"Iya kah? Abang petualang sejati tampaknya," dia tersenyum, masih fokus melihat ke depan.
"Biasa kok. Masih menikmati kesendirian," aku terkekeh kemudian menelan ludah sendiri.
Perjalanan menuju rumah bibiku memang tak semulus jalan bebas hambatan. Namun pepohonan rindang, hutan karet, perkebunan sawit dan lada asli pedesaan yang indah, membuatku terpesona. Tak terasa, sampai juga aku di rumah bibi.
Karena sopir minibus mengenal bibiku, aku diantar langsung sampai ke depan rumah beliau. Bibi menyambutku dengan suka cita.
"Lah besak ok pok ni. Dek terasa aben ya," ucapnya dalam bahasa setempat.
Aku hanya tersenyum. Meskipun tak bisa menyahut dalam bahasa daerah tempat lahir ibuku, aku bisa paham maksud ucapan beliau.
Beliau membawaku ke kamar yang akan menjadi tempat tidurku selama beberapa malam.
"Kalau butuh apa-apa ambil saja di toko," ucap beliau sebelum kembali menjaga toko sembako miliknya.
Aku mengamati kamar tempatku menginap ini. Dinding bercat abu, lemari dua pintu dengan cermin besar, springbed berukuran sedang dan lampu tidur berbentuk jamur menempel di dinding dekat tempat tidur. Dan ada boneka beruang besar di sisi ranjang.
Aku merebahkan diri. Meluruskan punggung yang lelah karena perjalanan darat yang cukup menguras energi. Esok pagi aku akan mulai memanjakan diri.
Petualangan, aku datang!