Mohon tunggu...
Sari S Karim
Sari S Karim Mohon Tunggu... -

Bekerja di Universitas Paramadina, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cerita dari Bogor (5): Bendung Katulampa, Dulu dan Kini

1 Januari 2014   07:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tak kenal bendung Katulampa. Bendungan yang terletak di Kelurahan Katulampa, Kota Bogor ini semakin kesohor sejak banjir besar lima tahunan melanda Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2002. Bak seorang idola, bendung Katulampa menjadi sorotan banyak media kala musim penghujan seperti saat ini. Dipantau kondisinya, dicermati perkembangannya, dan diantisipasi dampaknya oleh banyak orang.

Seiring berjalannya waktu, bendung Katulampa bukan hanya mengalami perubahan; namun juga masih adanya sejumlah orang yang salah dalam memahami keberadaannya. Melalui tulisan ini, saya akan menceritakan secara singkat tentang bendung Katulampa masa lalu dan kini. Sebagian informasi saya peroleh dari berbagai sumber, sedangkan selebihnya diperoleh dari hasil pengamatan langsung penulis.

Kata Katulampa diambil dari bahasa Sanskerta yaitu “Katu” yang berarti Batu dan “Lampa” yang berarti hitam kelam jadi makna “Katulampa” adalah batu yang hitam kelam. Pembangunan bendung Katulampa (Katoelampa Dam) oleh Pemerintah Hindia Belanda mulai direncanakan tahun 1889. Kejadian banjir besar yang melanda Jakarta pada tahun 1872 lah yangmelatarbelakangi pembangunan bendung Katulampa.

[caption id="attachment_302537" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: sejarahjakarta.com"][/caption] Bendung Katulampa merupakan bendungan tertua di Bogor. Kontruksi hasil karya Ir. Van Breen ini berciri khas ornamen-ornamen besi zaman Belanda. Hingga saat ini, masih tampak baik, kokoh, dan tidak berkarat. Pembangunan yang menelan biaya senilai 80.000 gulden itu berlangsung sejak 16 April 1911 dan diresmikan pada 11 Oktober 1912 oleh Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg. Hadirnya banyak pejabat penting pada masa itu, menandakan bahwa bendung Katulampa berperan penting dalam pengendalian banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Tak banyak orang tahu bahwa bendung Katulampa bukanlah bendungan yang menampung air seperti bendung Jatiluhur atau Saguling, melainkan sebuah sistem informasi dini bahaya banjir. Selain itu, bendung Katulampa juga berfungsi sebagai irigasi dan sumber air bagi sejumlah perusahaan, Kebun Raya Bogor serta Istana Bogor. Fungsi irigasi ini telah berakhir, seiring dengan semakin berkurangnya areal sawah di sekitar Bogor dan Jakarta.

Sistem informasi dini bahaya banjir di bendung Katulampa dilengkapi peralatan pendukung sederhana seperti telepon genggam dan CCTV. Dengan demikian, para pihak yang berkepentingan dapat segera memperoleh informasi mengenai kondisi bendung Katulampa.Saat kondisi normal, debit air di bendung Katulampa yaitu 100.000 liter per detik, sedangkan saat musim penghujan meningkat tajam mencapai 630.000 liter air per detik (Siaga 1). Kondisi ini pernah terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007, dan 2010. Untuk sampai ke wilayah Depok dan Jakarta, masing-masing memerlukan waktu 3-4 jam dan 10-11 jam.

Daya tampung bendung Katulampa diduga mengalami penurunan yang disebabkan oleh pendangkalandi aliran sungai Ciliwung dan bendung Katulampa itu sendiri. Selain itu, banyak sampah rumah tangga, kayu, dan barang bekas yang memenuhi bendung Katulampa. Hal tersebut dipicu oleh minimnya tempat pembuangan sampah dan belum terjangkaunya beberapa daerah oleh armada pengangkut sampah. Kondisidiperburuk oleh rendahnya pengetahuan dan kepedulian warga terhadap kelestarian lingkungan.

[caption id="attachment_302538" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: http://www.mediaindonesia.com"]

1388471757484046043
1388471757484046043
[/caption] Januari tahun lalu, ratusan orang yang terdiri dari Masyarakat Cinta Bogor, warga RW 09 dan 10 Kelurahan Katulampa, dan Taruna Siaga Bencana Kota Bogor bekerja sama membersihkan sungai Ciliwung di sekitar bendung Katulampa (radius 1 km). Hanya dalam waktu kurang dari enam jam, mereka berhasil mengangkat sampah sebanyak 150 karung dengan rata-rata berat per karung 20-50 kg. Sungguh, jumlah yang tidak sedikit. Coba Anda bayangkan, berapa banyak karung sampah yang akan diperoleh dari aktivitas serupa jika dilakukan di sepanjang sungai Ciliwung.

Jika Anda berkunjung ke bendung Katulampa saat puncak musim penghujan, Anda dapat saksikan betapa derasnya aliran sungai Ciliwung dan luapan bendung Katulampa. Kedua aliran tersebut berwarna cokelat pekat; pemandangan yang memprihatinkan. Ancaman permasalahan lingkungan lainnya adalah aktivitas mandi, cuci, dan kakus yang berlangsung di beberapa wilayah lintasan air sungai pecahan dari bendungan. Ironinya, area tersebut merupakan arena bermain air menyenangkan bagi anak-anak warga sekitar (saat saya berkunjung ke sana, tampak beberapa anak sedang asyik bermain seluncuran di tepi sungai).Semoga di masa mendatang, Pemerintah Kota Bogor lebih responsif mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan seperti yang terjadi di bendung Katulampa dan sekitarnya.

Selain beberapa permasalahan lingkungan di atas, terdapat dampak positif akibat seringnya bendung Katulampa “terekspos” banyak media, yaitu menjadi salah satu obyek wisata Kota Bogor. Tak jarang,mereka yang penasaran berbondong-bondong ke sana. Ramainya lokasi bendungan menyebabkan akses menuju/dari lokasi itu menjadi padat bahkan macet.Prasarana sekitar bendungan belum menunjang “terangkatnya” bendung Katulampa sebagai salah satu obyek wisata. Hal ini terlihat dari sempitnya akses tepat di lokasi bendungan; jalan hanya cukup untuk satu kendaraan roda empat dan belum tersedianya area untuk putar balik kendaraan.

Dampak positif lainnya adalah jalur menuju/dari bendung Katulampa menjadi magnet para bikers. Adanya jalan pintas dari bendung Katulampa menuju Puncak melalui Tajur dan Ciawi menambah daya tarik para bikers. Kualitas jalan yang cukup baik, berkelok-kelok, spots pedesaan yang natural, dan udara yang cukup sejuk direkomendasi menjadi track “gowes” yang asyik sekaligus menantang.

[caption id="attachment_302543" align="aligncenter" width="512" caption="http://jelajah-borneo.blogspot.com/2012_07_01_archive.html"]

13884722761703224844
13884722761703224844
[/caption] Yang tak kalah menariknya, muncul olah raga rekreasi; rafting yang memanfaatkan aliran air dari bendung Katulampa atau pecahannya seperti Kalibaru di Sukaraja, Cimahpar. Ketika saya melintas, tampak enam orang sedang melakukan pemanasan menjelang rafting. Sepintas saya berpikir, wow keren juga bisa rafting pas di depan komplek seperti mereka. Rupanya, aktivitas seru ini juga telah menjadi peluang usaha olah raga rekreasi dengan tarif per orang per paket Rp 220.000-240.000 (9 km, 2 jam).

Terlepas dari belum nyamannya akses menuju/dari bendungan dan kemacetan yang terjadi di saat-saat tertentu, kondisi tersebut begitu disyukuri sejumlah warga. Banyaknya orang yang berkunjung atau sekedar melintas di bendung Katulampa, berhasil mendatangkan rezeki tambahan bagi warga yang berdagang di sekitar bendungan.

Informasi diambil dari berbagai sumber.

Serial Cerita dari Bogor lainnya:

1. Cerita dari Bogor (1): Produk Tas yang Mendunia.

2. Cerita dari Bogor (2): Produk Sepatu dan Sandal Peningkat Perekonomian Warga.

3. Cerita dari Bogor (3): Oleh-Oleh Unik Khas Bogor.

4. Cerita dari Bogor (4): Serba Gratis di Perayaan HUT Kota Bogor ke-531.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun