Mohon tunggu...
Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/KBM/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matinya Pohon Kehidupan

6 Maret 2023   21:57 Diperbarui: 6 Maret 2023   22:23 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bloop!

Aku berusaha menggerakkan tangan dan kaki. Air mulai naik sebatas dadaku. Tidak! Ada yang terjadi? Ini di mana lagi? Setelah sebelumnya aku berada di sebuah tempat asing, kini aku hampir tenggelam. Aku mengais ingatan terakhir, diriku sedang tertidur lelap di kamar, di atas kasur busa dengan beberapa jahitan kain perca.

Seseorang menarik tanganku, membawa diriku dalam dada bidangnya. Aku terbatuk-batuk. Tunggu, dia siapa?

"Syukurlah aku menemukanmu, Al. Maafkan perbuatan Ayahku. Aku minta maaf untuk kekejamannya membantai kerajaanmu. Aku minta maaf."

"Tu-tunggu. Kita di mana? Ini laut? Aku tidak bisa berenang," kataku sebelum kesadaranku lesap.

Saraf pembau di hidungku berhasil merespon aroma white tea yang berada di meja kayu tempatku berbaring. Lelaki itu tengah menuangkan teh dalam mangkuk porselen kecil. Ah, dia mirip dengan Dylan Wang.

"Kau baik-baik saja? Kita berhasil ke luar dari lubang hitam itu," katanya sambil menyodorkan teh ke arahku.

"Kam- maksudku, kau siapa?" Aku meneguk teh itu perlahan. Rasa hangat membuat tenggorokanku nyaman.

"Aruna Ace, tentu saja. Kau pikir saudaraku yang mencoba menipumu? Mereka hanya mirip denganku, tidak benar-benar sama." Dia meraih sebelah tanganku, memberi pijatan lembut di antara jari-jari tanganku.

Aruna Ace? Saudara? Menipu? Aku benar-benar tidak mengerti ucapannya.

"Pelan-pelan saja. Kau pasti masih syok karena pelarian kita. Kita berada di tempat aman. Kerajaan kita hancur, begitu juga pohon kehidupan," lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun