"Saudara Julianto," suara perempuan di ambang pintu membuyarkan pikiran burukku.
Aku melangkah masuk, duduk berhadapan dengan perempuan berkacamata yang memegang map merah. Sebagian besar pengalaman pendidikan dan kemampuanku.
"Dari yang saya baca, kamu belum pernah bekerja, betul?" Pertanyaan yang sangat tak basa-basi.
"Benar, Bu. Selama kurang lebih enam bulan ini saya mencari peluang ke berbagai perusahaan, tetapi kemampuan saya dinilai tidak cocok dengan perusahaan mereka. Jadi, saya akhirnya mencoba melamar ke perusahaan ini untuk posisi tersebut," kataku.
"Bagaimana kalau saya menerima kamu bekerja, tanpa melihat latar belakang pendidikan kamu?"
"Maksudnya, Bu?" Aku mengubah posisi tubuh dengan lebih condong ke arah perempuan di depanku.
"Saya akan menerima kamu sebagai office boy, kamu bersedia?"
'Gile! Sarjana jadi office boy?' sebagian diriku marah, tetapi hatiku buru-buru mengiyakan.
"Baik, Bu. Saya bersedia," kataku.
"Kamu bisa bekerja mulai besok," katanya.
Aku tersenyum, mengucapkan terima kasih sambil menangkupkan kedua tangan ke arahnya.