Mohon tunggu...
agisa putriS
agisa putriS Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hanya mahasiswa yang membuat akun ini sebagai tempat pengumpulan tugas

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perjuangan Seorang Wanita Tua dalam Menyambung Kehidupan di Hari Esok

11 Juni 2024   22:23 Diperbarui: 16 Juni 2024   11:28 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MENYAJIKAN DAGANGAN -- Para pembeli menunggu pesanan nya disipakan oleh penjual. (foto: dok.pri)

AMBARKETAWANG -- Kepulan asap dari dandang berisi cilok dengan berbagai isian terus keluar saat tutupnya dibuka, senyumnya merekah saat ada pelanggan yang membeli dagangannya. Pedagang tua itu masih semangat untuk terus mencari nafkah guna menyambung kehidupan di hari esok. Begitu pelanggan itu pergi ia kembali berteduh sambil memanjatkan doa dan harapan agar jualan hari ini habis tak tersisa, sembari melihat jalanan yang dilalui pengendara.

Atun (65) seorang penjual cilok yang telah menjajakan dagangannya selama 6 tahun terakhir. Atun hidup sebatang kara orang tuanya meninggal saat ia masih SMA, ia tidak punya saudara kandung, ia juga tidak pernah menikah selama hidupnya. Sebenarnya Atun masih memiliki kerabat jauh dari ibunya, ia juga kadang-kadang menyempatkan diri untuk berkunjung tapi untuk kehidupannya ia melakukan semuanya seorang diri karena tidak ingin merepotkan sanak saudara.

"Saya hidup sendiri orang tua saya udah ga ada sejak saya SMA, saya ga ada saudara kandung, saya juga ga punya suami karena ga pernah menikah. Sebenarnya saya masih punya kerabat jauh saudara dari ibu sesekali saya ngunjungi mereka, nengok ponakan buat ngasih jajan," ujar Atun saat di wawancara.

Usia yang sudah senja mengharuskan Atun menghindari pekerjaan berat. Atun bercerita sebelum berjualan cilok ia sempat bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tetapi semakin bertambah usia ia merasa bekerja sebagai pembantu rumah tangga sangat berat sehingga ia lebih memilih berjualan cilok. Atun juga berbagi pengalaman bekerjanya saat masih muda, ketika baru lulus dari SMA ia pernah mengikuti kursus akutansi kemudian mengajar mata pelajaran ekonomi di sebuah sekolah menengah pertama selama 4 tahun, setelah itu ia lanjut bekerja di pabrik tekstil, ia juga pernah bekerja di puskesmas membantu bidan bersalin.

 "Dulu itu abis lulus SMA saya sempat kursus akutansi jadi saya pernah ngajar di SMP mata pelajaran ekonomi selama 4 tahun. Setelah mengajar saya mencoba kerja di pabrik tekstil, terus di puskes ngebantuin lahiran dan bersih-bersih, kemudian jadi pembantu, baru terakhir ini jualan cilok. Dulu itukan masih kuat umur 50 an masih bisa jadi pembantu, sekarang udah ngga," tuturnya.

Terlihat dari pengalaman bekerja Atun saat masih muda ia memiliki impian yang besar, sayang keadaan belum mengizinkan Atun meraih impian tersebut. Atun juga bercerita saat orang tuanya masih hidup mereka berharap ia mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan cita-cita Atun. Akan tetapi Atun sangat mensyukuri pekerjaannya yang sekarang, ia bisa menghidupi diri sendiri dengan baik dan tidak mengemis.

Atun berjualan cilok mulai dari matahari terbit hingga malam hari. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menjajakan dagangannya. Saat pagi hari ia berjualan di selasar toko ayam potong sampai pukul 10.00 WIB, kemudian ia berpindah ke sekitar tugu jam Tlogo yang berjarak kurang lebih 200 meter dari tempat ia berjualan sebelumnya, baru saat malam hari ia berjualan didepan bengkel motor dan mobil Handoko sampai dagangannya habis.

Keuntungan yang Atun peroleh dari berjualan cilok tidaklah besar karena ia menjual cilok buatan orang lain sehingga ia akan memperoleh beberapa persen dari setiap penjualan. Ia hanya akan mendapatkan untung bersih sebesar "Rp 20.000"  jika menjual cilok sebanyak "Rp 100.000" semakin banyak cilok yang ia jual maka semakin besar persenan yang akan ia dapat. "Saya kan ini ngambil dari orang, jadi saya kurang tau hitungan untung atau rugi karna saya dapet nya persenan. Kalo saya jual "Rp 100.000" saya dapet "Rp. 20.000" berlaku kelipatan," ucapnya.

Beruntung Atun berjualan di daerah yang ramai sehingga dagangannya tidak pernah sepi, pasti ada saja pelanggan yang membeli dagangannya walau tidak banyak. Bahkan jika sedang ramai ia harus mengambil stok tambahan agar cukup untuk berjualan hingga malam hari. "Kalo sepi pernah tapi ga pernah kalo ga ada yang beli, pasti ada. Bahkan aku bisa dua kali ambil stok kalo lagi rame," ungkapnya.

Hal ini dipengaruhi karena Atun berjualan didekat universitas, jadi mayoritas pembeli merupakan mahasiswa. Jika sedang libur semester Atun mengungkapkan penjualan akan menurun tetapi Atun masih bersyukur karena masih ada warga sekitar yang membeli dagangannya.

Berjualan disekitar kampus membuat Atun sering berinteraksi dengan mahasiswa. Bahkan di beberapa kesempatan Atun tidak segan untuk memulai obrolah terlebih dahulu. Topik obrolan dapat bermacam-macam mulai dari kegiatan di kampus hingga kehidupan para mahasiswa selama di Jogja. Atun juga sering memberikan nasihat yang berharga dan berbagi pengalaman bekerjanya dahulu kepada para mahasiswa yang membeli dagangannya. Hal-hal seperti ini yang membuat Atun semangat berjualan setiap harinya karena ia dapat menyebar kan kebaikan sambil mencari nafkah kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun