Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kolonialisme Tanpa Jejak

17 Agustus 2022   05:51 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:06 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang ibu merasa bahagia bukan kepalang ketika dokter keluarganya menyatakan dia hamil. Meskipun ini bukan kehamilan yang pertama baginya, tetapi bahagianya melebihi kebahagiaan kehamilan sebelumnya. 

Pasalnya, hari perkiraan lahir (HPL) hamil yang sekarang ini akan jatuh pada pertengahan bulan Agustus. Apabila beruntung malah akan bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2022. Tetapi hingga saat artikel ini ditulis, si Ibu sudah ambil cuti hamil tetapi belum ada kabar apakah sudah melahirkan atau belum. 

Apa alasan sehingga dia begitu bahagia menunggu kelahiran anaknya ini? Pertama, sebagai insan beragama, dia memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang lepas dari kuasa, kehendak dan rencana Tuhan. 

Tidak ada yang kebetulan. Maka kalau anaknya nanti lahir bertepatan dengan ulang tahun proklamasikan kemerdekaan RI yang ke 77, pasti itu juga termasuk rencana dan kehendakNya. 

Kedua, ibu ini membayangkan apabila anaknya lahir di hari kemerdekaan, setidaknya dia akan memiliki kenangan sepanjang hayat. Semacam monumen hidup, anaknya lahir di hari yang keramat dan diperingati oleh seluruh bangsa Indonesia di tanah air dan bahkan di seluruh dunia. 

Hari kemerdekaan pantas disebut sebagai hari keramat karena pada hari itulah terjadi pembebasan bangsa dari penjajahan kolonial terjadi. Pada hari itulah bangsa Indonesia mulai menentukan sendiri masa depannya. Merdeka berarti tidak ada lagi penindasan, pemaksaan, pembatasan dan penghisapan darah dan keringat bangsa oleh bangsa kolonial. 

Mulai hari diproklamasikannya kemerdekaan RI itulah sepotong kata "merdeka" telah mengubah tarikan dan hembusan nafas bangsa menjadi terasa lebih segar dan lebih bertenaga. Bertenaga untuk menjadi bangsa berdikari, berdiri di atas kaki sendiri membangun masa depan dengan gengsi tinggi dan penuh harga diri. 

Hari kemerdekaan adalah hari penuh gelora perjuangan. Hari saat tulang-tulang dan air-mata para pahlawan berubah menjadi tiang kokoh tempat bendera merah putih berdiri gagah berkibar sebagai lambang negara merdeka, sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. 

Selain itu merdeka merupakan puncak dari perjuangan suatu bangsa membebaskan diri dari kolonialisme. Puncak dari serangkaian panjang kerja keras tak mengenal lelah disertai pengorbanan harta, jiwa dan raga ribuan pahlawan yang dikenal maupun tidak dikenal. 

Baca juga: Hidup Akal Sehat!!

Pahlawan bukanlah hanya mereka yang mengangkat senjata dan gugur di medan perang dan lalu dimakamkan di TMP (Taman Makam Pahlawan), tetapi juga para petani yang menanam padi dan menyediakan pangan untuk logistik perjuangan; para orang tua yang merelakan anak-anaknya pergi ke medan laga perjuangan; para ibu yang tidak pernah berhenti berdoa untuk kejayaan perjuangan; dan para pejuang tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa yang entah di mana makamnya.   

Pahlawan adalah juga sebuah sikap dan tekad keteladanan untuk tidak memikirkan dan menomorsatukan kepentingan sendiri, keluarga dan golongannya. Pahlawan tercermin dari perilakunya yang tak kenal menyerah. Ibarat pelari yang tidak akan berhenti berlari sebelum menyentuh garis finish. Pahlawan adalah sebuah kebanggaan. 

Maka, di jaman sekarang ini, di era segala rupa tersedia dengan mudah, sungguh luar biasa, masih seorang ibu dan para ibu lain di luar sana yang merasa sangat bangga dan sekaligus bahagia bermimpi melahirkan anak yang memiliki sifat kepahlawanan. Meskipun hanya dengan melalui "numpang" lahir pada hari atau bulan penting ini. 

Ketika si ibu ditanya mengapa tidak merekayasa agar kelahiran anaknya bisa di-pas-kan di hari kemerdekaan, bukankah teknologi sekarang sudah sangat memungkinkan? Ibu yang sedang hamil tua ini menjawab, dirinya ingin melalui proses kelahiran yang normal-normal saja sebagaimana mestiya. Dia tidak ingin memaksa diri dan mengintervensi kehendak Tuhan. 

Si ibu yang sedang bersabar menunggu kelahran anaknya ini ingin anaknya nanti tumbuh besar dan menjadi manusia mumpuni yang berdaya juang tinggi, Dia ingin membimbing anaknya untuk hidup lurus penuh syukur dan berlimpah berkah.  Dia tidak mau mengototori hari penuh arti dan hari penuh gelora perjuangan dengan sikap tindak tanduk yang berlawanan dengan sikap kepahlawanan. 

Secara tidak langsung, dia ingin menanamkan sedari dini kepada anaknya mulai dari dalam kandungan sikap anti kolonial. Bekas-bekas kolonialisme yang kasat mata bisa berwujud gedung, bangunan dan berbagai bentuk yang sekarang ada di museum, hanya menjadi monumen dan prasasti dan yang tidak lebih dari bahan pengingat saja. 

Tetapi kolonialisme dalam bentuk mental, pola pikir dan pola tindak bisa abadi meski secara fisik si kolonial tidak tampak dan tidak terasa. Tanpa kesadaran dan perubahan mental yang sungguh-sungguh, kolonialisme akan tetap abadi dalam bentuk main kuasa, pemaksaan kehendak, menindas yang lemah, perilaku feodalisme dan sejenisnya. 

Alasan terakhir yang membuat si Ibu luar biasa ini bahagia ternyata sederhana saja. Dia ingin memberi nama salah satu anaknya "Agus", sebagai tanda lahir di bulan Agustus. Pada saatnya nanti anaknya bersama dengan Agus-Agus lain di seluruh Indonesia membangun kesetaraan dengan mampu menyelenggarakan makan gratis pada bulan kemerdekaan bagi warga yang membutuhkan. Dirgahayu RI ke 77.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun