Mohon tunggu...
Sarkanto
Sarkanto Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi dan Akademisi

Buatlah hal Menjadi Bahagia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Karang Taruna dan Peluang Dana Pemberdayaa dalam Memahami Regulasi PERMENSOS No. 25 Tahun 2019

29 November 2024   16:20 Diperbarui: 29 November 2024   17:12 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Permensos No. 25 Tahun 2019 menyarankan adanya peran aktif dari pemerintah daerah dalam mendampingi Karang Taruna, kenyataannya banyak pengurus yang merasa tidak mendapatkan bimbingan yang cukup. Beberapa daerah bahkan memiliki kebijakan yang tidak selaras dengan Permensos, atau tidak memprioritaskan pendanaan untuk Karang Taruna. Hal ini menyebabkan pengurus Karang Taruna terhambat oleh birokrasi yang tidak transparan dan kurangnya koordinasi antar pihak terkait (Sarmadan et al. 2023).

Kolaborasi yang Minim dengan Lembaga Lain

Permensos No. 25 Tahun 2019 menekankan pentingnya kemitraan antara Karang Taruna dan berbagai lembaga lain, termasuk badan usaha, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat, untuk memperluas jangkauan dan dampak positif dari program-program pemberdayaan yang dijalankan. Namun, dalam praktiknya, banyak Karang Taruna yang belum mampu membangun jejaring yang cukup luas untuk bekerja sama dengan berbagai pihak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas untuk melakukan negosiasi atau membangun kemitraan dengan pihak luar, serta kurangnya pemahaman mengenai pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan jangka panjang (Nadya 2023).

Keterbatasan sumber daya manusia menjadi salah satu penghambat utama dalam membangun kemitraan yang efektif. Banyak anggota Karang Taruna yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan dengan lembaga lain, baik dalam hal komunikasi maupun negosiasi. Selain itu, kurangnya pemahaman mengenai manfaat kolaborasi juga berkontribusi pada minimnya upaya untuk menjalin kemitraan. Dalam banyak kasus, Karang Taruna cenderung beroperasi secara terpisah, tanpa melibatkan aktor-aktor eksternal yang dapat memberikan dukungan teknis atau sumber daya tambahan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan program sosial (Nusantara et al. 2022).

Kolaborasi yang minim ini juga menghambat munculnya inovasi dalam pengelolaan program pemberdayaan. Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, lembaga pendidikan dan badan usaha dapat memberikan kontribusi besar dalam hal pengetahuan, teknologi, serta pendanaan. Karang Taruna yang tidak memiliki akses atau jejaring dengan lembaga-lembaga tersebut berisiko terjebak dalam rutinitas yang kurang dinamis, yang pada gilirannya mengurangi efektivitas dan keberlanjutan program pemberdayaan yang dijalankan (Alfarindo and Agustina 2023). Oleh karena itu, membangun kemitraan yang lebih intensif antara Karang Taruna dan lembaga-lembaga terkait sangat penting untuk memperkuat kapasitas organisasi ini dalam memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat.

Pentingnya kolaborasi ini juga terlihat dari berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh Karang Taruna dalam menjalin kemitraan dengan lembaga lain. Misalnya, beberapa Karang Taruna telah berhasil mengembangkan program-program yang melibatkan mahasiswa atau lembaga pendidikan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang tidak hanya meningkatkan kapasitas organisasi tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat (Sarmadan et al. 2023). Dengan demikian, upaya untuk memperkuat kemitraan harus menjadi prioritas bagi Karang Taruna agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.

Kesimpulan 

Permensos No. 25 Tahun 2019 memberikan kerangka penting untuk pemberdayaan Karang Taruna, terutama dalam meningkatkan kapasitas generasi muda di tingkat desa. Meskipun peraturan ini membuka peluang besar, implementasinya terkendala oleh kurangnya pemahaman dan kapasitas pengurus Karang Taruna dalam menjalankan program pemberdayaan, serta kesulitan dalam mengakses dana yang tersedia. Peran strategis Karang Taruna sebagai agen perubahan dalam masyarakat, namun untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan dukungan lebih lanjut dari pemerintah dan masyarakat, serta peningkatan kapasitas organisasi dalam memanfaatkan peluang yang ada. Tanpa dukungan ini, tantangan tetap menjadi hambatan bagi efektivitas program pemberdayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarindo, Septian M, and Dwi Pela Agustina. 2023. "Strategi Komunikasi Persuasif Karang Taruna Tunas Muda Dalam Meminimalisir Kriminalitas Remaja." Komunikasiana: Journal of Communication Studies 5 (1): 12. https://doi.org/10.24014/kjcs.v5i1.25607.

Nadya, Sarah Roudhatun. 2023. "Peran Karang Taruna RW 13 Desa Pagerwangi Dalam Meningkatkan Minat Remaja Dalam Berorganisasi Di Era Digital." Jurnal Dinamika Sosial Budaya 25 (1): 387. https://doi.org/10.26623/jdsb.v25i1.7053.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun