"Keenan, sebaiknya kita persiapkan studio dulu  biar nanti pas model dateng, kita bisa langsung take," kata gadis itu.
Lelaki berkacamata bulat itu berdeham, "saya akan mengecek peralatan, Pak Keenan. Bapak bisa menyusul nanti."
"Terima kasih, Pak Rein," kata lelaki itu.
"San, jelasin ke aku. Kamu kenal sama Rein? Sejak kapan? Kamu selingkuh sama dia?" cecar Keenan.
Kedua tangan Keenan menyentuh bahu gadis itu. Sekilas ekor matanya melirik sekeliling, memastikan ruangan itu hanya ada dia dengan gadis itu, gadisnya.
Jeha tertawa sumbang. "Oke, aku jujur. Secara pribadi, aku kenal dia lebih dulu. Tapi, aku nggak tahu kalau dia megang project ini. Dan aku di sini buat kerja. Kamu tahu aku profesional 'kan?"
Keenan masih diam di posisinya. Jeha menarik wajah lelaki itu menghadapnya. Dia menatap mata cokelat lelaki itu dengan lembut.
"Sayang, jangan bilang kamu cemburu," katanya.
Lelaki itu mendesah. Dia menempelkan hidungnya ke wajah gadis itu. "Aku percaya sama kamu. Aku cuma merasa tersaingi."
Jeha tertawa sekali lagi. "Aku cintanya sama kamu, Keenan. Tahun depan kita nikah sesuai rencana 'kan?"
Keenan mengangguk. Dia meraih tangan gadis itu, meninggalkan jejak bibirnya dengan lembut di sana. Kecupan lembut Keenan membuat gadis itu merasa pendingin ruangan tak berfungsi untuk dirinya saat itu.