Sekalipun Marapu dan Aliran Kebatinan perjalanan menyebut kepercayaan mereka sebagai agama leluhur, tetapi pemerintah Indonesia tak mengakuinya. Di Indonesia hanya ada 6 agama yang diakui, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Marapu dan aliran kebatinan perjalanan, juga agama leluhur lainnya, di stigma primitif, animis, sesat, dan berbagai istilah negatif lainnya. Akibatnya dari waktu ke waktu, penganut agama leluhur mengalami tekanan dan diskriminasi, baik oleh negara maupun oleh pemeluk agama yang diakui negara.
Contoh kasus  diceritakan oleh Timih Hima Yanti, penganut Aliran Kebatinan Perjalanan, suaminya pernah di todong pistol dan kakinya diinjak menggunakan kaki meja  karena dituduh antek PKI, karena tidak memiliki agama.Â
Diketahui bahwa pada rezim demokrasi terpimpin, PKI berkembang sehingga mampu menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia pada waktu itu. Ia berhasil menginfiltrasi rakyat melalui kesenian, dan berbagai pertunjukan-pertunjukan seperti wayang, ketoprak, ludruk, reog, dan lain-lain. Banyak dari kesenian dan pertunjukan tersebut diklaim berafiliasi dengan Lekra, underbow PKI.
Setelah peristiwa penculikan 6 jenderal TNI pada 30 September 1965, kelompok militer menjadi satu-satunya kekuatan tak tertandingi dalam politik Indonesia. Jenderal Soeharto menduduki puncak struktur kekuasaan pemerintah Indonesia selama rezim Orde Baru.Â
Tahun 1966, terjadi pembersihan kelompok-kelompok yang sebelumnya diinfiltrasi oleh PKI mulai dilakukan oleh penguasa/militer, dengan dukungan kelompok Islam. Kelompok Kebatinan ikut dicurigai dan dituduh terkait dengan PKI. Karena kecurigaan dan tekanan pemerintah serta antipati kelompok Islam, banyak Kelompok Kebatinan tidak berani melaksanakan ritual-ritual secara terbuka.
Dalam suasana yang penuh ketegangan, sebagian besar Kelompok Kebatinan berafiliasi ke salah satu dari enam agama yang diakui negara sebagai strategi untuk menghindarkan diri dari tuduhan belum beragama yang diklaim sama dengan komunis. Kecurigaan dan tuduhan terhadap Kelompok Kebatinan sebagai komunis dan tekanan kepada mereka untuk menunjukkan dirinya benar-benar muslim, justru menjadi bumerang bagi Kelompok Islam. Mereka yang tadinya mengidentifikasi diri sebagai Muslim akhirnya memilih agama Kristen, Katolik, atau Hindu.
Setelah Soeharto menjabat presiden dan membentuk Partai Golongan Karya (Golkar), untuk mendapatkan simpati, Golkar menghidupkan kembali organisasi-organisasi kebatinan. Pada tahun 1960an, kelompok Kebatinan menerima dukungan dari elit-elit politik dan militer yang memiliki latar belakang kejawen. Lambat laun, pemimpin-pemimpin Kelompok Kebatinan diminta bergabung ke Golkar.
Problematika Agama Leluhur Marapu dan Aliran Kebatinan Perjalanan Saat Ini
Menurut film dokumenter "Atas Nama Percaya", terdapat tiga problematika yang dihadapi Marapu dan Aliran Kebatinan Perjalanan saat ini.
Kedua, stigma masyarakat dan pemerintah. Penganut agama leluhur dan aliran kebatinan mengalami stigma sejarah yang panjang dan pasang surut pengakuan dari negara. Sejak berdirinya Departemen Agama pada 1946, Depag menetapkan hanya tiga agama yang dilayani, yaitu Islam, Kristen, dan Katolik. Kemudian akhir 1950an Hindu dan Budha diakui dan dilayani, meskipun perkembangannya jauh lebih dulu daripada Islam, Kristen, dan Katolik. Tahun 1965 Konghucu juga dilayani sebagai agama. Sedangkan Aliran Kebatinan yang juga menuntut pengakuan dan pelayanan dari departemen agama, ditolak. Bahkan dituduh sebagai kelompok sesat dan mengganggu ketertiban umum. Seperti yang dialami Cakra Anggara dimana ketika SD-SMP ia dianggap sesat oleh teman-temannya karena menganut Aliran Kebatinan.