Akhirnya harga BBM Pertamax beberapa hari lalu di awal bulan April 2022. Naik menjadi Rp.12.500,- dari sebelumnya Rp.9.000,- perliter. Naiknya memang tidak setajam angka yang diberitakan sebelumnya yaitu Rp.16.000 per-liter. Tetapi berapapun naiknya, tetap saja rakyat harus merogoh sakunya lebih dalam lagi. Para Ibu Rumah Tangga harus lebih piawai lagi memakai uang belanja agar dapur tetap ngebul.Â
Kenaikan BBM, seperti biasanya, akan menggered naik harga kebutuhan hidup sehari-hari yang lain. Apalagi sebelumnya, 25 Desember 2021, harga gas elpiji sudah naik dari sebelumnya Rp 11.500 per kilogram menjadi Rp 13.500 per kilogram, dan kemudian naik lagi di akhir Februari 2022 menjadi Rp 15.500 per kilogram.Â
Hanya beberapa hari sebelumnya, harga eceran tertinggi minyak goreng pun naik setelah didahului dengan drama kelangkaan dan antri panjang emak-emak membeli minyak goreng. Dan, sebelumnya lagi harga telor naik tinggi. Seperti yang sudah biasa terjadi, harga tidak pernah turun lagi ke angka semula.Â
Kepiawaian mengatur uang belanja pun akan semakin diuji dengan kenaikan PPn. Meski pajak ini adalah kewajiban bagi para pedagang atau pengecer, tetap saja pembeli atau konsumen akhir yang mengeluarkan tambahan kocek. Orang pun harus merogoh saku lebih dalam lagi. Padahal sinyal-sinyal kenaikan harga yang lainnya juga sudah diluncurkan.Â
Kenaikan harga bertubi-tubi itu untuk rumah tangga dengan uang belanja pas-pasan, rasanya ibarat petinju kelas kacang dipukuli oleh petinju kelas berat dari segala arah tanpa diberi kesempatan membalas. Akibatnya grogy, geloyoran, kelojotan, sebelum jatuh terkapar "knock out". Lalu dengan berat dan terseok-seok mencoba bangun tegak kembali.Â
Ajaibnya, belakangan ini orang sudah tidak terkaget-kaget dengan segala rupa kenaikan-kenaikan harga. Bukan karena orang semakin terbiasa dengan kenaikan harga, tetapi orang semakin lama menganggap kenaikan seperti itu adalah hal yang percuma untuk ditanggapi, bahkan sia-sia juga untuk diprotes. Apalagi keputusan kenaikan harga beberapa barang kebutuhan terjadi berurutan dan tidak semuanya diberitakan secara terbuka.Â
Pengalaman membuat masyarakat menjadi lebih paham. Selebar apapun mulut mangap memprotes, tidak akan ada perubahan angka turun kembali ke harga awal. Rupanya lama-lama kenaikan-kenaikan itu tidak lagi cukup menimbulkan rangsangan syaraf untuk menjadi kaget karena terperanjat, heran, atau surprise.Â
Padahal seperti halnya ketawa, kaget itu sehat. Bahkan kalau tidak kaget itu artinya tidak sehat. Â Waspadalah. Banyak orang tua yang menjadi panik ketika beberapa lama setelah anaknya lahir ternyata tidak menampakan kekagetan atas sesuatu yang seharusnya mengejutkan. Panik, karena bayi yang tidak kaget dikhawatirkan di dalam tubuhnya ada syaraf atau indera yang terganggu dan berfungsi tidak normal.Â
Di beberapa daerah, banyak orang tua menguji kepekaan syaraf bayinya dengan membuatnya kaget. Biasanya dilakukan dengan membuat suara atau guncangan keras. Jika si bayi terkejut, maka berarti refleknya bekerja dan sehat. Paling tidak indera pendengarannya normal. Sebaliknya bila tidak memberi reaksi apapun, sebaiknya segera dibawa ke klinik untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.Â
Maka, jika Anda merasa tidak kaget dan biasa saja ketika ada kenaikan harga kebutuhan hidup, coba tanya ke kolega, tetangga atau kawan dekat. Â Kalau Anda tidak kaget tetapi mereka kaget, segera periksakan diri ke dokter. Siapa tahu ada sistem syaraf dalam tubuh Anda yang tidak normal.Â
Sedangkan kalau ternyata kolega, tetangga atau kawan dekat ramai-ramai juga tidak kaget, itu harus lebih diwaspadai lagi. Bisa jadi ketidakkagetan itu mengarah ke perilaku dan sikap masyarakat yang masa bodo, tidak peduli, apriori, apatis, lalu tidak bersemangat dan lebih parah lagi, tidak memiliki gairah hidup.Â
Apalagi ditengah kesulitan hidup yang semakin bertambah, muncul komentar para elite yang tidak menunjukka sikap empati dan terdengar konyol. Seperti himbauan agar mengganti satu porsi nasi dengan dua butir pisang. Ditambah dengan hal-hal lain seperti kebijakan pemerintah yang dianggap tidak konsisten, pilih-pilih, atau pertentangan-pertentangan yang berkesan tidak diurus dan tidak diselesaikan. Semuanya bisa menambah dan berakumulasi menjadi sikap dan perilaku masa bodoh.Â
Masyarakat itu motor sejati yang menggerakkan roda pembangunan negeri ini. Kalau di tengah masarakat sudah mulai muncul benih masa bodoh dan tidak peduli dengan sekelilingnya, itu berbahaya. Â Sikap seperti itu bisa berujung pada perilaku kurang greget, tidak bersemangat dan "nglokro" yang tidak sejalan dengan kemauan pemerintah untuk kerja-kerja dan kerja.Â
Jangan anggap remeh sikap masa bodoh.  Masa bodoh pun bisa diidap oleh semua umur. Bahkan dalam bahasa gaul banyak kosa kata yang menggambarkan sikap tersebut seperti: au ah elap. sebodo amat, emang gue pikiran, woles  dan lainnya. Seorang tokoh kulit hitam Amerika Serikat, Martin Luther King, tahun 1963 mengatakan: "Tidak ada yang lebih berbahaya dibandingkan ketidakpedulian".Â
Masuk akal sekali kalau sikap masa bodoh itu tidak boleh dianggap remeh. Masa bodoh terhadap sampah, bisa mengotori pemandangan, menyumbat saluran air, mendatangkan penyakit, Â menyebabkan banjir dan bau tidak enak. Tidak peduli terhadap hutan gundul berpotensi mendatangkn banjir dan tanah longsor.Â
Tidak ambil pusing terhadap penjarahan, perambahan dan pencurian hutan berpotensi merusak hidroorologis, iklim mikro dan ekosistem. Tidak peduli terhadap kebodohan, kemiskinan dan merebaknya penyakit masyarakat bisa bom waktu yang bisa merusak tatanan sosial dan budaya bangsa.Â
Sikap masa bodoh dan tidak peduli berpotensi melemahkan kontrol sosial dan berakibat pada pemerintahan yang otoritarian, berjalan semaunya sendiri atau otoriter. Maka, ada baiknya pelihara terus syaraf kejut tetap positif agar tetap sensitif, lebih peduli dengan tetangga, lingkungan, bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H