Mohon tunggu...
Sarifa Aliyal Bana
Sarifa Aliyal Bana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Happy Reading

Pelajar/Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zuhud di Era Modern dalam Perspektif Q.S Al-Hadid Ayat 20

11 Desember 2021   21:10 Diperbarui: 11 Desember 2021   22:13 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan teknologi yang semakin maju di berbagai belahan dunia telah memengaruhi hampir semua segi kehidupan manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran terkonogi mampu memberikan berbagai kemudahan bagi manusia. Namun, disamping tersedianya kemudahan tersebut, ada nilai-nilai keagamaan yang mulai luntur dalam kehidupan manusia.

Sikap matrealistik dan gaya hidup yang hedonis membuat manusia terlena dalam hal-hal yang bersifat duniawi. Bahkan, mereka akan melakukan berbagai cara demi memenuhi kepuasan duniawinya semata. Pada dasarnya, krisis spiritualitas ini di latar belakangi oleh ketidakseimbangan antara urusan dunia dan urusan agama. Maka, untuk mengatasi permasalahan tersebut manusia perlu menghadirkan nilai-nilai tasawuf untuk menata kehidupan mereka di era modern ini, demi tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Zuhud secara etimologis berarti ragaba ‘an syari’in wa tarakahu yang berarti tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Selain itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, zuhud berarti menyediitkan sesuatu. Adapun secara terminologi, munurut Al-Ghazali zuhud bukan berarti menyianyiakan harta,namun zuhud adalah ketika engkau lebih memercayai segala sesuatu yang berada dalam genggaman Allah dari pada apa yang ada pada genggaman tanganmu.

Bagi para sufi, zuhud merupakan dasar utama untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui sebuah perjalalan spiritual. Sedangkan pengertian zuhud jika dilihat dari sisi akhlak islam adalah sikap seseorang yang menjadikan dunia sebagai tempat untuk beribadah dan mendapatkan ridha ilahi.

Kata zuhud hanya disebut satu kali saja dalam Al-Qur’an, yakni dalam Q.S Yunus ayat 20. Namun dalam beberapa ayat Al-Qur’an juga menjelaskan secera tersirat tentang makna zuhud. Sebagaiman firman Allah dalam Q.S Al-Hadid ayat 20. Dimana dalam Fiman tersebut, Allah menjelaskan bahwa dunia ini hanyalah sebuah permainan yang melelahkan.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (Q.S Al-Hadid (57): 20).

Dalam Q.S Al-Hadid ayat 20 dijelaskan bahwa kehidupan dunia pada hakikatnya hanyalah sebuah permainan belaka, yang mengorbankan waktu demi menghasilkan kesenangan hati dan mengantarkan manusia pada kelalaian. Mufassir menjelaskan bahwa dunia hanyalah perhiasan yang kenikmatannya hanya bersifat sementara, dan hanya akhiratlah yang memiliki kenikmatan yang hakiki.

Maka, apabila manusia hanya mengikuti alur permainan dunia maka mereka akan terlena karena kelalaiannya dan mengantarkannya pada kedengkian, iri hati dan berbangga-bangga terhadap apa yang mereka miliki. Akibatnya, mereka mulai melupakan kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang abadi.

Selanjutnya dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan mengenai permisalan bahwa kehidupan dunia ibarat hujan yang turun kemudian menumbuhkan tanaman-tanaman yang menakjubkan para petani. Namun seiring berjalannya waktu, tanaman itu akan tumbuh tinggi dan mulai menguning, dan tak lama kemudian akan hancur. Demikianlah permisalan tentang singkatnya kehidupan dunia ini. Dan di akhirat kelak akan ada balasan bagi mereka yang lalai terhadap germerlapnya dunia dan ada pula ampunan dan ridha Allah bagi mereka yang menjadikan dunia sebagai ladang untuk meraih kebahagiaan akhirat.

Mayoritas umat Islam yang masih awam menganggap bahwa zuhud berarti harus mengasingkan diri dari keramaian dunia karena menurut mereka kehidupan dunia dan akhirat adalah dua hal yang berbeda dan saling bertentangan. Mereka memiliki anggapan bahwa orang yang zuhud akan meninggalkan dunia sehingga seluruh hidupnya diisi dengan ibadah tidak perlu bekerja. Menurut mereka, orang yang memiliki harta yang berlimpah tidak bisa mendapaatkan kebahagiaan akhirat bahkan tidak akan mencapai tingkatan ma’rifatullah.

Pemahaman yang stagnan tersebut akan membuat manusia cenderung mengisolasi dirinya dari panggung dunia. Akibatnya, umat Islam akan melepaskan perannya dalam kegiatan politik, sosial dan ekonomi.

Orang yang zuhud bukan berarti harus meninggalkan seluruh harta yang dimilikinya. Pada dasarnya, kaya tidaklah bersebrangan dengan konsep zuhud. Karena, kekayaan justru dapat mengantarkan manusia pada kemuliaan baik di mata manusia maupun di mata Allah, apabila harta itu difungsikan sejalan dengan ajaran Islam. Bahkan para sahabat seperti Abu Bakar, Utsman, dan istri nabi yakni Siti Khadijah juga merupakan orang yang kaya. Namun, hartanya itu justru mendekatkan mereka kepada Allah.

Dapat dipahami bahwa, kekayaan bukanlah suatu hal yang mesti ditinggalkan. Dan zuhud bukan berarti tidak menyukai kehidupan dunia. orang yang zuhud semestinya tetap memperhatikan dunia, namun perhatian itu tidak melebihi perhatiannya kepada Allah. Karena pada hakikatnya, zuhud mengajak manusia untuk menyeimbangkan urisan dunia dan akhirat.

Maka pada era sekarang ini, dengan semakin majunya sains dan teknologi yang didukung kondisi masyarakatnya yang rasional dan modern diperlukan nilai ajaran tasawuf yang dinamis agar dapat diterima dan diterapkan dengan positif oleh masyarakat. Dengan cara mengaktualisasi nilai-nilai moral untuk merealisasikan penghambaan kepada Allah sebagai khalifah di muka bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun