Prinsip agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin atau rahmat bagi seluruh alam sejalan dengan penerapan pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) yang dimana melarang eksploitasi alam secara berlebihan dan selalu memperhatikan nasib serta mutu generasi masa kini maupun penerus di masa depan.
Pembangunan berkelanjutan harus menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan berkelanjutan memiliki banyak manfaat, seperti melestarikan lingkungan, menciptakan pemerataan ekonomi dan keadilan sosial, dan lain sebagainya, yang pastinya akan berdampak positif terhadap generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Pembangunan berkelanjutan tidak akan pernah tercapai tanpa adanya distribusi ekonomi yang adil. Kemiskinan dan ketimpangan bagaikan pedang bermata dua yang sama-sama menjadi penghambat utama tercapainya pembangunan berkelanjutan. Di satu sisi, kemiskinan membuat orang-orang sulit mendapatkan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lainnya, yang menghambat mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan. Di sisi lain, ketimpangan ekonomi menyebabkan sebagian kecil masyarakat kaya memiliki kuasa lebih besar untuk mempengaruhi kebijakan dan praktik ekonomi, yang seringkali mengabaikan kebutuhan kelompok miskin dan berakibat pada eksploitasi sumber daya alam, degradasi lingkungan, dan krisis ekonomi.
Kesenjangan Ekonomi Di Berbagai Negara, Termasuk Indonesia
Kesenjangan ekonomi merupakan sebuah ketidakseimbangan perekonomian antar masyarakat. Dalam buku Ekonomi Pembangunan Islam Sebuah Prinsip, Konsep dan Asas Falsafahnya, Syamsuri (2018:102), pengertian kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di berbagai negara di seluruh dunia. Untuk mengetahui sebesar besar ketimpangan yang terjadi di suatu negara, kita bisa menggunakan rasio gini sebagai alat ukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan.
Berdasarkan data yang diambil dari situs World Inequality Database dari tahun 2000-2022 , kita bisa melihat bahwa terdapat adanya ketimpangan dari segi pendapatan di negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Kita bisa melihat nilai rasio gini pada ketiga negara tersebut berada di kisaran rentang antara 0,5 - 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan dari ketiga tersebut yang terbilang tinggi
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Kondisi ketimpangan di Indonesia tidak jauh berbeda dari ketiga negara tersebut.
Berdasarkan data yang diambil dari situs yang sama kita bisa melihat bahwa rasio gini Indonesia dari sisi pendapatan adalah berkisar di rentang 0,5 - 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan dari segi pendapatan negara kita juga masih tergolong tinggi. Â Ketimpangan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesenjangan pendapatan, akses terbatas terhadap pendidikan dan sumber daya ekonomi, serta kesenjangan sosial.
Ziswaf Sebagai Bentuk Distribusi Islami
1. Ziswaf adalah singkatan dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Keempatnya merupakan instrumen penting dalam Islam untuk mewujudkan distribusi kekayaan yang adil dan merata. Berikut penjelasan singkat mengenai peran ziswaf dalam distribusi Islami:
2. Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki harta tertentu untuk disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik).
3. Infak adalah pengeluaran harta di jalan Allah dengan tidak mengharap balasan.Â
4. Sedekah pada dasarnya sama dengan infak, yaitu pengeluaran harta di jalan Allah.
5. Wakaf adalah penyerahan harta benda milik pribadi untuk dimanfaatkan secara umum dan pahalanya terus mengalir kepada pewakaf meskipun sudah meninggal dunia.Â
Peran Ziswaf dalam Distribusi Islami:
- Membantu dan (orang-orang fakir dan miskin): Ziswaf membantu memenuhi kebutuhan dasar hidup orang-orang yang kurang mampu, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan.
- Meningkatkan taraf hidup masyarakat: Ziswaf dapat digunakan untuk membiayai program pemberdayaan masyarakat, seperti pelatihan kerja, pengembangan usaha kecil, dan bantuan modal.
- Mewujudkan keadilan sosial: Ziswaf membantu menjembatani kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, sehingga tercipta masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Memperkuat solidaritas umat Islam: Ziswaf merupakan wujud nyata dari kepedulian umat Islam terhadap sesama, sehingga memperkuat rasa persatuan dan kesatuan.
Larangan Riba Dan Prinsip Musyawarah dan Mufakat
Larangan riba adalah salah satu prinsip utama dalam ajaran Islam yang dengan tegas melarang praktik bunga atau keuntungan tambahan dalam hal transaksi keuangan jenis apapun. Konsep ini bertujuan tentunya untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan ketidakadilan dalam pertukaran uang antar pelaku ekonomi. Larangan riba juga menekankan pentingnya ditegakkannya keadilan dan kesetaraan dalam hubungan ekonomi antara individu dan kelompok masyarakat serta skala yang lebih besar lagi. Dengan menjalankan perintah ini, yakni senantiasa berkomitmen menjauhi riba, seluruh umat Islam diharapkan dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Kemudian adanya prinsip musyawarah dan mufakat, atau konsensus dan kesepakatan bersama, menjadi landasan krusial dalam pengambilan keputusan. Prinsip ini lebih menekankan pentingnya berdialog, diskusi secara terbuka, dan tentunya partisipasi aktif semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan bersama. Dengan terlibatnya semua pihak secara adil dan merata, prinsip musyawarah dan mufakat ini  memungkinkan terciptanya keputusan yang jauh lebih baik dan lebih dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Jika dikaitkan dalam konteks ekonomi, pada penerapan prinsip musyawarah dan mufakat, ternyata dapat membantu untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan ekonomi. Dengan cara inilah keputusan yang dihasilkan tentunya lebih mewakili kebutuhan dan aspirasi seluruh masyarakat, sehingga memungkinkannya tercipta pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Prinsip dan Tujuan Kebijakan Distribusi dalam Islam
Dalam perspektif islami agar distribusi ekonomi dapat berjalan secara merata dan lancar ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian. Jika prinsip-prinsip ini menjadi visi ekonomi maka peluang terjadinya kesenjangan dapat diminimalisir. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya (Beik, Arsyianti, 2020):
- Pendapatan (return) yang diterima seseorang sangat bergantung pada usaha yang dilakukannya (QS. 4: 32). Setiap pendapatan yang diperoleh adalah hasil usaha yang dijalankannya dengan cara yang halal. Termasuk usahanya dalam mensyukuri nikmat, sehingga Allah lipat gandakan kepadanya hasil dari usahanya. Distribusi dilakukan dari sumber-sumber ekonomi yang tidak bertentangan dengan ketentuan Allah Swt.
- Terpenuhinya kebutuhan dasar. Pemenuhan kebutuhan dasar adalah hak setiap orang. Kategori kebutuhan dasar yang diusung oleh Imam Asy-Syatibi merupakan maqashid as-syariah yang perlu dipenuhi. Pada kebutuhan daruriyat, ada lima kelompok kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi karena terkait fitrah sebagai manusia, yaitu nafs (jiwa), din (spiritual), aql (intelektual), nasb (keturunan), dan maal (harta). Tingkat kebutuhan selanjutnya adalah hajiyat, yaitu kebutuhan penunjang, seperti laptop bagi mahasiswa dan akademisi, serta kendaraan untuk memudahkan mobilisasi. Selanjutnya adalah tingkat tahsiniyat, yaitu 'kemewahan' yang bisa dirasakan, seperti menginap di hotel bintang lima, traveling dengan business class.
- Harta tidak boleh berputar di tangan segelintir kelompok, yaitu kelompok super kaya (QS 59: 7). Harta harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Akses terhadap sumber-sumber harta dan kekayaan harus dibuka selebar mungkin dan setiap kelompok dalam masyarakat harus diberikan kesempatan yang sama. Bahwa nanti kinerja setiap individu akan melahirkan hasil ekonomi yang berbeda, itu tidak menjadi persoalan, selama setiap individu itu diberikan akses dan kesempatan yang sama.
- Pada harta seseorang, terdapat "bagian" yang menjadi milik mutlak orang lain, yaitu kelompok fakir miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta, sebagaimana tercantum dalam QS. 70: 24. Harus selalu diingat bahwa konsep berbagi merupakan jantung ekonomi Islam. Bahkan salah satu rukun Islam memasukkan komponen ini sehingga statusnya menjadi wajib, yaitu melalui ibadah zakat. Bentuk berbagi lain yang dapat dilakukan seorang muslim adalah infak, wakaf, hibah, dan waris.
Prinsip distribusi ini harus tertuang dalam kebijakan pemerintah yang tepat dan efektif. Tanpa kebijakan yang tepat, maka akan ada hambatan dalam proses pelaksanaan distribusi ekonomi ini. Adapun tujuan kebijakan distribusi dalam Islam adalah sebagai berikut (Beik, Arsyianti, 2020):
- Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa terpenuhinya kebutuhan dasar adalah hak setiap warga masyarakat. Tugas negaralah untuk menjamin bahwa kebutuhan dasar setiap warga terpenuhi. Selain itu, negara juga berkewajiban untuk membangun indikator yang menjadi parameter terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar tersebut, termasuk menentukan consumption basket yang menjadi standar kebutuhan dasar masyarakat. Inilah yang kemudian menjadi standar "rata-rata kebutuhan minimal" yang berlaku di suatu negara. Standar ini dapat berubah setiap waktu sehingga pemerintah harus melakukan supervisi secara berkala.
- Menjamin keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan. Keseimbangan pendapatan dan kekayaan merupakan kunci stabilitas sosial, ekonomi dan politik. Tugas negara adalah memastikan bahwa aset dan kekayaan yang ada di negara tersebut terdistribusi secara adil, proporsional dan merata. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan yang bisa memastikan bahwa setiap warga negara bisa mengakses sumber-sumber ekonomi ini dengan baik. Salah satu penyebab munculnya isu keuangan inklusif, yaitu akses keuangan untuk semua kelompok masyarakat, adalah karena selama ini tidak semua kelompok masyarakat mendapat kesempatan untuk mengakses jasa layanan keuangan.
- Mengeliminasi kesenjangan ekstrim antarkelompok masyarakat. Ini adalah hal yang sangat esensial mengingat kesenjangan yang ekstrim merupakan sumber masalah yang bisa memicu konflik horizontal dan disintegrasi sosial. Secara makro biasanya diindikasikan dengan semakin tingginya nilai indeks Gini yang digunakan untuk memotret tingkat kesenjangan yang ada. Untuk itu, negara harus menjamin adanya aliran kekayaan dari kelompok kaya pada kelompok miskin, melalui beragam instrumen kebijakan, seperti zakat, pajak dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip islami memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan distribusi yang adil. Pertama, zakat bermanfaat untuk menyalurkan harta dari golongan yang hartanya sudah mencapai nisab dan haul kepada golongan yang masih di bawah had kifayah (zakat poverty line). Kedua, infaq dan sedekah dapat membantu orang yang membutuhkan. Ketiga, wakaf berfungsi untuk menyalurkan harta untuk kepentingan khalayak umum. Keempat, larangan riba mencegah eksploitasi golongan orang yang membutuhkan dengan utang yang beranak-pinak. Â Tercapainya pembangunan berkelanjutan dan distribusi ekonomi yang adil selain dengan keempat prinsip tersebut, harus dibarengi juga dengan kerjasama, koordinasi, serta komitmen dari berbagai pihak.
Penulis : Adinda Rachma Juwita, Hafiz Iman Mustaqim, Muhammad Akhdan Rafif, Muhammad Razu Alfarabbi, Sari Widya Astutik, Zulfah Rahmawati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H