diadakan. Jika ada kekurangan dana, warga yang lebih mampu dengan suka hati mengulurkan tangan. Mereka, warga, memilih berswadaya ketimbang membuat proposal dan meminta sumbangan ke sana-ke mari. 

Jimpitan yang terkumpul membuat detak jantung dan nadi kehidupan RT terjaga dinamikanya. Bahkan yang  masuk kriteria miskin dan berhak menerima bansos pun tetap dengan rela hati setor jimpitan. 

Suka hati, sukarela dan tidak ada yang berkeberatan karena manfaat dari jimpitan pun mereka rasakan. Warga percaya tidak akan ada kebocoran. Ketika rasa percaya sudah tertanam, kelola dana pun menjadi aman. Jimpitan menjadi katup yang bisa dibuka kapan saja ketika warga ingin pelesiran, hiburan dan sedikit bersenang-senang. 

Bersenang-senang diperlukan warga di RT ini yang kenyang dengan cobaan dan tempaan jaman. Tempaan datang saat harga-harga kebutuhan hidup dan PPN naik yang tak kuasa dihindari. Tempaan yang malah membuat mereka semakin kenyal dan cepat menyesuaikan diri dengan keadaan, seberat apa pun. 

Bersenang-senang sekedar untuk membuat hati senang membuat badan makin kuat dan  hidup bertambah mandiri. Badan memang harus sehat dan kuat supaya tetap terus mampu mengisi jimpitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun