"Kali ini aku tidak akan menangis. Tidak akan setetes pun air mata kubiarkan keluar meninggalkan mataku. Sudah terlalu berumur untuk menangisi urusan picisan seperti ini...", begitu tekad hati Kamila setelah membaca pesan dari Fadhil.Â
Kamila agak emosi, terbawa perasaan: "Terlalu...!! Namamu Fadhil tetapi kamu berperilaku kurang adil...".Â
Kamila yang biasa ngudarasa perasaannya dengan melakukan monolog dalam dirinya, meneruskan: "Kan aku sudah bilang urusanku belum selesai dan aku masih harus di Fakultas entah berapa lama lagi, maka aku kirim pesan, minta ditunda dulu ketemuannya...".Â
"Aku memang terlambat memberitahu, tapi kan aku sudah minta maaf..." lanjutnya.Â
Lalu diteruskan: "EEhh, malah nuduh aku ga punya komitmen pegang janji, ya sudah terserah saja...".Â
Waktu itu Mahasiswi manis ini memang sedang ditunggu Fadhil, seorang Dosen muda yang pernah mengajarnya dua semester yang lalu. Kamila ditunggu di bangku taman di halaman Masjid Kampus.Â
Beberapa hari sebelumnya Kamila sudah meng-iyakan ajakan Fadhil untuk ketemu. Hari itu si Dosen hanya punya waktu 40 menit, setelah itu dia sudah masuk kelas, mengajar lagi. Kamila tidak tahu persis pertemuan hari itu untuk ngomongin apa.Â
Kamila menduga Fadhil sepertinya sedang mencoba mendekatinya. Cuma dia masih malu-malu. Dari pandangan mata saat pertemuan sebelumnya, kata-katanya dan isi pesan-pesannya, sangat kentara dia sedang jatuh hati.Â
Seperti isi pesannya pada suatu pagi: "Assalamualaikum Kamila..., apa kabar? Sehat-sehat yaa...".Â
Kali lain: "Selamat pagi..., lagi apa?".Â
Atau juga pertanyaan "Good morning, sudah sarapan? Hari ini kuliah sampai jam berapa? Makan siang di mana?".Â