Kembalilah Jika Itu Bukan Jalan yang Kau Pilih
By Mita Yoo
Aku tak sabar menunggu bulan April tiba. Hari-hari di bulan April akan terasa sangat menyenangkan. Tiket tujuan Pangkalpinang sudah berhasil kupesan melalui aplikasi online. Izin untuk mengambil jatah cuti tahunan dari atasan juga sudah kukantongi.
Dua hari lagi, aku akan meninggalkan lingkaran rutinitas membosankan ini. Mengunjungi tempat baru, memacu adrenalinku yang masih mendidih.
Perjalanan kali ini sayangnya harus kulakukan sendiri. Karena Bimo, teman seperjuanganku sudah lebih dulu menjadi seorang suami. Ia sudah memikul beban berat di pundaknya. Aku tak bisa lagi bebas mengajaknya keliling Indonesia, cita-cita yang belum sempat kami wujudkan bersama.
Ketika jam kerja usai, kulajukan motor menuju pasar swalayan terdekat. Berbelanja daftar persediaan untuk bekalku selama satu pekan perjalanan. Ah, sungguh tak sabar menunggu hari berganti.
***
Hari yang kutunggu tiba. Berbekal persediaan makanan, pakaian, peralatan cukur dan juga tiket di tangan, aku bertolak dari bandara Soekarno-Hatta menuju bandara Depati Amir.
Perjalanan selama satu jam di udara kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat selama kurang lebih empat jam untuk sampai ke Muntok, Bangka Barat. Di sana aku akan menginap di rumah bibi dari pihak ibuku.
Jalan penuh lubang, akses jalan tak mulus membuatku tak bisa tertidur. Aku berpegangan untuk menahan badanku tak jatuh. Padahal aku termasuk orang yang akan terlelap selama perjalanan kemudian baru akan bangun ketika mendekati tujuan. Sungguh Maha Sempurna Tuhan yang telah menciptakanku dengan segala kekurangan dan kelebihan ini.
"Maaf ya Bang, jalan di sini memang tak semulus di kota. Abang nggak mabuk kendaraan 'kan?" tanya sopir minibus di sebelahku.
"Nggak 'pa-pa, Bang. Aku udah sering ketemu jalan yang lebih parah dari ini," kataku.