Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sebelum Membimbing Belajar, Pahami Perkembangan Kognitif dan Sosio Emosional pada Anak

17 Agustus 2020   21:51 Diperbarui: 23 Agustus 2020   11:29 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membimbing anak (Sumber: istockphoto.com)

Sudah sebulan ini anak-anak belajar di rumah, semenjak tahun ajaran baru dilaksanakan pada 13 Juli 2020.

Anak-anak Sekolah Menengah (SMA/SMK dan SMP) tampaknya tidak menjadi masalah bagi orangtua ketika mereka harus belajar di rumah. Karena mereka sudah bisa belajar sendiri (mandiri) tanpa bantuan orangtua. 

Demikian pula untuk anak-anak Sekolah Dasar tingkat tinggi (kelas 4-6), sebagian dari mereka memilih belajar berkelompok dibanding belajar sendiri di rumah, dibimbing orangtua. Demikian pula untuk anak-anak kelas 2 dan 3. 

Tapi, berbeda dengan anak-anak kelas 1, Taman Kanak-kanak (TK), dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Di mana mereka wajib dibimbing oleh orangtuanya. Jika orangtua tidak bisa membimbing dikarenakan sibuk bekerja, terkadang tugas anak pun terlalaikan.

Mungkin sebelum masa pandemi, orangtua bisa lebih santai karena kegiatan belajar sudah diserahkan kepada pihak sekolah (guru). Kalaupun harus membimbing, mungkin tidak seekstra seperti masa pandemi ini. 

Terlebih bagi orangtua yang bekerja. Terkadang pekerjaan lebih diprioritaskan daripada memahami perkembangan anak-anak mereka.Tapi selama pandemi ini, tiba-tiba saja orangtua mendapat peran menjadi guru anak-anak mereka. 

Problematika yang terjadi, tidak sedikit orangtua yang pada akhirnya menerapkan gaya pengasuhan otoriter (authoritarian parenting), di mana mereka menuntut agar anak bisa segera menangkap apa yang dipelajari. 

Metode pembelajaran yang digunakan seperti memaksa agar anak-anak segera bisa, menekan mereka, memarahi, membentak, bahkan sampai pada tahap mencubit dan memukul. Orangtua yang tidak berpengalaman dalam mendidik, cenderung mengajar secara kaku, ketat, dan membosankan. 

Hal ini berdampak pada kondisi siswa seperti tidak bahagia, takut, cemas, tidak memiliki inisiatif, keterampilan komunikasi yang buruk, dan akan berdampak lebih buruk lagi jika orangtua membandingkan mereka dengan anak-anak lain.

Pengasuhan otoriter cenderung berdampak pada kekerasan terhadap anak (child abuse) dan perlakuan yang salah pada anak (child maltreatment). Meskipun pengasuhan otoriter memiliki dampak negatif, bukan berarti pengasuhan yang membiarkan saja dan memanjakan akan berdampak baik.  

Diana Baumrind berpendapat bahwa pengasuhan yang membiarkan saja (neglectful parenting) dapat membawa dampak, di antaranya yaitu anak menjadi tidak kompeten secara sosial, kurang memiliki kendali, tidak mampu menangani independensi secara baik, harga diri rendah, tidak matang, terasing dari keluarga, dan berisiko jika remaja akan sering membolos dan melanggar peraturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun