"Tolong!" adalah sebuah program reality eksperimen sosial Indonesia produksi Dreamlight World Media. Program ini pernah tayang sebelumnya, yakni di tahun 2004-2007 ditayangkan di SCTV, 2009-2011 RCTI, dan 2018 GTV.Â
Program ini bermaksud untuk menguji orang, apakah dia mau menolong orang lain pada saat dia sendiri dalam keadaan kesulitan. Program "Tolong!" berharap bisa memberikan dampak kepada masyarakat agar memiliki kepekaan untuk peduli dengan orang lain.
Dikutip dari wikipedia, format acara "Tolong!" ini menggunakan dua metode. Pertama, pembawa acara meminta kepada seorang relawan untuk meminta tolong kepada orang-orang yang lewat.Â
Kedua, pembawa acara mendatangi pengemis, pemulung, atau orang tua untuk dimintai tolong, baik pertolongan berupa uang atau lainnya. Jika yang dimintai tolong bersedia menolong, dia diberi sejumlah uang sebagai hadiah atas keikhlasannya.
Setelah dua tahun berlalu, kini acara reality "Tolong!" hadir kembali di SCTV yang dimulai pada hari ini, Senin, 17 Februari 2020 pukul 14.30 hingga 15.00 setiap Senin-Jum'at.
Seorang ojek online ini mendapat orderan pizza seharga 130.000. Namun karena kondisinya yang tidak sehat, dia merasa tidak bisa mengantarkan pizza itu kepada pengorder.
Ia mengaku sudah sejak pagi hari mencari orderan dan hari ini baru mendapatkan satu orderan go-food pizza tersebut dengan jarak yang lumayan jauh. Jarak terjauh Go-food adalah 25km, atau maksimal 1 jam perjalanan. Jadi seharusnya orderan itu sampai kurang dari 1 jam.
Setelah menonton program reality show "Tolong!" tersebut ada beberapa kritik yang akan saya kemukakan. Pertama, saya merasa bahwa bapak gojek ini terlalu memaksakan diri untuk mendapatkan bantuan.
Padahal menurut saya, andai ini bukan program reality show (andai tidak masuk tivi) saya yakin tukang gojek tersebut tidak akan mencari bantuan. Karena pekerjaan dia adalah seorang gojek sehingga dalam kondisi apapun seharusnya memang sudah sepantasnya ia mengantarkan pesanan tersebut.
Karena jika yang mengantarkan orang lain, tentu saja pengordernya malah curiga, atau malah ngasih bintang 1 karena gojek tidak bertanggung jawab.
Andaikata memang benar dalam keadaan sakit, tentu bisa saja tukang ojeknya memilih istirahat dari nge-gojek dulu, atau mengisi tenaga seperti makan dan minum dulu, atau mengatakan kepada pihak pengordernya untuk di cancel saja.Â
Toh dia masih punya uang setidaknya 130ribu yang dipakai buat beli pizza tadi untuk kebutuhan hari ini. Jadi , menurut saya tidak masuk akal bapak gojeknya ini minta bantuan.
Kedua, andai kata memang membutuhkan bantuan, kenapa harus meminta bantuan kepada orang-orang yang sedang mencari rejeki juga, seperti tukang bakso-mie ayam gerobakan di pinggir jalan, pedagang pecel yang baru akan berangkat menjajakan dagangannya, pedagang bensin eceran, satpam yang lagi bekerja di bank, dan orang-orang dari kalangan biasa yang juga sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Bapak gojek ini dalam meminta tolong juga tidak memandang jenis kelamin dan usia. Ada nenek-nenek yang sedang mendorong sepedanya, akan berangkat jualan, tapi malah dimintai tolong untuk mengantarkan orderan.
Ya, kalau saya jadi nenek itu tentu saja saya menolak. Nenek-nenek jarang ada yang bisa naik motor.
Tidak heran juga jika beberapa orang yang dimintai tolong malah mengatakan kepada bapak gojeknya untuk meminta bantuan saja kepada teman sesama gojeknya, atau kepada tukang ojeng pengkolan yang biasanya sedang mangkal. Andaikan saya yang dimintai bantuan mungkin saya juga akan merekomendasikan demikian kepada bapak gojek itu.
Hingga pada akhirnya ia menemukan seorang ibu-ibu yang mau membantu dia ketika waktu menjelang magrib. Sedangkan tadi ketika berangkat mungkin hari masih siang atau sore karena masih cerah. Ibu-ibu yang membantu dia seorang tukang sapu di jalan yang membawa salah satu anaknya.
Diceritakan bahwa ibu itu seorang janda yang tinggal bersama orang tua dan 6 anaknya yang masih kecil-kecil. Karena ibu itu yang mau membantu bapak tadi maka ibu itulah yang mendapatkan uang dari tim tolong.
Ketiga, ditengah perjalanan ketika menolong bapak tadi, pengorder membatalkan pesanannya karena dianggap bapaknya terlalu lama. Sesampai di rumah pengorder, ibu yang menolong tadi bermaksud memberikan pizzanya dan meminta uang 130ribu. Tetapi pengorder tidak mau menerima pizza tadi karena merasa sudah membatalkannya, dan tidak mau membayarnya.
Menurut saya ya wajar saja pengorder membatalkan orderan karena terlalu lama menunggu. Akhirnya ibu penolong itu membeli pizza bapak tadi seharga 50ribu.
Setelah nonton acara reality show itu saya malah tidak simpatik kepada bapak gojeknya itu, saya malah menyalahkan pak gojek tersebut (terlepas dari settingan dari tim tolong) karena dia malah sibuk mencari bantuan daripada mengantarkan pesanan tersebut.
Waktu dia tanya alamat kepada orang-orang yang dimintai tolong, dia pun malah asyik mengajak ngobrol orang tersebut dengan bertanya jualan apa, laris apa enggak, harganya berapa. Seakan-akan menurut saya bapak gojek itu sedang berencana untuk berganti profesi.
Kehati-hatian dalam Menolong
Terlepas dari program reality show "Tolong!" sebenarnya saya punya pengalaman terkait menolong seseorang ketika SMA.
Ketika SMA, setiap hari Minggu sekolah saya mewajibkan siswa-siswanya untuk mengikuti kajian pagi di gedung tempat pengajian milik yayasan sekolah. Ketika saya dan teman saya pulang, kami dicegat oleh bapak-bapak yang meminta tolong.
Bapak-bapak tersebut mengaku bahwa tasnya hilang ketika dalam perjalanan. Sedangkan ia hendak mengunjungi anaknya yang berada di pondok. Ia kemudian meminta kami berdua menolong bapak tersebut dengan memberi uang kepada bapak tersebut. Tentu saja saya dan teman saya tidak mau dan menyuruh bapak tersebut untuk lapor polisi saja.
Menurut saya, andai benar bapak itu kehilangan tasnya ketika dalam perjalanan, tentu lebih baik ia lapor polisi di daerah tersebut. Tentu polisi mungkin lebih baik dalam membantu daripada kami yang masih SMA. Tapi sebenarnya menurut saya bapak itu hanya modus, pura-pura mencari bantuan untuk mendapatkan uang.
Kejadian lain saya temukan ketika saya kuliah. Ada ibu-ibu berpakaian rapi, tidak seperti peminta-minta. Tetapi kemudian dia mengaku bahwa akan pulang ke suatu tempat tetapi tidak punya ongkos, kami diminta memberi uang kepada ibu itu.
Kalau benar ibu itu kehabisan uang atau dicopet atau apa ya lebih baik menghubungi anaknya atau saudaranya, atau minta tolong polisi. Ternyata hari-hari selanjutnya ibu itu masih berkeliaran di daerah kampus dengan modus yang berbeda-beda yang pada intinya dia minta uang.
Pernah juga ada kejadian yang cukup heboh di daerah kampus saya. Dimana ada seorang mahasiswa yang jadi korban penipuan bapak-bapak.
Bapak-bapak itu membawa sepeda motor dan mengaku ingin menjenguk anaknya yang sedang kuliah. Ia minta ditunjukkan arah kost-kostan daerah kampus tempat anaknya negkost.Â
Tapi ternyata mahasiswa itu malah dirampok, bahkan ada yang diperlakukan tidak senonoh oleh bapak itu. Sehingga kejadian itu disebarluaskan di grup whatsapp untuk berhati-hati apabila menemui bapak-bapak atau orang yang modus seperti itu.
Saya pun pernah dicegat bapak-bapak ketika malam hari setelah membeli makan. Waktu itu saya naik sepeda. Lalu ada bapak-bapak modus ingin menjenguk anaknya yang ngekost di daerah situ.Â
Ia minta tolong saya untuk mengantarkannya dan bilang nanti saya akan diantar pulang lagi, bahkan bapak-bapak itu mengaku tangannya sakit sehingga tidak bisa membawa motor.
Saya pun menolak dengan alasan kost-kostan saya mau ditutup. Saya pun segera mengayuh sepeda saya dengan cepat karena takut. Untungnya bapak itu tidak mengejar saya.
Setelah kejadian itu saya trauma untuk keluar malam sendirian.
Dan ternyata akhirnya tiga kali saya ketemu bapak itu dengan modus yang sama. Setelah kejadian itu, saya lebih berhati-hati lagi ketika akan menolong orang lain.
Sekarang ketika teknologi sudah semakin canggih, modus penipuan pun dari mana-mana. Mereka berpura-pura meminta bantuan atau berniat membantu tapi pada akhirnya malah kita jadi korban.
Menolong orang lain tentu boleh-boleh saja. Tetapi jangan sampai air susu dibalas dengan air tuba. Jadi, untuk siapapun yang berniat membantu seseorang, berfikirlah terlebih dahulu. Waspada lebih baik daripada menyesal kemudian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H