Apabila tidak hati-hati orang bisa terpedaya oleh pandangan mata dan pikirannya sendiri ketika melihat sesuatu. Misalnya, ketika membaca rumus tentang teori relativitas yang dijelaskan oleh Einstein pada awal abad 20. Rumusnya memang sederhana, E = MC2, tetapi di mata banyak orang, pemahaman terhadap teori ini tidak sesederhana rumusnya. Bahkan banyak orang tidak memiliki cukup nyali untuk belajar lebih dalam tentang teori ini.Â
Di sisi lain, di balik kesederhanaan rumusnya, teori ini telah menuntun pada penemuan-penemuan penting berikutnya. Terbukti, teknologi terapannya sekarang membuat banyak urusan hidup manusia menjadi jauh lebih mudah, utamanya pada urusan navigasi, belanja online dan digital map. Aplikasi sejenis ini sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari.Â
Bagaimana penjelasannnya? Silahkan berselancar di jaringan internet di dekat Anda. Banyak sekali sumber bahan bacaan di dunia nyata maupun dunia maya yang menerangkan soal rumit ini dengan bahasa popular.Â
Tulisan ini tidak membahas teori relativitas dari si jenius Einstein secara detil tetapi hanya cerita tentang relativitas hidup pada saat menyambut pergantian tahun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), relativitas artinya ketidak-mutlakan atau kenisbian. Dalam praktik kehidupan sehari-hari dapat digambarkan dalam relativitas penggunaan waktu sepanjang satu jam.Â
Seseorang, meskipun sama-sama diberi waktu selama satu jam, tetapi bila dimanfaatkan untuk mengerjakan sesuatu yang dia sukai dan membuatnya asyik, maka waktu sepanjang 60 menit itu akan terasa sangat singkat. Sebaliknya bila digunakannya untuk menunggu gajian, antri masuk bioskop, merindukan datangnya kekasih, maka waktu yang "hanya" satu jam bisa terasa sewindu lamanya. Â Â
Demikian juga menjelang tahun baru. Bagi yang sedang menunggu datangnya bonus tahunan, menunggu bulan Desember berakhir itu bisa terasa menyiksa. Sedangkan yang sedang menikmati asyik-masyuk liburan nataru, waktu seberapapun panjangnya bisa terasa berjalan sangat cepat.Â
Di akhir tahun seperti inilah, waktu sepanjang 12 bulan bisa terasa meluncur begitu cepat atau sebaliknya merambat sangat lambat. Ada relativitas di setiap pergantian tahun yang, tentu saja, terjadi satu tahun satu kali.Â
Satu tahun, faktanya, bukanlah waktu yang pendek. Di dalamnya ada 12 bulan, atau 52 pekan atau setara ratusan hari, ribuan jam, ratusan ribu menit dan jutaan detik. Dalam kurun waktu itu tentu terjadi banyak peristiwa. Peristiwa yang diiringi perasaan campur-aduk.Â
Ada rasa puas dan sekaligus juga sesal. Rasa bahagia dan juga sedih. Rasa bangga dan juga kecewa. Puas, bahagia dan bangga karena keinginan dan tekad yang dicanangkan setahun yang lalu bisa dicapai, atau sebaliknya, sesal, sedih dan kecewa karena harapan tidak terwujud.Â
Begitulah, sepertinya baru beberapa bulan yang lalu menyusun cita-cita, tekad dan target untuk dicapai di tahun ini, tiba-tiba sekarang sudah datang lagi saatnya membuat tekad yang baru untuk diraih di tahun baru yang akan datang.Â
Pergantian tahun sebenarnya hanya soal segmentasi waktu yang kita ciptakan sendiri. Sebagaimana pergantian bulan, pekan atau hari. Hanya saja umumnya orang berkegiatan terbiasa mengacu pada tahun takwim atau tahun kalender. Mengawali pekerjaan di awal tahun, Januari, dan mengakhirinya di akhir tahun, Desember.Â
Maka, untuk tahun baru 2022 nanti, tidak ada jeleknya orang mencanangkan keinginan, cita-cita dan tekadnya. Tentu banyak sekali keinginan, dari yang paling mungkin diwujudkan hingga yang paling tidak mungkin dicapai.Â
Paling tidak, dengan memiliki keinginan, akan mengarahkan orang menjadi insan yang (jauh) lebih baik dari tahun sebelumnya. Senada dengan banyak nasehat dari orang bijak, hidup hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.Â
George T. Doran pada tahun 1981 meluncurkan lima kata kunci yang bisa digunakan agar hidup di tahun yang akan datang lebih bersemangat dan lebih fokus. Menurut Doran, keinginan atau tekad itu hendaknya spesifik, terukur, bisa dicapai, relevan dan bertata waktu, disingkat SMART singkatan dari kata-kata: Specific, Measurable, Achievable, Relevant dan Timebound.Â
Tetapi seiring dengan perkembangan dan tuntutan jaman ternyata SMART pun kini tidak lagi cukup. Banyak fenomena di sekitar kita mempertontonkan bahwa setiap orang harus tampil semakin canggih dan up to date. Lalu SMART perlu ditambah dengan FAST.Â
FAST manganjurkan agar setiap cita-cita dan tekad individu maupun usaha, harus F (frequently discussed) atau sering direnung ulang dan dibahas. A (ambitious) atau target tinggi tetapi realistis. S (specific) atau jelas dan terukur serta T (transparent) atau terbuka, diketahui dan dipahami dengan baik (MIT Sloan Management Review, June 2018).Â
Dengan SMART dan FAST diharapkan bisa membantu seseorang atau sebuah usaha untuk mampu mengantisipasi dan kemudian menjadi lebih sigap, tidak gagap dan tidak panik dalam mengatasi masalah gawat yang biasanya datang tidak terduga. Panik dan gagap itu biasanya malah memperparah keadaan.Â
Masalah gawat tidak pernah pandang bulu. Siapapun, yang besar maupun yang kecil  bisa mengalaminya. Sebagaimana dialami sebuah perusahaan raksasa produsen soft drink yang secara tidak terduga merugi sebesar Rp.57 T. Kerugian yang cukup signifikan diderita "hanya" karena bintang sepak bola dunia, Cristiano Ronaldo, menyingkirkan dua botol minuman Coca-Cola dari depan dirinya (Kompas.com, 19/06/2021). Dua botol itu diganti dengan minuman tidak bersoda.Â
Contoh kegawatan lain juga pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, ketika sebuah BUMN terpaksa menghentikan sementara pengelolaan hutan pinus karena desakan masyarakat. Masyarakat beranggapan pengelolaan hutan tersebut membuat bencana banjir dan tanah longsor di sekitarnya meningkat.Â
Sebenarnya secara naluriah, siapapun akan mencoba bertahan menjaga eksistensinya dari gangguan separah apapun. Tetapi bila, siapapun, tidak gagap dan selalu sigap menyelesaikan masalah gawat seperti dua contoh di atas, maka problem bisa segera diatasi, tidak berkepanjangan dan terhindar dari keterpurukan.Â
Walau begitu, jangan kaget, tidak sedikit juga orang yang hidupnya mengikuti arus. Dia bagaikan berjalan mengikuti ke mana pun air mengalir. Ada juga yang hidupnya bergerak mengikuti ke manapun arah angin bertiup. Hidupnya nampak nikmat dibuai oleh gelombang lembut nyamannya kehidupan.Â
Di sisi lain sah-sah saja kalau orang memiliki cita-cita dan tekad  lalu berusaha keras menorehkan catatan pencapaiannya. Orang tipe ini kalau bisa ingin bumi berhenti berputar barang sejenak agar punya cukup kesempatan untuk mewujudkan tekad yang telah dipasanganya.Â
Memasang tekad pun ternyata juga sebuah pilihan. Tekad terlalu tinggi namanya utopia, terlalu rendah akan sia-sia sedangkan yang setengah-tengah namaya mediocre. Menurut "FAST" tersebut di atas, tekad itu harus realistis tetapi juga ambisius.Â
Ambisius ternyata juga relative. Seorang tetangga memiliki tekad yang baginya cukup ambisius, walaupun "hanya" ingin berhenti merokok. Tetapi ternyata tekad itu hingga kini pun belum terwujud. Padahal sudah sejak sepuluh tahun yang lalu ambisi itu setiap tahun dicanangkan. Persis seperti KPK sudah belasan tahun bertekad memberantas korupsi di Indonesia tapi belum juga terwujud.Â
Bayangkan seandainya tahun depan cita-cita KPK memberantas perbuatan orang yang secara tidak sah memperkaya diri dan atau orang lain itu terlaksana. Betapa akan makmurnya negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H