Pertama, birokrasi dan regulasi di Indonesia seringkali menjadi hambatan dalam menjalankan proses hilirisasi. Perijinan yang rumit, pembebasan lahan yang penuh konflik hingga tumpang tindih peraturan masih menjadi bottleneck utama. Contohnya, aturan Divestasi Tambang menyebabkan pemilik tambang enggan untuk membangun smelter. Aturan divestasi tambang memaksa pemilik tambang untuk mendivestasikan sahamnya kepada Pemerintah (Pemda, BUMN, BUMD) dalam waktu sepuluh tahun. Yang jadi permasalahan adalah apabila tambang tersebut bersifat integrated dengan smelter, tentunya menjadi kerugian besar untuk investor apabila smelter, yang memiliki nilai investasi besar, harus turut didivestasikan.
Kedua, tata ruang. Investasi seringkali terkendala ketidakjelasan tataruang, dimana masih adanya tumpang tindih antara peta kehutanan, peta pertambangan, dan RTRW. Tumpang tindih ini yang pada akhirnya menyebabkan ketidakpastian, karena seringkali wilayah yang ditetapkan masih mengalami tumpang tindih dengan kawasan lain.
Ketiga, ketersediaan infrastruktur. Smelter membutuhkan infrastruktur penunjang seperti listrik untuk menghidupkan pabrik, jalan untuk mengangkut bahan mentah dan hasil olahan, dan pelabuhan untuk mendistribusikan hasil produksi smelter. Kebutuhan infrastruktur tersebut gagal disediakan oleh Pemerintah.
Masih banyak jalan yang rusak, pelabuhan yang tidak efisien dan sulitnya mendapatkan akses listrik. Infrastruktur listrik contohnya, daerah-daerah yang memiliki potensi tambang seringkali memiliki rasio eletrifikasi yang rendah, seperti Sumatera Selatan sebesar 72,71%, Kalimantan Tengah 67%, Kalimantan Selatan 75%, dan Papua 29,25%. Smelter biasanya akan dibangun dekat dengan sumber tambang, agar dapat menekan biaya transportasi. Tapi dengan tingkat elekrtifikasi rendah tersebut, maka investor akan berpikir dua kali sebelum membangun industri smelter di Indonesia.
Exit StrategyPemerintah dan DPR hanya mempunyai dua opsi exit strategy, pertama melakukan penundaan dari pelaksanaan pelarangan ekspor bahan mentah, yang berarti merevisi Undang-undang. Kedua, menjalankan pelarangan ekspor dan menanggung segala biaya yang disebabkan.
Opsi pertama merupakan jalan aman yang minim konflik, tapi menunjukkan ketidaktegasan Pemerintah. Jika opsi ini dijalankan, tentu harus dimulai untuk pembahasan revisi UU Minerba. Lalu, Pemerintah harus memberlakukan Bea Keluar dan Pajak yang besar bagi perusahaan yang melakukan ekspor bahan mentah, sehingga menjadi disinsentif kepada pengusaha tambang. Dengan adanya disinsentif tersebut, diharapkan pengusaha tambang dapat mengerem tingkat produksinya, hingga setidaknya mendekati level pada tahun 2009, dan mulai berinvestasi dibidang industri hilir.
Selain itu, jika opsi ini dilakukan, Pemerintah harus mengambil berbagai kebijakan yang mendukung munculnya industri hilir, sehingga walaupun dilakukan penundaan, industri smelter tetap dibangun. Kebijakan yang diambil dapat berupa pembangunan smelter yang berbasiskan wilayah. Pemerintah menetapkan zona atau kawasan yang akan menjadi sentra industri hilir di beberapa lokasi, dan membangun infrastruktur penunjangnya. Lalu, Pemerintah melalui BKPM dapat menawarkan sentra-sentra tersebut kepada investor yang berminat.
Apabila opsi kedua diambil, maka Indonesia akan menghadapi guncangan ekonomi yang cukup besar. Oleh sebab itu, Pemerintah diharapkan untuk menyiapkan bantalan pengaman agar dampaknya dapat diminimalisir. Bantalan tersebut dapat berupa jaminan sosial dan pelatihan bagi karyawan yang terkena PHK.
Pilihan yang akan diambil sangat bergantung pada kepemimpinan dan integritas dari DPR dan Pemerintah. Hilirisasi merupakan proyek besar bangsa Indonesia, yang sayangnya masih dikerjakan setengah hati. Pemerintah masih setengah hati dalam menyediakan regulasi dan infrastruktur yang menunjang investor dalam membangun smelter. Sektor swasta masih setengah hati untuk mengambil resiko dan sedikit berkorban untuk membangun smelter. Proyek sebesar ini sudah selayaknya dilaksanakan dengan sepenuh hati, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan dampak positif dari hilirisasi.
(Tulisan ini dimuat pada kolom opini Koran Kompas, 11 Maret 2013)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H