Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cintaku Ada di Bilik

1 Februari 2023   16:47 Diperbarui: 1 Februari 2023   16:54 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbahagialah orang yang tumbuh dewasa dan kemudian menua dalam lingkungan yang saling memberi dan menerima cinta yang nyaris sempurna. Ada cinta ayah, ada cinta ibu, ada cinta saudara kandung, ada cinta kakek, ada cinta nenek, ada cinta paman dan bibi, ada cinta tetangga serta cinta orang-orang dekat. 

Layaknya jasmani yang tercukupi asupan nutrisi bergizi tinggi, orang yang tumbuh dengan cinta yang sempurna, akan tumbuh dengan kekayaan batin yang lebih mumpuni. 

Kenapa bahagia? Sederhana saja salah satu alasannya. Sebagai makhluk sosial, setiap orang membutuhkan orang lain. Orang-orang dekat sebagai tempat curahan rasa cinta, sayang, senang dan sedih. Konon sediam apapun seseorang, tetap saja dia memerlukan tempat untuk mencurahkan isi hati.

Orang-orang dekat, adalah orang pilihan yang bisa menjadi tempat untuk menerima atau sekedar mendengarkan cerita tentang masa lalu, masa kini dan masa kelak. Mencurahkan rasa dan bersedia mendengarkan menjadi salah satu dari seribu wujud pengejawantahan cinta. 

Kebahagiaan seperti itu, karena satu dan lain sebab, bisa saja tidak dirasakan oleh orang yang hidup kurang atau tidak pernah tersirami cinta dan kasih sayang. Lebih buruk lagi kalau orang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan dan perundungan. Ibarat tumbuhan yang berkembang di habitat kurang nutrisi dan pupuk. 

Sudah kodratnya, di dunia ini tidak semua orang "beruntung" sehingga cerita cinta satu orang dengan yang lain tidak selalu sama. Kiasannya, kalau ada sejuta orang hadir di sebuah ruangan membahas cinta, bisa jadi akan ada sepuluh juta atau lebih cerita tentang cinta. Maka kisah cinta menjadi selalu menarik dan tidak ada habisnya sebagai sumber inspirasi. 

Jika diamatipun, nyaris di semua aspek, meski sedikit, selalu ada unsur cinta. Lebih lagi dalam buku cerita maupun film fiksi, hampir tidak pernah melewatkan muatan cinta. Cinta sebagai pokok cerita maupun hanya sekedar sebagai bumbu penyedap. Sekeras dan se-aneh apapun kisah manusia, hampir pasti akan ada bumbu-bumbu cinta. 

Begitu merasuknya cinta dalam sebuah cerita, kadang para pembaca, pendengar dan penonton bisa terkecoh. Misalnya, seorang tokoh utama tampil begitu gagah beraninya dan begitu patriotik membela yang benar, yang lemah atau membela Negara. Ternyata perjuangannya hanya didasari atas cintanya yang lebih mendalam kepada kekasihnya, cintanya kepada uang atau cintanya kepada kepentingannya sendiri.

Cerita menjadi panjang kalau sudah mencolek politik dan partai. Sudah sangat lumrah di beberapa bulan menjelang Pemilu ini akan banyak pihak yang merayu dengan segala cara dan se-abreg iming-iming minta untuk dicintai. Buntutnya berharap untuk nantinya dipilih dan dicoblos di bilik Pemilu. 

Di tahun penuh kepentingan politik sekarang ini, saatnya kita lebih berhati-hati mencurahkan rasa dan menjatuhkan pilihan. Buka mata, telinga dan hati. Orang yang mengumbar cintanya kepada tanah air bisa rancu dengan cintanya kepada kekuasaan, cintanya kepada harta dan cintanya kepada kepentingannya sendiri. 

Cinta kepada apapun dan kepada siapapun tidak lepas dari soal hati dan rasa. Siapapun yang sedang dicintainya akan dipuja setinggi langit. Siapapun yang sedang dipuja, apapun adanya akan selalu dianggap sempurna. Apalagi berbuat benar, ngomong salahpun akan ditelan mentah bagai tuah. Tingkah polahnya selalu dianggap pantas, kentutnya pun bau parfum mewah. 

Payahnya, cinta sering membuat orang menjadi tampak lugu, dungu dan hilang akal sehat. Gemerlap dan gemilangnya, romantisnya, memabukannya, dan membuainya cinta bisa membuat orang lupa diri dan buta mata mati hati, sampai-sampai ada lagu yang mengumpamakan tai kucing pun akan terasa seperti coklat. 

Coba lihat dan rasakan cinta seseorang kepada sang pujaan, kepada organisasi dan kepada parpol. Atau cinta kepada daerah, kepada suku, kepada almamater dan kepada unsur-unsur primordial lainnya. Tidak jarang cintanya itu mengesampingkan kepentingan dan tujuan lain yang lebih besar. 

Padahal, sebaliknya, kalau menyangkut syahwat dan hati, dalam sekejap, cinta bisa berubah menjadi benci. Apalagi ketika kepentingannya tidak tercukupi. Dengan mudah dia akan pindah ke lain hati, pindah ke lain Parpol. Orang yang mudah pindah hati tidaklah layak menjadi kekasih hati. 

Bila Anda sedang dilanda cinta, cinta asmara maupun cinta "politik", ada baiknya hati-hati memilih. Bagi sepasang kekasih, manisnya madu cinta dan pahitnya kenyataan hidup dimulai dari bilik kebersamaan hingga akhir hayat. 

Manis dan pahitnya memilih Pemimpin dan Wakil Rakyat berakhir di bilik suara dan menikmati hasilnya bertahun-tahun setelah keluar bilik suara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun