Selamat datang Jaksa Agung RI yang baru! Jangan keburu senang dahulu wahai HM Prasetyo. Banyak pekerjaan rumah menanti, mulai dari kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai hingga kriminalisasi individu maupun korporasi.
Mengenai kriminalisasi korporasi, ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Kejaksaan Agung, mulai dari kasus IM2, Kasus biomerasi Chevron, dan juga kasus Merpati.
Lalu langkah apa yang sebaiknya ditempuh oleh Prasetyo selaku Jaksa Agung yang baru? Sebenarnya agak susah melakukan reformasi jika otoritas tertingginya merupakan wajah lama di Kejaksaan Agung. Kenapa reformasi? Karena reformasi merupakan hal yang paling utama harus dilakukan untuk memperbaiki institusi Kejaksaan.
Reformasi Birokrasi
Seperti yang sudah diketahui oleh publik, sebelum nama HM Prasetyo muncul, ada nama di internal Kejaksaan yang lebih kuat untuk menduduki Jaksa Agung 1. Ada nama Andhi Nirwanto. Nama ini merupakan wakil Jaksa Agung dan terakhir menjabat sebagai Plt Jaksa Agung. Andhi merupakan orang kuat di Kejaksaan, dan jika dilihat benang merah dari kasus Chevron-IM2-Merpati, ada campur tangan Andhi Nirwanto dan tim nya dibelakang. Dengan dipilihnya HM Prasetyo, saya tidak langsung mengharapkan adanya reformasi besar-besaran di Kejaksaan, namun saya mengharapkan bahwa orang-orang seperti Andhi Nirwanto di Kejaksaan bisa berkurang pengaruhnya sehingga tidak ada lagi kasus-kasus bodong seperti yang sudah-sudah.
Selain itu, seperti di kepolisian, Kejaksaan juga tiap tahun menerapkan sistem KPI. Mereka bekerja seperti team marketing swasta, diberikan target tiap tahunnya harus mengembalikan uang negara sejumlah sekian dan juga harus menyelesaikan kasus besar sebanyak-banyaknya. Sistem inilah yang menyebabkan Kejaksaan seperti dikejar target, karena promosi dan demosi tergantung dengan KPI tersebut. Bagus jika memang banyak kasus yang diselesaikan secara profesional, bagaimana jika mereka malah membuat kasus rekayasa (kriminalisasi) dengan memanfaatkan penafsiran hukum semau mereka, dimana mereka bisa membuat semua kebijakan korporasi menjadi salah di mata hukum. Mentalitas seperti ini yang harus segera diberangus oleh Jaksa Agung yang baru. Jika terus seperti ini, jangan harap investor mau untuk masuk ke Indonesia, karena poin utama dalam dunia investasi adalah kepastian hukum di negara tersebut. Apalagi jika Kejaksaan masih suka untuk menggunakan pasal karet untuk menjerat korporasi. Pasal Karet yang dimaksud adalah pasal mengenai memperkaya perusahaan. Tidak perlu belajar kepada Adam Smith untuk tahu bahwa tujuan dari perusahaan adalah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tentu saja dalam koridor yang tidak melangar hukum tentunya. Logika setingkat anak SD ini justru tidak dimengerti oleh para Jaksa di Kejaksaan. Kasus IM2 contohnya, ketika MA sudah menganulir mengenai audit yang dilakukan oleh BPKP, justru mereka tetap keukeh menyatakan bahwa ada kerugian negara dalam kasus IM2.
Sudah tugas dari Jaksa Agung yang baru untuk meluruskan hal yang sudah terlanjur kusut ini. Tidak perlu malu untuk mengakui jika pihak Kejaksaan sedari awal memang tidak paham mengenai hukum korporasi dan juga salah tafsir dalam perundang-undangan. Jangalah dengan memperpanjang sikap keras kepala mereka justru akan memperparah iklim investasi di Indonesia yang sedang masuk dalam kondisi yang tidak stabil.
Peningkatan Kualitas SDM
Kasus hukum korporasi jelas tidak sama penanganannya dengan kasus pidana biasa. Sudah seharusnya mereka melakukan upgrade atau Kejaksan mulai serius untuk mencari SDM yang mengerti benar mengenai hukum bisnis jika ada kembali kasus yang bersinggungan dengan korporasi. Teman saya yang merupakan wartawan, pernah bercerita kepada saya bahwa dia pernah melihat suatu hal yang sangat memalukan dalam salah satu persidangan kasus IM2. Jaksa (saya lupa namanya) tidak tahu apa kepanjangan dari Tbk. dia mengatakan "Indosat Tembakau". what! Tbk dikira artinya Tembakau oleh Jaksa yang mengatakan bahwa dalam kasus IM2 ada kerugian negara. Bagaimana bisa seseorang yang tidak mengerti arti Tbk bisa mengatakan ada kerugian negara dalam suatu perkara. Sayangnya, SDM-SDM seperti ini justru yang diberi kesempatan untuk selalu menangani kasus-kasus penting. Apa memang karena sudah budaya dan kualitas SDM di Kejaksaan yang sedemikian parahnya, atau memang ini suatu hal yang disengaja. Apapun jawabannya, semoga hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi kedepannya.
Harus ada waktu untuk HM Prasetyo membenahi institusi Kejaksaan. Masih banyak juga pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Semoga
Sumber:
http://tekno.liputan6.com/read/2138830/kasus-im2-bergantung-di-tangan-jaksa-agung-hm-prasetyo?p=0
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H