Jawab saya, "Lalu buat apa ada pondok kalau pembelajarannya tidak bermanfaat sama sekali. Buat apa ada fasilitator, digaji pula, kalau tidak mau diajak belajar bersama dan berbenah menjadi lebih baik, buat apa ada direktur kalau tidak mau diajak memperbaiki pondok? Kalau tidak ada perubahan apa-apa hasilnya sampai kiamat ya gini-gini saja. Padahal para mahasiswa itu nantinya akan jadi guru. Bagaimana mereka bisa jadi guru yang mau diajak belajar dan berubah lebih baik kalau tempatnya belajar sekarang saja seperti ini?"
Ya, guru takut diajak berbuat perubahan, dan mereka lebih suka meniru pendahulu-pendahulunya. Bagaimana siswa bisa merdeka dalam belajar jika para gurunya masih menggunakan sistem klasik dari TK hingga Perguruan Tinggi? Perhatikan gambar di bawah ini.
Di gambar tersebut ditunjukkan perbandingan sistem pendidikan di Eropa dan di Indonesia. Finlandia sebagai bagian dari benua Eropa dikenal sebagai negara yang berhasil dalam sistem pendidikan.Â
Dilihat dalam peringkat PISA, Finlandia memiliki score dalam hal membaca yaitu 520, Matematika 507, ilmu pengetahuan 522.
Dikutip dari shalaaz.com kesuksesan yang diperoleh Finlandia dalam pendidikan karena negara tersebut mengutamakan konsep mengembangkan potensi diri, tidak melulu tentang teori ilmu pengetahuan.Â
Mereka lebih dilatih untuk mengembangkan penelitian untuk melakukan suatu penemuan. Pembelajaran yang dilakukan berfokus pada tiga kompetensi yaitu saintifik, literasi, dan berhitung.Â
Apakah Indonesia bisa seperti pendidikan di Eropa? Mari kita coba...
TK: Manajemen Diri
Metode yang dapat digunakan adalah metode bermain, karena siswa di usia ini suka bermain. Maka materi yang diberikan pun sebaiknya materi yang mendorong siswa untuk melakukan permainan yang mampu untuk membangun ketiga ranah tersebut.Â
Anak diajak untuk bereksperimen, bereksplorasi, menemukan, mencoba, melakukan restrukturisasi, berbicara, dan mendengar. Mereka diberi kebebasan dalam memilih berbagai aktivitas. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan pemimpin.