Lelaki berkacamata bulat itu mengepalkan tangannya. Dia melangkah dengan terburu-buru ke ruangan dengan layar besar dan lampu-lampu menggantung di atas, lampu di tiang-tiang dengan beberapa kamera dan orang-orang yang hilir-mudik melakukan pekerjaan masing-masing.
"Pak Rein, peralatan sudah siap," lelaki bertopi hitam mendekat ke arahnya.
"Ya, terima kasih banyak Pak." Lelaki berkacamata itu tersenyum.
'Pekerjaan adalah yang harus diselesaikan saat ini. Fotografer itu biar waktu yang akan menyelesaikannya.' Pikiran lelaki itu membuat dirinya terlihat lebih tenang meski hatinya kalut.
Jeha datang dengan Keenan yang menggendong tas kameranya. Ketiga perempuan dengan riasan karakter di wajah dan beberapa bagian tubuh itu berdiri di depan layar berwarna putih.
Rein melihat gadis itu berdiri di sampingnya. Keenan mulai berdiri di depan mereka. Tangannya sibuk mengarahkan model. Lampu flash menyala berkali-kali.
"Kamu tahu Sheila?" kata Rein tiba-tiba.
"Aku harus bicara sebagai rekan kerja atau teman lama? Ya kalau hubungan kita bisa dikatakan teman," gadis itu berbicara tanpa melihat lawan bicaranya.
"Terserah kamu saja. Tapi, yang saya tahu, Sheila dan fotografer itu punya hubungan spesial," lelaki itu menunjuk ke arah Keenan yang masih mengarahkan kameranya untuk membidik foto yang pas.
"Saya anggap itu sebagai bentuk perhatian dari Bapak. Terima kasih banyak," katanya.