Mohon tunggu...
bebet rusmasari
bebet rusmasari Mohon Tunggu... Guru - Menjadi bermanfaat

Tetaplah hidup dan menjadi berguna

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Buku atau Film: Runaway Paths

1 Mei 2020   08:22 Diperbarui: 1 Mei 2020   08:47 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca buku atau nonton film? Dua-duanya adalah upaya 'penebusan' bahkan 'pengampunan' dari rutinitas kesibukan sejak dini hari hingga petang. Saya sebenarnya tidak ingin menyebutnya sebagai 'pelarian' sebab kepadatan kegiatan saya tidak menjadi alasan untuk melarikan diri. Saya cinta pekerjaan saya. Namun tentu saya juga butuh buku dan film seperti halnya saya butuh tidur dan makan, di luar rutinitas saya.

Sebuah buku karya penulis pujaan saya Agatha Christie yang kemudian mengantarkan saya untuk menggemari novel detektif sejak kelas satu SMP berjudul 'Sepuluh Anak Negro'. Novel ini adalah terjemahan dari crime novel Christie yang berjudul 'And Then There Were None'. Novel ini kemudian belakangan tahun 2015 dibuat mini serinya dengan judul yang sama.

'Sepuluh Anak Negro' adalah novel crime-detective yang sedikit berbau magis dan berkesan creepy. Novel ini berkisah tentang 10 orang berada di suatu pulau diundang untuk berbagai alasan yang berbeda dan pada akhirnya mereka tewas satu persatu sebagai 'penebusan' dosa-dosa yang mereka lakukan di waktu lalu dan tak tersentuh oleh hukum.

Seperti biasa, karya Christie harus dinikmati kata demi kata. Karya yang tidak bisa saya terjemahkan hanya melalui sinopsisnya saja. 'Sepuluh Anak Negro' saya baca ulang dalam versi aslinya 10 tahun kemudian. Menikmati karya terjemahan dan versi asli butuh energi banyak sebab saya tidak bisa lepas dari proses 'membandingkan' bahkan 'menghakimi' kedua versi tersebut.

Hal itu pun semakin berkesan tidak sederhana saat saya menonton mini seri novel tersebut. Walaupun tetap menggunakan judul yang sama, banyak detil yang berbeda dari versi novelnya. Momen-momen mengejutkan malah berkesan horor yang susah dijelaskan. Bahkan ending-nya tidak seperti yang saya bayangkan setelah bertahun-tahun 'terbius' dengan karakter novel yang penuh misteri. Padahal di versi novelnya, semua hal dijelaskan Christie dengan logis dan tidak gaib. Apabila saya lebih dulu menonton film sebelum membaca buku, mungkin saya akan mendapatkan kesan berbeda.

'Sepuluh Anak Negro' hanya satu diantara sekian banyak buku yang menjadi dunia saya. Dunia yang dulu hanya bisa saya kunjungi setelah mengumpulkan uang jajan seminggu dan menyewanya di perpustakaan. Novel Christie, Steele, Doyle adalah dunia yang menawarkan impian yang tidak sanggup saya beli. Tokoh-tokoh dalam novel mereka adalah 'teman-teman' saya, yang tentu saja tidak perlu banyak maintenance, selalu konsisten, tidak berpura-pura.

Visualisasi buku menjadi film cukup mampu mengalihkan dunia saya. Walaupun sensasi yang saya rasakan saat 'lari' ke dunia film tentu lebih memuaskan panca indera namun kenikmatan mencerna kata-kata dan membiarkannya berlarian bebas menemukan sendiri wujudnya tidak dapat saya gantikan. Tentang siapa Hercule Poirot detektif swasta yang kepalanya berbentuk telur. Tentang bagaimana Miss Marple menatap matanya sendiri di cermin dan memiringkan topinya. Tentang Holmes dan Watson... ah..

Saya masih punya waktu sepekan ini. Sebelum back to routines. Saya masih punya list buku yang belum habis saya baca. Dan film di daftar tonton iflix yang begitu menggoda mengijinkan saya membuka runaway paths...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun