***
Jam menunjuk pukul empat tepat ketika aku selesai makan sahur dan menggosok gigi. Aku memasukkan mukena ke dalam tas dan melangkah menuju rumah Idoy setelah pamit pada Ibu.
Pintu rumah Idoy terbuka. Aku menguluk salam dan disambut senyum Mbok Karminah.
"Mana yang lain?" tanyaku pada Idoy yang tak mengalihkan pandangan sedikitpun dari televisi.
"Bentar lagi kayaknya. Tunggu aja," sahutnya.
Tidak ada percakapan di antara kami, hanya suara dari televisi untuk sesaat. Aku mencoba untuk mencairkan suasana.
"Oh iya Doy, senin besok mulai acara sanlat ya?" tanyaku.
"Heem." Idoy menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari televisi.
"Udah sahur belum, Doy?" Aku kembali bertanya, berharap dia mengalihkan pandangan dari televisi dan memandangku.
"Udah." Dia tetap bergeming di posisinya.
Aku mulai kesal kalau saja suara Sansan dan Jeje tak terdengar.