Meskipun tidak ada darah yang mengalir, tetapi jangan juga dikira tindak pidana korupsi itu tindakan biasa dan baik-baik saja. Korupsi itu bisa disetarakan dengan aksi penghisapan darah, perbuatan yang lebih kejam dari perilaku nyamuk dan lintah darat.Â
Belum lagi perbuatan-perbuatan fintah, hujatan, makian, ujaran kebencian, panggilan atau olok-olok tidak pantas. Perilaku yang sebenarnya tidak pantas terjadi di Negara yang berdasar Pancasila dengan salah satu silanya berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab".Â
Perkembangan jaman dan kemajuan teknologi juga membawa perubahan budaya. Dunia ini seperti sudah tidak ada garis batas lagi, pengaruh budaya luar tidak bisa ditahan lagi. Bukan tidak mungkin suatu hari nanti orang tidak tahu lagi mana budaya aslinya. Â Cukup mengundang rasa prihatin.Â
Oleh karena itu, menjelang pemilihan pemimpin bangsa, saat interaksi antar warga intensitasnya sangat tiggi, adalah saat yang tepat bagi calon pemimpin bangsa di semua level, baik yang baru maupun petahana, untuk memberi contoh dan mengajak seluruh warga kembali mengutamakan kedalaman akal, keluhuran budi pekerti dan kemuliaan  akhlak.Â
Dalam praktek, keluhuran budi pekerti artinya tidak ada lagi sebutan cebong, kampret, kadrun dankata-kata senada dan seturunan lainnya. Kedalaman akal artinya tidak perlu lagi ada stereotyping manusia karena setiap orang itu unik dan setara.Â
Tidak selalu pria berambut gondrong dan bertatoo itu preman. Tidak semua orang berkepala botak itu professor. Seperti juga tidak semua orang berambut putih dan dahi berkerut pasti karena memikirkan rakyat.Â
Kedalaman akal, keluhuran budi pekerti dan kemuliaan akhlak itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Tanpa itu, kita harus malu kepada kucing dan teman-temannya di halaman belakang rumah dan di rimba belantara Afrika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H