Celakanya, untuk urusan mendadak ini Kamila tidak segera mengabari Fadhil. Dia pikir urusan akan selesai dalam beberapa menit dan, meski terlambat, masih bisa ketemu Fadhil.Â
Apa boleh dikata, urusan ternyata tidak bisa selesai dalam hitungan menit. Akibatnya Fadhil menghabiskan 40 menit menunggu Kamila tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa pindah duduk dari satu bangku taman ke bangku yang lain. Baru di menit-menit terakhir Kamila mengabari, meminta maaf tidak bisa menepati janji dan usul ketemu di hari lain.Â
Kamila tahu persis ketidaknyamanan yang dirasakan Fadhil. Tapi mau bagaimana lagi....?Â
Kamila ingin urusan dengan Fakultas bisa segera selesai maka diterimanya tawaran boncengan teman kuliahnya, cowok, mengantar pulang-pergi dari tempat kost kembali ke kampus untuk mengambil satu syarat adminitrasi kuliahnya.Â
Kamila sedang berjuang untuk memperoleh beasiswa. Kesempatan emas hanya datang sekali, kali ini dia tidak ingin melewatkan kesempatan ini.Â
Seperti pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga", Fadhil ternyata sangat tidak suka dengan Kamila membonceng teman kuliahnya pulang pergi kost-kampus.Â
Dalam perjalanan membonceng pulang-pergi itu Kamila tidak melihat Fadhil di bangku taman lagi. Â Â
"Yaaah, pasti Fadhil sudah kembali mengajar di kelas lagi..." Kamila membatin.Â
Kamila benar-benar sial, masalah datang susul-menyusul. Kali ini sialnya seperti bersambung dengan tali sepatu yang dia selalu pakai.Â
Dia memang tidak melihat Fadhil di bangku taman, tetapi Fadhil melihat tali sepatu yang dipakai Kamila saat membonceng seorang lelaki. Fadhil yakin, dari tali sepatunya itu pasti Kamila. Tidak lain tidak bukan.Â
Bonceng membonceng yang untuk orang lain adalah hal biasa, tetapi kalau itu terjadi pada Kamila, bagi Fadhil, menjadi masalah serius. Di pandangan Fadhil mereka berdua berboncengan dalam keakraban dan dengan laju kendaraan yang cepat.Â