23.36 wib, Kamis (17/1)Â
Keluarga Si Bakkar, Caruban
"Assalamu'alaikum..., Rami.... Ramiii...", suara Bakkar sambil ngetuk kaca jendela ruang depan, coba bangunkan Shirami, istrinya.
"Ya, Wa'alaikum salam..., sebentar",
"Mas, jam segini kok baru pulang, gak pagi aja sekalian? Tau gak di rumah, seharian tadi banyak orang yang mencarimu, silih berganti dan satupun istrimu ini gak mengenalnya, ada lah kalo 5 orang", tanya Shirami dengan nada kesal.
Bakkar hanya diam, tak satupun kata terucap dari mulutnya. Malah begitu terbuka pintu rumah oleh istrinya, nylonong aja ke belakang.
"Mas, piye sih...diajak ngobrol kok diam", tambah geregetan Shirami melihat ulah Bakkar yang cuma diam, dan meninggalkannya sendirian berdiri di balik pintu.
Tak lama berselang, Bakkarpun menjawab pertanyaan istrinya dari balik kamar mandi, yang hanya terpaut ruang tamu saja.
"Iya, sabar, nanti aku jelasin, ijinkan suamimu ini sholat dulu, buatin kopi lah Rami...", begitu lirihnya suara Bakkar, mencoba dinginkan suasana dan membuat istrinya marah, karena terlambat pulang.
Bakkar tinggal bersama Shirami dan Anak perempuannya, Lintang, di rumah peninggalan mertua (orang tua Shirami). Petak sederhana, sebuah rumah yang tak pernah direhab, terhimpit bangunan gedung Samsat dan Sekolah Kejuruan, dimana asupan keilmuan Lintang dididik.
Malam ini adalah malam keempat Lintang ikut kegiatan Kepramukaan di sekolah. Sudah pasti, hanya tersisa mereka berdua. Suasana yang tak biasa dalam rumah yang berukuran 8x6 m ini.Â