Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tujuhbelasannya Mundur, Tapi Hidup Terus Maju

27 Agustus 2022   20:32 Diperbarui: 27 Agustus 2022   20:41 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal perayaan ini seutuhnya diprakarsai warga, dibiayai secara swadaya, dimotori remaja dan didukung para orang tua. Tidak ada bendera atau baliho sponsor dari perusahaan komersil atau organisasi apapun. Tidak ada satupun juga atribut Parpol. 

Mereka, warga masyarakt, untuk kepentingan lingkungan sendiri bersedia berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing. Mereka paham, tidak akan ada pihak yang menghampiri untuk membantu dalam soal apapun, maka mereka harus mandiri. Ketika pun ada yang hadir, hampir bisa dipastikan itu ada pamrihnya. 

Warga juga sangat pahm, RT sebelah, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur hingga Presiden sudah sangat kerepotan mengurus kepentingannya masing-masing. 

Oleh karena itu tanpa basa-basi, tanpa berkeliling membawa proposal, mereka lakukan semuanya sendiri. Saling mengunjungi dan membantu saat berbahagia maupun ketika tertimpa musibah, gotongroyong dan kerja-bakti adalah praktik nyata dari hakekat hidup berdampingan. 

Apalagi hanya soal perayaan yang hanya berlangsung beberapa hari saja. Perihal kebersihan, pengelolaan sampah rumah tangga, keamanan lingkungan, kesejahteraan dan jimpitan sudah berjalan lama secara mandiri. 

Hidup menjadi seperti tanpa sekat, kalaupun ada, sekat itu sangat mudah meleleh dan mencair. Meskipun ada pagar rumah, itu semata untuk mencegah ayam tetangga masuk, bukan menutup mata dan hati terhadap kondisi lingkungan. Tidak ada pagar dinding tembok tinggi, anjing galak, dan sekat-sekat kaku yang beku dan membatu. 

Masyarakat "seadanya" di atas adalah generasi yang paham bukan saatnya lagi sekarang menggunakan bambu runcing untuk mengalahkan bedil dan meriam sebagaimana kakek neneknya memperjuangkan kemerdekaan. Mereka adalah segolongan masyarakat yang memaknai hidup merdeka dengan berswadaya dan mandiri serta terbebas dari nafsu memperkaya diri (korupsi). 

Bagi mereka, hidup di negara yang sudah 77 tahun merdeka bukan untuk berleha-leha, tetapi untuk berkembang menjadi insan berkarakter unggul. Karakter yang mantul, mental, kenyal dan tahan banting. Dalam kondisi seperti apapun tetap mampu bertahan dan menemukan jalan keluar untuk terus maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun