Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bukan Calon Presiden Dadakan

23 Februari 2023   15:28 Diperbarui: 23 Februari 2023   15:36 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata bukan hanya tahu bulat yang bisa digoreng dadakan. Presiden pun bisa dadakan. Itu terjadi dalam cerita film Holywood berjudul Designated Survivor. Film drama politik Amerika tahun 2016 ini bercerita tentang seseorang yang menjadi Presiden AS dadakan karena Presiden sebelumnya dan pejabat lainnya tewas akibat ledakan di Gedung Capitol, Washington DC saat berlangsung acara Pidato Kenegaraan. 

Presiden AS dadakan ini namanya Tom Kirkman, jabatan asli sebelumnya sebagai Menteri Perumahan dan Pengembangan Kota, AS. Nasib "baik" menyambanginya karena dia menjadi satu-satunya pejabat jajaran Kepresidenan yang tersisa. 

Tom sengaja "disimpan" untuk jaga-jaga jika terjadi bencana yang tidak diinginkan. Bencana itu ternyata terjadi dan mengantarnya mendadak menjadi Presiden. Dalam cerita itu, Tom adalah pejabat yang biasa-biasa saja dan tidak berpikir sama sekali suatu hari akan menjadi Presiden. 

Pergantian Presiden pun kemudian berjalan relative lancar. Bayangkan kalau tidak ada langkah jaga-jaga. Negara besar itu bisa gaduh, ramai dan mungkin saja terjadi chaos. Langkah berjaga-jaga seperti itu juga biasa dilakukan oleh negara berdaulat lainnya termasuk Indonesia. 

Di Negeri kita tercinta, UUD 45 pasal 8 ayat 3 juga telah mengatur jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap secara bersamaan, pelaksanaan tugas Kepresidenan akan diemban oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. 

Konstitusi kita secara tidak langsung dan implisit, memberi amanat kepada Presiden agar memilih tiga orang pembantu terbaiknya untuk jaga-jaga. Idealnya tiga orang itu adalah orang yang mumpuni kinerjanya, baik track record-nya dan tidak mengundang kontroversi, kegaduhan atau cibiran masyarakat. 

Di atas kertas, memilih tiga orang dari hampir tiga ratus juta orang penduduk tampaknya bukanlah sesuatu yang susah. Tetapi dalam kenyataannya seringkali menjadi tampak sangat sulit. 

Menjadi lebih sulit lagi kalau dalam memilih orang-orang terbaik itu dicampuraduki dengan berbagai kepentingan pribadi atau golongan. Ditambah dengan tarik-ulur dan tawar-menawar yang berujung saling menyandera satu dengan yang lain. Sungguh tidak mudah. 

Sulitnya mirip dengan susahnya memilih sebelas orang pemain Tim Nasional Sepakbola dari jutaan penduduk. Begitu sulitnya sampai-sampai Juara Dunia Sepakbola belum pernah kita raih. Padahal seleksi pemain dan kompetisi jalan terus di seluruh negeri dan di semua lapisan umur. 

Dalam dunia sepakbola, untuk menjadi pemain terkemuka sekaliber Ronaldo atau Messy pasti juga sudah melalui seleksi dan kompetisi bertingkat yang sangat ketat sedari masa anak-anak hingga dewasa dan tua. Dari mulai mengawali karir hingga mengakhiri karir dan minggir tersingkir dari lapangan hijau karena afkir. 

Mereka berdua menjalani seleksi dan kompetisi sepanjang waktu dan secara konsisten terus menerus mempertontonkan ketrampilan dan membuktikan keunggulannya sebagai pemain bola.  Menempati posisi penyerang, ketrampilannya menjebloskan banyak gol ke gawang lawan adalah bukti keunggulannya sebagai pemain bola. 

Tanpa kemampuan mencetak gol dan memenangkan tim yang dibelanya, tidak akan bisa membuat mereka berdua menjadi pemain terkenal yang dibayar mahal. Sepakbola adalah dunia yang kasat mata, sebagus apapun polesannya dan setebal apapun pencitraannya, tidak berpengaruh banyak pada kompetensi utama Ronaldo maupun Messy sebagai pencetak gol. 

Dalam bidang apapun pada dasarnya hanya seleksi dan kompetisi super ketat berjenjang saja yang akan menghasilkan yang terbaik. Tonton saja acara TV yang banyak menayangkan beragam jenis kompetisi, mulai dari penyanyi, da'i,  volley ball, motto GP, dan pencarian bakat. Seru dan menegangkan bukan? 

Hal serupa itu pasti juga ada di Partai Politik dalam mencetak kader dan "petugasnya" menjadi tokoh-tokoh yang teruji, unggul, mumpuni, membanggakan dan berjiwa negarawan. Melakukan seleksi dan kompetisi ketat terhadap kadernya pasti dilakukan oleh Parpol, sehingga kalaupun tidak terpilih menjadi Presiden, menjadi Menteri pun sudah siap siaga. 

Kader Parpol mestinya adalah tokoh yang sudah dipersiapkan dengan matang, bukan tokoh dadakan. Kematangannya akan melancarkan tugas dan kewajibannya untuk ikut serta menjaga persatuan dan mewujudkan kemakmuran bangsa dan Negara. 

Selama ini yang sering terjadi justru Parpol mencomot atau mendukung tokoh publik yang sudah memiliki popularitas tinggi dan kematangan jiwa untuk di calonkan. Atau sebaliknya, tokoh yang merasa mampu, popular dan dicintai rakyat mencari dukungan Partai-Partai Politik. Di lain sisi, tokoh sebagus apapun tanpa akses dan dukungan Partai, akan tetap di pinggir. 

Pemilu 2024 sudah dekat, agak merasa miris juga, di waktu yang semakin hari semakin mendekat ini belum ada gambaran siapa sajakah calon-calon pemimpin nasional mendatang yang mumpuni. Bukan yang abal-abal. 

Miris, jangan-jangan nanti ada orang yang secara dadakan muncul dan dicalonkan menjadi Presiden hanya bermodalkan popularitas. Popularitas yang didongkrak dengan pencitraan habis-habisan tanpa rasa malu.  Pencitraan dan polesan yang dibuat sedemikian rupa untuk menutupi kekurangan. 

Bangsa ini pasti sudah banyak belajar dari proses dan hasil pemilihan pimpinan di berbagai level yang sudah berlangsung berulang kali di berbagai tempat. Popularitas bukan segalanya. Track record, akhlak, moral dan budi-pekerti jauh lebih penting. Sesuatu yang tidak bisa dibangun dalam semalam, tidak bisa digoreng dadakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun