Mohon tunggu...
Yeksa Sarkeh Chandra
Yeksa Sarkeh Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

"Berkarya Ngga Usah Banyak Omong"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendapat Ceroboh BPKP Jawa Barat untuk Bupati Bekasi

2 Agustus 2016   12:35 Diperbarui: 2 Agustus 2016   12:49 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hubungan Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kabupaten Bekasi di minggu-minggu ini menghangat. Pangkal masalahnya adalah langkah Bupati Bekasi yang membuat keputusan sendiri dan sepihak untuk PDAM Tirta Bhagasasi tanpa melibatkan pihak Pemerintah Kota Bekasi atau Walikota Bekasi. Padahal kita semua tahu bahwa pemilik saham PDAM Tirta Bhagasasi adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.

Bupati Bekasi sendiri dalam perkataannya yang dimuat oleh berbagai media menyatakan bahwa keputusan itu didasarkan pada surat pendapat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Surat bernomor  : S-2113/PW10/4/2016 Tertanggal 12 Juli 2016 perihal : Pendapat BPKP tentang pengangkatan Direksi PDAM Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi.

Namun anehnya dalam salinan putusan yang saya dapatkan yaitu Keputusan Bupati Bekasi nomor : 500/Kep.242-Admrek/2016 tentang pemberhentian Direktur Umum (DIRUM) PDAM Tirta Bhagasasi. Bupati tidak mencantumkan surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat tersebut sebagai konsideran. Jika menyimak ucapan Bupati yang dimuat berbagai media seharusnya dasar keluarnya surat keputusan itu harus dicantumkan. Karena Bupati berani mengambil keputusan tersebut dikarenakan adanya Surat Pendapat BPKP Jawa Barat.

Ceroboh

Ceroboh, hal itulah yang terlintas pertama kali ketika saya membaca Surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat nomor  : S-2113/PW10/4/2016 ini. Karena BPKP Jawa Barat mengeluarkan pendapat tentang kewenangan atas pengelolaan PDAM Tirta Bhagasasi beserta penunjukan pejabatnya menjadi hak penuh Bupati Bekasi.

Padahal BPKP Jawa Barat melandaskan pendapatnya pada kesepakatan bersama antara pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor : 43/KB.617/Admrek/XII/2015 dan Nomor : 420 Tahun 2015 tentang pengakhiran surat perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor 503/08.11/PDAM/2002 dan nomor 690/381-HOR/XII/2002.

Saya kurang tahua pakah BPKP Jawa Barat membaca isi kesepakatan tersebut atau tidak. Jika membaca maka seharusnya mereka pun mengerti pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 dalam kesepakatan antara Pemkab Bekasi dan Pemkot Bekasi itu. Dalam pasal 12 jelas disebutkan bahwa perjanjian ini belum bersifat teknis artinya belum final. Karena teknis pelaksanaan dari kesepakatan akan dituangkan dalam bentuk perjanjian dan wajib mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi dan DPRD Kota Bekasi.

Pasal 13 menyebutkan bahwa perjanjian teknis itu nanti harus disusun dengan melibatkan BPKP Jawa Barat, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika BPKP Jawa Barat membaca pasal ini, tentunya mereka tahu bahwa hingga sekarang belum ada naskah teknis pemisahan yang telah dibahas bersama oleh lembaga-lembaga tersebut lalu mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi dan DPRD Kota Bekasi.

Sedangkan pasal 14 berisikan mengenai usia perjanjian yang hanya berlaku selama 1 (satu) tahun. Bagaimana mungkin perjanjian yang hanya berusia 1 tahun ditafsirkan secara mutlak seolah ini perjanjian final yang mengikat selamanya. Jelas sekali BPKP Jawa Barat telah melakukan kecerobohan yang cukup fatal, karena sangat tidak cermat dalam mengeja naskah kesepakatan kerjasama antara Pemkab Bekasi dan Pemkot Bekasi.

Melampaui Kewenangannya

Surat BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat nomor  : S-2113/PW10/4/2016 terdiri dari dua point. Point pertama berisi tentang Permendagri nomor 2 tahun 2007 tentang organ dan kepegawaian PDAM. Mengulas pasal 11 perihal pengangkatan Pejabat Sementara (PjS).

Untuk point kedua berisi tentang tafsir pada sebuah perjanjian. Agar lebih jelas, saya akan cuplikan isi point kedua surat tersebut secara utuh yaitu :

“Mengacu pada kesepakatan bersama antara pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor : 43/KB.617/Admrek/XII/2015 dan Nomor : 420 Tahun 2015 tentang pengakhiran surat perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dengan Pemerintah Kota Bekasi nomor 503/08.11/PDAM/2002 dan nomor 690/381-HOR/XII/2002 tentang kepemilikan dan pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum berikut perubahan-perubahannya, maka pengelolaan dan penetapan organ PDAM Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Bekasi”.

Disinilah BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat saya anggap melampaui kewenangannya. Karena dalam Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) BPKP secara garis besarmeliputi 3 kegiatan yaitu A.) PENGAWASAN pada pengelolaan anggaran APBD dan juga asset daerah. B.) ASISTENSI dan EVALUASI atau pendampingan dalam pembuatan laporan secara akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. C.) AUDITOR kepada lembaga-lembaga pemerintahan baik Pemkot, BUMD atau BUMN.

Dari 3 Tupoksi BPKP diatas maka dapat kita simpulkan, menafsirkan isi sebuah peraturan (Permendagri nomo2 tahun 2007) seperti pada point pertama dan juga menafsirkan isi sebuah perjanjian jelas bukan tugas dari BPKP. Pada point kedua surat BPKP tersebut merupakan tafsir atas perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi. BPKP tidak berwenang menafsirkan isi suatu perjanjian (legal drafting).Terlebih pada surat pendapat BPKP tersebut memiliki dampak hukum yang cukup luas, bukan hanya pada pengangkatan Dirutdan Dirum PJs PDAM Tirta Bhagasasi semata.

Dampak Hukum

Saya menduga, besar kemungkinan hadirnya surat tersebut merupakan manuver-manuver  yang terjadi pada seleksi Calon Dirut dan Calon Dirum PDAM Tirta Bhagasasi. Sang calon yang bermanuver dan juga BPKP Jawa Barat tidak mempertimbangkan secara matang bahwa hadirnya surat ini membawa dampak hukum yang luas.

Jika BPKP Jawa Barat mengeluarkan pendapat sepertidi atas. Dengan mendasarkan pada perjanjian yang di tandatangani oleh Bupati Bekasi dan Walikota Bekasi di tahun 2015. Maka penyertaan modal Pemerintah Kota Bekasi kepada PDAM Tirta Bhagasasi dengan bersumber pada APBD tahun 2016 berpotensi menjadi illegal. Jika pendapat BPKP tersebut kita gunakan, maka pada tahun 2015 PDAM Tirta Bhagasasi sudah kewenangan penuh Pemerintah Kabupaten Bekasi. Lalu di tahun 2016 Pemerintah Kota Bekasi menggelontorkan dana penyertaan modal untuk PDAM Tirta Bhagasasi maka seperti apa dasar hukumnya.

Belum lagi nanti, dikarena sudah sah berpisah (menurut pendapat BPKP Jawa Barat) maka Bupati akan membuat Surat Keputusan penetapan tarif air minum PDAM Tirta Bhagasasi. Bagaimana nanti logika hukumnya, Surat Keputusan dari Bupati Bekasi namun yang wajib  menjalankan, atau ditujukan kepada warga masyarakat Kota Bekasi. Karena pelanggan PDAM Tirta Bhagasasi sampai dengan detik ini mayoritas adalah penduduk diwilayah hukum Kota Bekasi. Namun mereka tunduk dan harus menjalankan aturan yang ditetapkan oleh Bupati Bekasi bukan pada aturan yang ditetapkan Walikota Bekasi.

Hal tersebut diatas merupakan contoh kecil jika Surat Pendapat BPKP Jawa Barat tersebut diterapkan. Mungkin jika kita kaji lebih dalam dan didiskusikan lebih lanjut akan kita temukan kembali potensi-potensi lain seperti dampak social dan lainnya. Yang bisa jadi akan membuat polemik dan juga berpotensi menjadi pelanggaran hukum. Jika kita menganalisa maka terlihat sekali kekurang telitian atau pun kecerobohan yang cukup fatal dilakukanoleh BPKP Jawa Barat.

Surat BPKP Jawa Barat itu memicu ketegangan dan juga silang pendap atantara Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Kegaduhan ini menjadi kontra produktif terlebih jika kita melihat pelayanan air bersih yang dilakukan PDAM Tirta Bhagasasi masih memprihatinkan. Manuver Calon Dirut dan Dirum dengan melibatkan lembaga Negara merupakan kesalahan besar.

Silahkan para kandidat untuk berkompetisi, silahkan pula untuk bermanuver namun koridornya jelas dan tidak boleh melompati pagar yaitu Permendagri nomor 2 tahun 2007. Janganlah karena nafsu menduduki jabatan malah mengakibatkan kerugian pada masyarakat luas. Terlebih malah memporakporandakan tatanan dan juga proses suatu kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi yang saat ini sedang berjalan. (****) (sarkehchandra@yahoo.co.id)

Note : Tulisan ini sudah dipublikasikan oleh Harian Radar Bekasi edisi Senin 1 Agustus 2016 hal.3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun