Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Video Pembelajaran sebagai Media Belajar Kebutuhan Generasi Z

17 Januari 2020   20:17 Diperbarui: 18 Januari 2020   19:00 1639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerucut Pengalaman Edgar Dale. https://bagusdwiradyan.files.wordpress.com/

Jika kita berbicara mengenai Generasi Z itu artinya kita berbicara tentang peserta didik yang saat ini sedang menjajaki dunia pendidikan dari sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Mereka adalah generasi yang lahir di tahun 1995 hingga 2010. 

Dikutip dari Wikipedia, generasi Z adalah generasi yang gandrung akan teknologi informasi, dari komputer hingga handphone. 

Mereka adalah generasi yang hidup di media sosial. Berinteraksi dengan media sosial, dan mengetahui berbagai informasi termasuk pengetahuan melalui media sosial, dari Facebook, Twitter, Line, Whatsapp, Telegram, Instagram, hingga Youtube. 

Melalui media ini mereka merasa lebih bebas berekspresi, lebih terbuka, dan sedang mencari jati diri.

Generasi Z bukan generasi yang menyukai sesuatu yang bertele-tele. Bukan juga generasi yang mudah menurut atau membenarkan apa yang dikatakan orang lain, termasuk guru dan orang tuanya. 

Mereka generasi yang memiliki daya imajinasi dan kreativitas sendiri, yang terkadang tidak dipahami oleh generasi sebelum mereka. 

Mereka bisa bertahan duduk melihat Youtube, tetapi tidak bisa jika harus duduk berjam-jam mendengarkan guru ceramah. 

Mungkin Youtube sudah beralih peran menjadi guru mereka, melalui Youtube mereka bisa menertawakan hal-hal yang dianggap lucu dan cepat sekali menemukan sesuatu yang mereka sukai untuk diketahui.

Menghadapi hal ini maka penting bagi pendidik untuk terus berbenah, terus belajar, mengikuti perkembangan zaman, dan melek teknologi. 

Guru yang tidak siap dengan perubahan ini maka akan tertinggal dengan peserta didiknya. Bahkan bisa jadi peserta didik jauh lebih pandai daripada gurunya.

Brydon Lamb mengkaji bahwa manusia belajar 83% melalui penglihatan, 11% melalui pendengaran, 3,5% melalui penciuman, 1,5 melalui perabaan, dan 1% melalui pengecapan. Sumber.

Ini artinya generasi Z lebih memahami suatu pelajaran melalui penglihatannya, bukan pendengarannya. Maka jika seorang guru menggunakan metode ceramah setiap hari di kelas, tidak akan efektif, karena siswa akan bosan dan mengantuk, bahkan tidur. Proses transfer ilmu pengetahuan akan gagal.

Hal ini pernah saya rasakan ketika saya duduk di SD hingga SMA. Mata pelajaran IPA terutama biologi bukanlah pelajaran yang saya sukai, karena guru suka sekali berceramah, lalu kita diminta mendengarkan. Apabila akan ulangan, kita harus menghafal berlembar-lembar materi. 

Tentu sangat membosankan bagi saya yang tidak menyukai pelajaran menghafal. Meski saya rangkum pun, tetap saya tidak paham. Karena belajar bukanlah menghafal, bukan juga mencatat. Belajar adalah proses merubah siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Materi biologi diantaranya membahas tentang reproduksi, saluran pencernaan, kerangka manusia, dan lain-lain. Materi Biologi cenderung abstrak, dimana siswa sulit untuk membayangkannya.

Sekolah memang menyediakan laboratorium sebagai sarana pendukung, tetapi bagi saya pribadi itu tidak membantu banyak, karena gambar dan patung yang disediakan tidak bisa dibawa pulang untuk dipelajari di rumah. Sedangkan siswa akan mudah memahami jika ia melihat secara langsung dan jika lupa bisa diulang lagi di rumah.

Oleh sebab itu, maka metode ceramah bukanlah metode yang tepat untuk mempelajari materi yang cenderung butuh pemahaman mendalam. Perlu adanya inovasi pembelajaran, salah satunya melalui video pembelajaran. 

Video pembelajaran adalah media yang mencakup visual dan audio, dan menampilkan konteks untuk pembelajaran. 

Dalam menggunakan video pembelajaran antara anak SD, SMP, dan SMA tentu berbeda, harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Ketika seorang guru sudah menggunakan video pembelajaran, bukan berarti ia tak melakukan kegiatan apa-apa. 

Guru tetap harus membantu siswa memahami video tersebut dengan memberi penjelasan-penjelasan yang dirasa perlu disampaikan. Agar tidak membosankan, guru juga bisa mengkolaborasikan dengan metode diskusi.

Kerucut Pengalaman Edgar Dale. https://bagusdwiradyan.files.wordpress.com/
Kerucut Pengalaman Edgar Dale. https://bagusdwiradyan.files.wordpress.com/
Edgar Dale memberikan sebuah alasan kuat mengapa video pembelajaran perlu digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Teorinya disebut kerucut pengalaman (Cone of Experience). 

Menurut Dale proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. 

Pengalaman belajar akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan seluruh indera (penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba). Sumber.

Masih menurut Dale, melalui membaca siswa akan mengingat 10%. Melalui mendengar siswa akan mengingat 20%. Melalui melihat gambar atau diagram, video, dan demonstrasi, siswa akan mengingat 30%. Melalui terlibat dalam diskusi siswa akan mengingat 50%. 

Melalui presentasi siswa mengingat 70%. Dan melalui bermain peran, melakukan simulasi, mengerjakan hal yang nyata siswa akan mengingat 90%. Maka kombinasi metode belajar bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Guru tidak bisa memaksa siswa untuk mencatat, jika ia tidak suka mencatat. Guru pun juga tidak perlu menunggui siswa di kelas untuk mencatat. Video pembelajaran akan membantu siswa generasi Z untuk memilih sendiri apakah ia mau mencatat atau tidak. 

Jika siswa merasa sudah paham tanpa mencatat maka ia pun boleh tidak perlu mencatat, tetapi jika belum paham, siswa bisa mencatatnya di rumah. Karena salah satu kelebihan video pembelajaran yaitu bisa dimiliki oleh siswa. Sehingga siswa bisa berkali-kali mengulang materinya di rumah.

Kegiatan pembelajaran yang semacam ini pun pernah dikenalkan oleh Mel Silberman dengan nama active learning. 

Jadi pembelajaran aktif bukanlah siswa berlomba-lomba angkat tangan, siapa yang paling aktif akan dapat nilai A, seperti yang pernah saya ceritakan di kompasiana dengan judul Merdeka Belajar, Bagaimana Jika Sistem Pendidikan Diubah? dan pernah juga saya tulis dengan judul Pak Nadiem Perubahan Apa yang Harus Dilakukan untuk Mencetak Calon Guru? . 

Tetap pembelajaran aktif adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan melibatkan seluruh siswa menggunakan metode pembelajaran yang ia butuhkan.

Mel Silberman mengatakan "What I hear, I forget (Apa yang saya dengar, saya lupa). What I hear and see, I remember a little (apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit). What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand (apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham). What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill (apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan). What I teach to another, I master (apa yang saya ajarkan, saya menguasainya)." sumber.

Maka, mari kita menengok sejenak penerapan ucapan Mel Silberman pada seorang anak kecil yang sekarang sudah pandai membaca al Qur'an. 

Ketika masih bayi ia hanya mendengar ayat-ayat al Qur'an dari suara ayahnya atau dari audio, dia tidak paham bacaan apa itu. Tetapi kemudian ayahnya memberinya sebuah iqra' lalu ia melihat bagaimana huruf alif, ba, ta, tsa, dst sehingga ia mengingatnya sedikit. 

Lalu ayahnya mengajarinya, jika tidak paham ia bertanya pada ayahnya (berdiskusi) maka ia mulai paham. Ia membacanya berulang-ulang (melakukan berulang-ulang) ia memperoleh pengetahuan dan keterampilan. 

Selanjutnya anak kecil itu mengajari kawan-kawannya membaca al Qur'an, ia pun sudah menguasainya.

Demikian, semoga dengan menerapkan metode pembelajaran menggunakan video pembelajaran dan kolaborasi siswa generasi Z dan generasi-generasi selanjutnya akan merdeka dalam belajar. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun