Mohon tunggu...
Wisno
Wisno Mohon Tunggu... Konsultan - konsultan finishing

Furniture, woodworking, kayu, finishing, berkebun, blogging, pencak silat www.interior.wisno.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Candi Borobudur, Kitab Ajaran Budha yang Dinyatakan dalam Bentuk Bangunan

28 Agustus 2023   19:59 Diperbarui: 28 Agustus 2023   20:00 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua tentu setuju bahwa candi Borobudur merupakan salah satu peninggalan budaya dari bangsa Indonesia yang menakjubkan. Terletak di Jawa Tengah, di selatan kota Magelang, sekitar 40 km dari Yogyakarta bangunan ini memiliki posisi geografis yang sangat istimewa. Candi ini terletak di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Elo di sebelah barat dan Sungai Progo di sebelah timur, lokasi ini memiliki pemandangan alam yang indah, di barat laut terdapat dua gunung besar: Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing, sementara di timur laut terdapat Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, dan di sisi timur kita dapat melihat Bukit Menoreh.

Dari segi arsitektur candi ini merupakan satu maha karya nenek moyang yang menunjukkan kehebatan budaya Nusantara di masa lalu. Menurut sejarah, bangunan ini dibangun pada abad ke 8, oleh Raja Samaratungga, Raja Kerajaan Mataram pada masa itu, dengan waktu konstruksi selama kurang lebih 100 tahun. Sekitar 55.000 meter kubik blok batu disusun untuk membentuk bangunan yang kokoh dengan kekuatan bangunan didasarkan pada ketelitian dan presisi penataan dari blok-blok bangunan yang memghasilkan sistem pengunci yang kuat tanpa menggunakan perekat untuk menghubungkan blok-blok tersebut.

Namun, lebih dari sekadar bangunan besar, candi ini memiliki nilai lebih sebagai suatu penggambaran dari ajaran dan filosofi Buddhisme. Ketika dilihat dari atas, Borobudur membentuk sebuah mandala tantrik raksasa, yang secara bersamaan mewakili kosmologi Buddha dan sifat pikiran. Terdapat sepuluh tingkat, dengan 6 tingkat berbentuk persegi di bagian bawah, 3 tingkat berbentuk lingkaran di bagian tengah, dan 1 stupa besar di bagian atas. 

Tingkat paling atas adalah satu stupa besar di tengah bangunan. Di bawah stupa utama terdapat 16 stupa sebagai tingkat kesembilan, kemudian 24 stupa sebagai tingkat kedelapan, dan 32 stupa sebagai tingkat ketujuh. Secara total, terdapat 74 stupa dan satu stupa besar. Ke-74 stupa tersebut dilengkapi dengan patung-patung Buddha di dalamnya. Stupa terbesar di puncak adalah stupa kosong dan tertutup. 

Tingkat yang lebih rendah berbentuk persegi, pada tingkat pertama hingga tingkat keempat dinding bangunan sepenuhnya dihiasi dengan relief, dan mulai dari tingkat kelima ke atas tidak ada lagi relief. Relief-relief tersebut berbingkai, setiap panel relief menggambarkan sebuah cerita; secara keseluruhan terdapat 1460 panel relief di dalam bangunan tersebut.

  • Kamadhatu

Bangunan paling bawah adalah Kamadhatu, yang berisi 160 panel relief yang diberi nama Karmawibhangga. Kini bagian tersebut sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dipasang untuk memperkuat konstruksi candi ketika rekonstruksi bangunan pertama kali dilakukan tahun 1907 -- 1911 oleh pemerintah Hindia Belanda. Beberapa bagian masih dibuka agar orang masih bisa melihat relief di bagian ini. Relief di dinding menggambarkan hukum karma. Ada cerita tentang keburukan akhlak manusia yang disertai dengan hukuman yang akan didapat dan juga cerita tentang pahala manusia dari perbuatan baiknya. Secara keseluruhan merupakan gambaran lingkaran kehidupan manusia (lahir -- hidup -- mati) yang tiada akhir, dan dalam ajaran Buddha mata rantai tersebut akan diakhiri menuju kesempurnaan hidup (nirwana).

  • Rupadhatu

Tingkat pertama hingga tingkat keempat adalah Rupadhatu. Yaitu dunia yang sudah terbebas dari hawa nafsu, namun masih terikat oleh kehidupan jasmani. Tingkat ini mewakili keadaan antara kehidupan terbawah dan kehidupan atas. Dalam Rupadhatu, arca Buddha terdapat pada relung dinding di atas pagar langkan. Relief pada dinding menggambarkan tingkah laku hidup manusia mulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi menurut filosofi Budha. Relief tersebut menggambarkan 4 kelompok cerita: Lalitawistara, Jataka, Awadana dan Gandawyuha.

Lalitawistara, merupakan penggambaran sejarah Sang Buddha, dimulai dari turunnya Sang Buddha di surga (Tusita), dan diakhiri dengan khotbah pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Terdapat 27 bingkai gambar yang menggambarkan persiapan baik di surga maupun di dunia menyambut kehadiran inkarnasi terakhir Bodhisattva sebagai Buddha. 120 relief lainnya menggambarkan kelahiran Buddha di dunia sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Putri Maya dari Kerajaan Kapilavastu. Relief tersebut diakhiri dengan khotbah pertama yang secara simbolis dinyatakan sebagai pemutaran Roda Dharma.

Jataka adalah kisah Budha sebelum lahir sebagai Pangeran Siddhartha. Isi utamanya adalah pokok bahasan perbuatan baik, yang membedakan Bodhisattva dengan makhluk lainnya. Sedangkan Awadana, pada dasarnya sama dengan Jataka namun dengan orangnya bukan Bodhisattva. Cerita-cerita tersebut dikumpulkan dari Diwyawadana (dewa yang mulia), dan kitab Awadanasataka (seratus cerita Awadana).

Gandawyuha merupakan kisah pengembaraan tanpa kenal lelah untuk menemukan Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran karya Sudhana. Relief gambar berdasarkan kitab Buddha Mahayana berjudul Gandawyuha, dan penutup cerita berdasarkan kitab Bhadracari.

  • Arupadhatu

Mulai dinding lantai lima hingga tujuh sudah tidak ada relief lagi. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (tak berwujud). Tingkatan ini mewakili kondisi dimana manusia sudah terbebas dari segala keinginan dan ikatan, namun belum mencapai nirwana. Sang Buddha tampak kabur karena masih ditutupi stupa berlubang sebagai sangkar.

Tingkat tertinggi merupakan penampakan tak berbentuk yang dilambangkan dengan stupa terbesar dan tertinggi. Stupa besar itu kosong dan tertutup tanpa ada lubang. Merupakan keadaan ketika Sang Buddha telah mencapai kesempurnaan hidup (nirwana). Ketika jiwanya terbebas dari segala belenggu dunia.

Bangunan candi Borobudur ini dibuat untuk menggambarkan perjalanan Sang Buddha dalam mengejar kesempurnaan. Sepuluh tingkat candi menggambarkan sepuluh tingkat Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan Buddha. Pada keempat sisi candi terdapat gapura dan tangga untuk menuju ke tingkat yang lebih tinggi, berbentuk piramida. Hal ini menggambarkan filosofi Buddha bahwa semua kehidupan berasal dari batu. Batu menjadi pasir, kemudian menjadi tumbuhan, kemudian menjadi serangga, kemudian menjadi binatang liar dan akhirnya menjadi manusia. Proses ini dikenal sebagai reinkarnasi. Proses terakhir menjadi jiwa dan akhirnya menuju nirwana. Pencerahan dalam setiap prosesnya tergambar pada relief dan patung di Candi Borobudur.

Berdasarkan dari kenyataan itu, maka para ahli sejarah meyakini kalau komplek Borobudur ini pada jaman dulu adalah tempat pendidikan. Bangunan candi yang megah ini berfungsi seperti halnya kitab yang digunakan sebagai sarana bagi setiap orang yang ingin mempelajari agama Buddha. Para pengunjung candi Borobudur ini pada masa itu adalah orang-orang (mungkin para pembesar-pembesar kerajaan) yang berkeinginan untuk mempelajari ajaran-ajaran dari Sang Budha. Kemudian dengan tuntunan dari para pendeta yang tinggal di sini mereka diberi pengajaran dan pengarahan mengenai ajaran-ajaran agama Budha. Pada masanya dulu para pengunjung Candi Borobudur ini adalah para pelajar yang bermaksud untuk belajar. Para "pelajar" ini akan menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan pengetahuan dan penghayatan yang cukup mengenai ajaran-ajaran dari Sang Budha Gautama.

Kita bangsa Indonesia mesti bangga karena memiliki warisan budaya ini yang sangat luar biasa ini. Selain bangunan megah yang akan tetap abadi, ternyata ada warisan lain yang tidak kalah monumental yaitu nilai-nilai luhur yang dikumpulkan dan diabadikan oleh nenek moyang kita. Meskipun Sang Budha Gautama tidak berasal dari tanah ini, tetapi ajaran tersebut dinyatakan dan diwujudkan dengan begitu indah oleh leluhur bangsa kita. Dan hanya di Borobudur ini, ajaran dari Sang Budha bisa diwujudkan dalam bentuk karya seni dan arsitektural yang sangat indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun