Mohon tunggu...
Sari Widya Astutik
Sari Widya Astutik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah IPB University

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prinsip Islam dalam Menyelaraskan Distribusi Ekonomi untuk Pembangunan Berkelanjutan

11 Maret 2024   18:47 Diperbarui: 11 Maret 2024   18:49 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
World Inequality Database 

Jika dikaitkan dalam konteks ekonomi, pada penerapan prinsip musyawarah dan mufakat, ternyata dapat membantu untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan ekonomi. Dengan cara inilah keputusan yang dihasilkan tentunya lebih mewakili kebutuhan dan aspirasi seluruh masyarakat, sehingga memungkinkannya tercipta pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Prinsip dan Tujuan Kebijakan Distribusi dalam Islam

Dalam perspektif islami agar distribusi ekonomi dapat berjalan secara merata dan lancar ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian. Jika prinsip-prinsip ini menjadi visi ekonomi maka peluang terjadinya kesenjangan dapat diminimalisir. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya (Beik, Arsyianti, 2020):

  • Pendapatan (return) yang diterima seseorang sangat bergantung pada usaha yang dilakukannya (QS. 4: 32). Setiap pendapatan yang diperoleh adalah hasil usaha yang dijalankannya dengan cara yang halal. Termasuk usahanya dalam mensyukuri nikmat, sehingga Allah lipat gandakan kepadanya hasil dari usahanya. Distribusi dilakukan dari sumber-sumber ekonomi yang tidak bertentangan dengan ketentuan Allah Swt.
  • Terpenuhinya kebutuhan dasar. Pemenuhan kebutuhan dasar adalah hak setiap orang. Kategori kebutuhan dasar yang diusung oleh Imam Asy-Syatibi merupakan maqashid as-syariah yang perlu dipenuhi. Pada kebutuhan daruriyat, ada lima kelompok kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi karena terkait fitrah sebagai manusia, yaitu nafs (jiwa), din (spiritual), aql (intelektual), nasb (keturunan), dan maal (harta). Tingkat kebutuhan selanjutnya adalah hajiyat, yaitu kebutuhan penunjang, seperti laptop bagi mahasiswa dan akademisi, serta kendaraan untuk memudahkan mobilisasi. Selanjutnya adalah tingkat tahsiniyat, yaitu 'kemewahan' yang bisa dirasakan, seperti menginap di hotel bintang lima, traveling dengan business class.
  • Harta tidak boleh berputar di tangan segelintir kelompok, yaitu kelompok super kaya (QS 59: 7). Harta harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Akses terhadap sumber-sumber harta dan kekayaan harus dibuka selebar mungkin dan setiap kelompok dalam masyarakat harus diberikan kesempatan yang sama. Bahwa nanti kinerja setiap individu akan melahirkan hasil ekonomi yang berbeda, itu tidak menjadi persoalan, selama setiap individu itu diberikan akses dan kesempatan yang sama.
  • Pada harta seseorang, terdapat "bagian" yang menjadi milik mutlak orang lain, yaitu kelompok fakir miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta, sebagaimana tercantum dalam QS. 70: 24. Harus selalu diingat bahwa konsep berbagi merupakan jantung ekonomi Islam. Bahkan salah satu rukun Islam memasukkan komponen ini sehingga statusnya menjadi wajib, yaitu melalui ibadah zakat. Bentuk berbagi lain yang dapat dilakukan seorang muslim adalah infak, wakaf, hibah, dan waris.

Prinsip distribusi ini harus tertuang dalam kebijakan pemerintah yang tepat dan efektif. Tanpa kebijakan yang tepat, maka akan ada hambatan dalam proses pelaksanaan distribusi ekonomi ini. Adapun tujuan kebijakan distribusi dalam Islam adalah sebagai berikut (Beik, Arsyianti, 2020):

  • Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa terpenuhinya kebutuhan dasar adalah hak setiap warga masyarakat. Tugas negaralah untuk menjamin bahwa kebutuhan dasar setiap warga terpenuhi. Selain itu, negara juga berkewajiban untuk membangun indikator yang menjadi parameter terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar tersebut, termasuk menentukan consumption basket yang menjadi standar kebutuhan dasar masyarakat. Inilah yang kemudian menjadi standar "rata-rata kebutuhan minimal" yang berlaku di suatu negara. Standar ini dapat berubah setiap waktu sehingga pemerintah harus melakukan supervisi secara berkala.
  • Menjamin keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan. Keseimbangan pendapatan dan kekayaan merupakan kunci stabilitas sosial, ekonomi dan politik. Tugas negara adalah memastikan bahwa aset dan kekayaan yang ada di negara tersebut terdistribusi secara adil, proporsional dan merata. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kebijakan yang bisa memastikan bahwa setiap warga negara bisa mengakses sumber-sumber ekonomi ini dengan baik. Salah satu penyebab munculnya isu keuangan inklusif, yaitu akses keuangan untuk semua kelompok masyarakat, adalah karena selama ini tidak semua kelompok masyarakat mendapat kesempatan untuk mengakses jasa layanan keuangan.
  • Mengeliminasi kesenjangan ekstrim antarkelompok masyarakat. Ini adalah hal yang sangat esensial mengingat kesenjangan yang ekstrim merupakan sumber masalah yang bisa memicu konflik horizontal dan disintegrasi sosial. Secara makro biasanya diindikasikan dengan semakin tingginya nilai indeks Gini yang digunakan untuk memotret tingkat kesenjangan yang ada. Untuk itu, negara harus menjamin adanya aliran kekayaan dari kelompok kaya pada kelompok miskin, melalui beragam instrumen kebijakan, seperti zakat, pajak dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip islami memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan distribusi yang adil. Pertama, zakat bermanfaat untuk menyalurkan harta dari golongan yang hartanya sudah mencapai nisab dan haul kepada golongan yang masih di bawah had kifayah (zakat poverty line). Kedua, infaq dan sedekah dapat membantu orang yang membutuhkan. Ketiga, wakaf berfungsi untuk menyalurkan harta untuk kepentingan khalayak umum. Keempat, larangan riba mencegah eksploitasi golongan orang yang membutuhkan dengan utang yang beranak-pinak.  Tercapainya pembangunan berkelanjutan dan distribusi ekonomi yang adil selain dengan keempat prinsip tersebut, harus dibarengi juga dengan kerjasama, koordinasi, serta komitmen dari berbagai pihak.

Penulis : Adinda Rachma Juwita, Hafiz Iman Mustaqim, Muhammad Akhdan Rafif, Muhammad Razu Alfarabbi, Sari Widya Astutik, Zulfah Rahmawati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun