"Wa'alaikumsalam. Eh, Jali. Tumben lewat sini?"
"Iya, Jul. Kebetulan lagi ada urusan dari rumah pak Ustadz. Emak jualan takjil rupanya, ya sekalian aja mampir," katanya.
"Oh ..." Aku mengangguk-angguk.
"Eh, ada Jali. Kebetulan banget tinggal atu koleknya, nggak ape-ape?"
"Nggak apa-apa, Mak. Satu aja buat saya sendiri, Mak."
"Makan di sini aje, sekalian buka puasa bareng," seperti biasa, Emak selalu ramah, terlebih pada orang yang kukenal atau teman akrab.
"Nggak apa-apa, Mak. Besok lagi aja saya mampir. Hari ini saya buru-buru, disuruh jadi bilal tarawih malam ini," katanya.
"Iye deh, nanti mampir-mampir ye ke mari." Emak tersenyum sambil menyerahkan satu gelas berisi kolak ubi. Uang lima ribu berpindah ke tangan Emak. Jali melambaikan tangan, aku membalasnya dengan senyum. Kami menutup pintu dan duduk bersisian menunggu azan magrib.
"Katanye Jali udah kerja di perusahaan banyak nasional gitu Jul, yang Emak denger sih."
"Multinasional kali, Mak?" Aku mengoreksi kekeliruan ucapan Emak.
"Nah, iye. Ntu. Mantep ye Jul."