Mohon tunggu...
Khan
Khan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahsiswa Jomblo Pecinta Lopi

Mahasiswa Universitas Mataram

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fluktasi Tembakau di Tengah Pandemi Covid-19

14 Desember 2020   18:31 Diperbarui: 14 Desember 2020   18:33 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Sarisah
Mahasiswi Sosiologi Universitas Mataram

Akhir tahun 2019 lalu, tepatnya pada bulan Desember, dunia dihebohkan dengan sebuah virus mematikan. Sebuah virus yang dapat menyebar secepat kilat. Pakar kesehatan menyebutnya dengan Covid-19 (coronavirus disease 2019). Virus yang dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok China ini merupakan jenis coronavirus baru yang menyerang manusia pada area pernafasan. Secara global, hampir di seluruh negara terdampak Covid-19, termasuk  Indonesia. 

Akibatnya, berbagai sektor kehidupan seperti dibidang sosial,ekonomi, politik, keamanan dan kesehatan. Di sektor enomi  misalnya, dengan adanya imbauan pemerintah untuk berdiam di rumah, berpengaruh pada aktivitas bisnis masyarakat yang kemudian berimbas pada perekonomian.

Sejumlah sektor perekonomian mengalami penurunan di masa pandemi Covid-19 dan mempengaruhi fluktasi harga komoditas-komoditas pangan. Adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan imbauan guna mencegah penyebaran Covid-19, seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah yang berimplikasi terhambatnya distrubusi dari wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya.

Meski begitu, nampaknya terdapat pula sektor yang mampu bertahan di masa pandemi ini. Pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Ketika semua sektor terpukul pandemi, sektor pertanian justru mengalami kestabilan. Sektor pertanian tembakau misalnya.

Rupanya, sektor pertanian terkena dampak paling kecil dibandingkan dengan sektor lain. Hal ini terjadi karena dampak dari pembatasan sosial akan relatif minimal pada sektor pertanian, walupun masih adanya resiko  dari disrupsi rantai penawaran dan terpuruknya permintaan.  Kemudian, dikarenakan  wilayah sektor pertanian bukan wilayah yang memiliki penduduk yang padat seperti perkotaan, namun diwilayah pedesaan. Masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani juga turut merasakan dampak pandemi ini, seperti petani tembakau.

Di Indonesia, beberapa daerah memanfaatkan lahan pertaniannya untuk menanam tembakau. Salah satu daerah yang didominasi oleh petani tembakau terdapat di Pulau Lombok. Sebuah pulau yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memiliki wilayah yang pekerjaan masyarakatnya bertani tembakau. 

Misalnya di Desa Landah, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng). Pada musim kemarau, para petani setempat akan menaman tembakau. Awal tahun 2020 lalu beredar isu bahwa harga tanaman tembakau akan mengalami penurunan. Uniknya, pandemi dan isu yang beredar tersebut tidak menyurutkan niat para petani untuk tetap menaman tembakau, meski sebagiannya beralih untuk menanam tanaman lainnya, seperti cabai, tomat, kedelai, dan lain sebagainya. 

Para petani melihat adanya potensi dan peluang yang memungkinkan harga jual akan tinggi, dikarenakan berkurangnya petani yang menanam tembakau. Masyarakat juga melihat bahwa aktivitas pertanian masih dapat berjalan dengan baik meski protokol diterapkan secara ketat.  Dilihat dari segi kesehatan apalagi dimasa pandemi seperti ini, permintaan rokok masih tetap ada seperti biasanya, meski tidak sebanyak tahun sebelumnya.

Pada awal pemanenan harga jual tembakau cukup tinggi dengan kualitas tembakau yang cukup baik. Tingginya harga jual juga dipengaruhi oleh kurangnya jumlah petani tembakau sehingga jumlah bahan dasar rokok ini pun berkurang. Selain itu, fluktatif harga tembakau terjadi karna faktor kenaikan bea cukai jadi harga jual harus ditekankan.

Namun, dipertengahan masa panen, harga tembakau mulai turun. Hal ini disebabkan oleh beberapa pihak gudang yang memilih untuk tutup. Tentu saja faktor penyebabnya ialah adanya pengurangan kouta pengiriman tembakau yang masuk disetiap gudang, sehingga para pembeli memilih untuk menurunkan harga. 

Pihak yang terdampak dari penurunan harga ini ialah petani tembakau yang hanya memiliki lahan kurang lebih satu hektar, karena mereka hanya mengandalkan pembeli tidak bisa langsung mengantarkan hasil panen ke gudang  (petani binaan dapat mengirim langsung ke gudang, sehingga harga relatif stabil. Sedangkan petani non binaan akan mengalami penurunan). Harga jual yang mengalami penurunan diatasi dengan menitipkan barang pada orang yang masih memiliki kouta untuk memasukan tembakau ke gudang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun