Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Pesona" Bu Risma

12 Januari 2021   10:47 Diperbarui: 12 Januari 2021   11:16 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Sosial, Bu Risma, yang baru dilantik beberapa waktu yang lalu semakin mempesona saja. Sampai akhir pekan lalu, dia masih menjadi sumber berita. Jum'at, 8 Januari 2021, misalnya, @VIVAcoid memberitakan ada lima orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) atau gelandangan dan pemulung difasilitasi oleh Mensos untuk bekerja di sebuah anak perusahaan BUMN. Meskipun "hanya" sebagai tukang kebun dan petugas kebersihan, di tengah-tengah susahnya mencari pekerjaan, itu sungguh "luar biasa".   

Lima orang PMKS ini ramai diberitakan kebetulan ditemukan Mensos beberapa hari sebelumnya di bawah jalan tol dan kawasan elite kota Jakarta.

Sungguh mempesona, jarang terjadi pejabat setingkat Menteri langsung ketemu gelandangan dan tunawisma. Lalu lima orang diantaranya malah dapat pekerjaan.  Solusi ampuh untuk masalah sosial langsung diberikan.. Dari aktivitasnya yang tak biasa seperti diberitakan akhir-akhir ini, bu Menteri patut memperoleh gelar "super woman". 

Namun disamping rasa terpesona muncul juga rasa khawatir. Terbayang betapa akan lelahnya bu Menteri jika harus sampai turun langsung menangani urusan "bawah". Lelah, karena selain urusan tunawisma dan gelandangan tentu banyak sekali masalah sosial lainnya yang tidak kalah berat. Katakan saja pengangguran, pengamen, pengemis, gelandangan, judi, prostitusi, kenakalan remaja, anak terlantar, anak putus sekolah dan lainnya. 

Kesan yang sama mungkin saja melanda banyak orang sebelum kemudian muncul pertanyaan, apakah cara yang dipertunjukkan Mensos itu terbaik dan terefektif dalam menghadapi PMKS? Lalu apakah sudah diperhitungkan pengaruh baik-buruknya dibelakang hari nanti. 

Bu Menteri di kementeriannya pasti menghadapi banyak, bahkan banyak sekali permasalahan dalam skala nasional yang harus dipikir dan dicarikan solusinya. Negeri ini menghadapi masalah sosial dengan berbagai variasi. Tidak terkecuali juga terjadi di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. 

Di kota kecil, Purwokerto, Kaupaten Banyumas, dengan mudah bisa dilihat di banyak perempatan jalan dan di tempat-tempat strategis, papan pengumuman yang bunyinya: "Setiap orang /lembaga/badan hukum yang memberi uang dan atau barang dalam bentuk apapun kepada pengemis gelandangan, pengamen, orang terlantar dan anak jalanan di tempat umum diancam pidana kurungan paling lama tiga  bulan dan atau denda paling banyak Rp.20.000.000,-". 

Papan pengumuman sekaligus ancaman tersebut adalah bentuk penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Perda dan Papan Pengumuman itu menjadi salah satu alat menanggulangi penyakit masyarakat. 

Harapannya tentu peraturan itu ditaati semua pihak dan penyakit masyarakat lebih terkendali. Kalaupun ada pelanggaran Pemerintah Daerah memiliki alat kontrol. Satpol PP, misalnya, bisa ditugasi untuk mengawasi dan menindak pelanggarnya. Bila penyakit masyarakat tetap merebak, Pemimpin bisa turun langsung atau mengevaluasi efektifitas perangkat yang diberi tugas di bidang itu. 

Pak atau Bu Kepala Daerah lalu bisa leyeh-leyeh sambil mengoptimalkan potensi kepemimpinannya untuk memikirkan hal-hal lain yang juga penting atau bahkan lebih penting, tergantung skala prioritasnya. Tiap orang, pimpinan atau sekedar manajer, memiliki gaya kerja masing-masing. Ini memang hanya soal gaya kepemimpinan. 

Apapun gayanya, seorang pemimpin diharapkan mencurahkan segala dayanya secara optimal untuk membawa perubahan ke arah lebih baik bagi masyarakat yang dipimpinnya. Pemborosan dana dan daya, apapun bentuknya, pasti tidak disukai. 

Bekerja tanpa prioritas termasuk salah satu contoh pemborosan daya. Tanpa prioritas bisa membuat yang tidak penting didahulukan dan melebihi yang mestinya lebih penting. Prioritas pun harus prioritas yang mewakili pandangan umum, bukan prioritas perseorangan. 

Pemimpin di manapun wajarnya memiliki segalanya yang lebih tinggi dari yang dipimpinnya. Semakin tinggi posisi seseorang, biasanya, daya pandangnya akan lebih jauh ke depan dan lebih luas menjangkau ke segala arah. Ibaratnya, visinya jauh menembus langit luas menjangkau tujuh samudera. Dengan keunggulannya ini akan membuatnya bisa bekerja lebih cerdas dalam mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya.

Pakar manajemen, Peter F. Drucker, menekankan bahwa manajemen yang dibutuhkan adalah manajemen yang berjalan dengan efektif dan efisien. Disambung oleh pakar yang lain, Stephen Covey bahwa kepemimpinan yang efektif adalah tentang mendahulukan apa yang penting dan melaksanakan apa yang telah diputuskan.  Buku yang cukup lawas(1989) karya Stephen Covey The 7 Habits of Highly Effective People bisa dibaca untuk dipelajari lebih lanjut. 

Di masa pandemi seperti sekarang ini, bagi siapapun semua hal terasa menjadi lebih berat. Sudah banyak dibahas diberbagai forum, sekarang, pandemi ini bukan hanya soal penyakit yang ditimbulkan oleh virus covid-19 saja. Dampak buruknya sudah merambah ke mana-mana, dan, langsung mengena pada kebutuhan pokok masyarakat. 

Lihat saja maraknya masalah kemiskinan, pengangguran, kependudukan, pendidikan, tindak kejahatan, lingkungan hidup dan kenakalan remaja. Suka tidak suka, merusak citra atau pun tidak, ini semua adalah masalah nyata di depan mata. Masalah yang tidak bisa ditinggal, diabaikan atau dikerjakan setengah-setengah. Di masa yang berat ini jangan sampai orang kehabisan kata-kata untuk di selalu suarakan, bahwa kerja itu memang harus keras, cerdas, efektif dan efisien. Tanpa itu, kapal besar bernama Indonesia ini bisa karam. 

Kalau Anda matahari, tidak perlu penerang tambahan untuk menjadi lebih bersinar. Kalau Anda rembulan, ada saatnya purnama dan ada saatnya redup. Beda dengan wayang kulit ataupun wayang golek, wayang-wayang itu jelas perlu lampu untuk bisa lebih menarik ditonton.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun