Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari "Bangku" Sekolah, Ajak Anak Cinta Hutan

2 September 2022   17:53 Diperbarui: 2 September 2022   18:44 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda punya rencana reuni sekolah dalam waktu dekat ini? Kalau ada, bisa dicoba salah satu acara menarik, yaitu: ajak anak atau cucu berkunjung ke sekolah lama dan duduk di bangku tua yang dulu pernah Anda duduki. 

Bentuk bangkunya khas, antara tempat duduk, sandaran dan tempat menulisnya terangkai menjadi satu kesatuan. Bentuknya secara keseluruhan cukup "ergonomis", sehingga murid bisa duduk belajar membaca dan menulis dengan nyaman. Persis seperti penonton bioskop dibuat duduk nyaman menonton film di kursi empuknya masing-masing. 

Berbahan baku kayu jati tua yang memiliki tekstur dan penampilan indah serta sifat kuat dan awet, bangku "tua" ini cukup melegenda. Silahkan duduk bersama anak atau cucu lalu lamunkan kenangannya dan rasakan sensasinya. 

Kenangan pada guru, kawan sebangku, teman paling nakal atau teman paling pandai di kelas. Kenangan pada cinta yang tidak kesampaian. Kenangan pada warung sekolah dan jajanan yang belum dibayar. Rasakan juga sensasinya. Sensasi duduk di bangku kayu tua. 

Tetapi sensasi penting yang bisa diceritakan ke anak atau cucu adalah bahwa sekarang ini bukan hal mudah untuk bisa duduk di bangku kayu jati tua. Bangku seperti itu sudah menjadi barang langka, antik dan mungkin sudah menjadi penghuni tetap museum. Kalaupun ketemu di museum biasanya akan ada peringatan: "jangan duduk di sini". 

Reuni bukan hanya ketemu teman lawas, tapi bisa menjadi lebih bermanfaat dengan cerita kepada generasi penerus betapa dulu negeri kita memiliki sumberdaya kayu yang melimpah. Begitu melimpahnya sehingga hampir segala macam keperluan hidup dibuat dari kayu. Apalagi saat itu barang dari plastik masih terbatas dan tidak sebanyak sekarang. 

Bukan hanya bangku yang dibuat dari kayu, tetapi juga rumah pribadi, rumah dinas, perkantoran, sekolah dan peralatannya, perabotan rumah tangga, bantalan Kereta Api, tiang listrik, tiang telpon, masjid, mushola, papan tulis, gerobag sapi, delman, kapal dan perahu, bahkan oplet dan bis pun dulu mengandung banyak material kayu sebagai bahan karoserinya. 

Dari mana kayu dihasilkan? Berbagai jenis kayu dihasilkan dari hutan. Ada jati, sengon, mahoni, meranti, ulin, johar, sonokeling dan banyak lagi.  Namun jangan berpikir hanya kayu saja yang dihasilkan oleh hutan. Banyak manfaat lain yang seringkali diabaikan. Manfaat tak terhingga nilainya bagi kehidupan manusia. 

Sebut saja keanekaragaman hayati flora dan faunanya. Mulai dari semut merah penghasil kroto, lebah madu, orang hutan, ayam hutan, babi hutan hingga burung merak, dan tentu saja banyak lagi. Tumbuhannya selain pepohonan ada tumbuhan bawah, anggrek hutan, tanaman bahan obat herbal hingga empon-empon. 

Dari hutan jati, misalnya, daunnya digunakan untuk bungkus makanan. Di Cirebon dikenal makanan khas disebut nasi jamblang yang bungkusnya dari daun jati. Tunggak jati tua oleh pengrajin bisa menjadi barang bernilai seni yang unik berharga mahal. 

Juga bisa menjadi tempat tujuan wisata untuk sekedar menghirup udara segar, berburu dan wisata hutan dengan daya tarik unggulan suasana nyaman, air terjun, sungai air bersih mengalir deras. 

Itu semua menjadi tak ada artinya tanpa manfaat hutan yang berikut ini: "kemampuannya menyerap air hujan dan menyimpannya dalam bentuk air tanah". Manfaat yang hanya bisa diperoleh dari hutan yang baik. Karena hanya hutan dengan kondisi yang masih baik, penuh dengan pepohonan, tetumbuhan bawah dan serasah serta segala macam yang ada di dalamnya, akan baik pula kemampuannya menopang siklus air dan perlindungan tanah. 

Sebaliknya, jika hutan rusak, gundul, sering kebakaran, tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Karenanya sering kita dengar dan baca, hutan menjadi kambing hitam sebagai penyebab datangnya bencana alam berupa banjir, tanah longsor, angin ribut dan kebakaran. 

Jika sudah datang musimnya,  air hujan akan terus turun melimpah dari langit.  tetapi tanpa ditampung dan disimpan oleh "hutan", air akan menguap kembali ke langit atau mengalir deras menjadi banjir yang menerjang segala rupa penghalang dibawa kembali ke laut. 

Itulah yang terjadi beberapa hari ini di Pakistan seperti diberitakan bbc.com tanggal 29 Agustus 2022. Banjir di sana diberitakan telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menghancurkan sedikitnya sepuluh jembatan dan puluhan bangunan. 

Bencana di salah satu negara di Asia Selatan itu lebih parah dari yang pernah di tulis Hamid Amir seorang columnist dari Islamabad di washingtonpost.com 14 Juli 2022. Saat itu Mir menulis bahwa di tahun 2022 banjir di Pakistan telah menewaskan 150 orang termasuk wanita dan anak-anak. Salah satu pemicunya adalah wilayah Pakistan hanya lima persen yang tertutup hutan.   

Padahal dengan hanya sedikit hutan, atau lebih lagi tanpa hutan, hujan yang turun ibarat air yang jatuh di atas genteng, mengalir tanpa halangan dan lalu jatuh ke bumi mengarus menuju ke tempat yang lebih rendah. Sudah sering diberitakan betapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir, di manapun, bukan hanya di Pakistan. 

Hutan itu ibarat gentong yang bisa diisi air untuk keperluan minum dan kebutuhan hidup lain di saat-saat kering. Banyak orang berusaha mati-matian mempertahankan eksistensi hutan demi kehidupan bersama. 

Tetapi sayang, di lain pihak, banyak manusia yang lebih mengutamakan nafsu syahwat ingin cepat kaya, dicuri pohonnya, diserobat tanahnya, dibakar lahannya dan dirubah fungsinya. Mereka layaknya menggadaikan kehidupan anak cucu mereka sendiri, Merusak hutan sama saja dengan merusak kehidupan sendiri. 

Tugas kita semua untuk ikut menanamkan rasa cinta dan peduli hutan kepada anak cucu  sejak dini, sejak duduk di bangku sekolah. Siapa tahu suatu  hari nanti mereka bisa kembali duduk di bangku yang dibuat dari kayu jati tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun