Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kita Butuh Pos Silaturahmi Bukan Poskamling

11 September 2023   20:53 Diperbarui: 17 September 2023   19:07 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Poskamling, Pos Siskamling. (Foto: bangka.tribunnews.com/riki pratama via bangka.tribunnews.com)

Dalam hitungan bulan, Pemilu akan segera datang. Kinilah saatnya mulai berhati-hati dan waspada terhadap kemungkinan terjadinya persekusi, intimidasi, provokasi, agitasi, gontok-gontokan dan segala macam gejala munculnya ketidaknyamanan suasana di sekeliling kita. 

Ketidaknyamanan seperti itu bagi sebagian orang bisa jadi hanya dianggap sebagai keramaian biasa, tetapi bagi sebagian lain bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan mengancam keamanan jiwa. 

Dalam perumpamaan lain, keramaian menjelang Pemilu bisa dilihat sebagai sekedar sepercik kembang api yang menghiasi gelapnya langit malam. Tetapi di lain sisi bisa dilihat seperti nyalanya bara api dalam sekam yang berpotensi membakar ketentraman dan kenyamanan. 

Lebih lagi, Pemilu 14 Februari 2024 nanti menjadi arena pesta demokrasi lima-tahunan untuk memilih secara serentak Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, Anggota DPD dan Anggota Legislatif dari Pusat hingga Daerah. 

Hanya beberapa bulan setelah itu, 27 November, diselenggarakan Pilkada untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota serempak di seluruh daerah. 

Terbayang ramainya. Ada belasan partai politik yang akan berlaga mengantar para calonnya untuk dipilih. Karena ini hanya terjadi lima tahun sekali, mereka tentu akan berpikir, terpilih sekarang atau tidak sama sekali. Kemudian akan habis-habisan pula berkampanye bahwa dirinyalah yang terbaik dan paling sesuai untuk dipilih. 

Seperti apapun ramainya, rakyat berharap pada saatnya nanti, siapapun yang terpilih dia berhati tulus ingin mewujudkan cita-cita bangsa. 

Cita-cita itu tercantum dalam Pembukaan UUD 45, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Hanya saja jalan mencapai cita-cita memang mahal dan terjal. Mahal, anggaran untuk memilih para pengendali Negara melalui Pemilu saja lebih dari Rp37 T. 

Jumlah yang tidak sedikit. Terjal, karena memilih yang terbaik juga tidak mudah. Harus bergelut dulu dengan tajamnya perbedaan dan mengasah kejelian mata-hati untuk membedakan mana calon yang bermutu dan mana yang dungu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun